Suka?

19.5K 891 5
                                        

Hari ini sudah yang ketiga kali dalam sehari hujan mengguyur ibu kota. Daun-daun berwarna kekuningan pun tak luput dari terpaan angin jatuh berguguran seakan menerima dengan pasrah kehendak dari sang Ilahi.

Terdengar beberapa umpatan dari para pengguna jalan. Merasa kesal dengan hujan yang makin lebat dan menghambat pekerjaan mereka. Bahkan tak jarang dari mereka tanpa sadar telah turut menghina anugrah-Nya.

Sangat berbeda sekali dengan suasana didalam sebuah rumah bercat cream itu. Seakan penghuninya menerima segala apapun yang diberikan oleh sang khalik, termasuk hujan yang lagi dan lagi mengguyur jalan. Terbuki mereka tetap beraktivitas seperti biasa tanpa terhalang oleh hujan.

"Ih kasian banget sih itu istrinya difitnah selingkuh"

"Kenapa sih mi? Ribut banget deh." Ameera yang baru saja keluar dari kamarnya menatap mamanya yang sudah terduduk di depan televisi dengan sekotak tisu di pangkuannya.

"Itu tuh kasian banget masa suaminya tega banget fitnah istri sendiri." Dian menjawab tanpa mengalihkan perhatiannya sedikitpun pada televisi didepannya.

"Yaa Allah mi, kirain apaan. Drama banget sih nontonnya begituan." Ameera memutar bola matanya jengah.

"Tapi ini sedih banget loh."

"Sedih dari mananya. Ira tuh malah lucu mi, masa cuma terbentur meja atau tembok langsung meninggal kan gimana yaa jelasinnya haha" Ameera tertawa mengingat bagaimana akhir dari setiap sinetron di Indonesia yang menurutnya bukan memberikan kesan takut atau kasihan malah terlihat lucu.

"Eh sembarang kamu tuh, kalau memang sudah qodarullah wa maa sya'a fa'al(1) kamu bisa apa hah?"

"Yaa tapi kan nggak setiap ending ceritanya gitu mi."

"Eh kebanyakan komentar deh, udah kamu diam saja. Ganggu umi nonton tau nggak."

Ameera menggeleng-gelengkan kepalanya. Iapun memilih tak menanggapi lagi perkataan dari mamanya itu. Ameera lebih memilih membuka ponselnya dan masuk berselancar di medsos yang ia miliki.

"Umiii.. nama calonnya abang siapa?" Entah mengapa Ameera tiba-tiba menanyakan hal tersebut.

"Ivanna"

"Iih nama lengkapnya umiii. Nama itunya mah Ira tau."

"Ivanna Scharletta."

"Ivanna Scharletta? Gimana tulisannya?"
"Umi?"
"Mama?"
"Ummul"
"Uma"
"Ibu Dian Novita Sari" Ameera pun menolehkan kepalanya saat tidak mendengar sahutan dari Dian padahal ia sudah memanggil berulang kali.

"Subhanallah umi... Ira dari tadi nanyaa." Ameera menatap Dian dengan pandangan memelas. Ia pun menghela napas pelan sambil menggelengkan kepalanya. Tak lama senyum dibibirnya pun terbit. Sebuah senyum penuh arti.

Ameera menatap sekeliling ruangan, matanya mencari sesuatu.
Matanya menatap ke satu arah, ke benda persegi panjang berwarna hitam dengan banyak tombol.

"AMEERA HERFIZA PRADIPTA!!!" Suara Dian menggelegar sampai ke seluruh ruangan bahkan mengalahkan suara hujan yang jatuh mengalir diatap rumah. Ia menatap kearah anak terakhirnya yang sudah berada diujung tangga itu dengan pandangan marah bercampur kesal.

Ameera balik menatap Ibunya dengan cekikikan tak jelas.
"Im so sorry mommy." Setelah mengatakan kalimat tersebut Ameera melarikan diri dengan tawa yang menghiasi setiap jejak langkahnya itu.

"Astagfirullah sabarkan hamba yaa Allah." Dian menggelengkan kepalanya sembari mengurut pangkal hidungnya.

***

MY PERFECT HUSBAND (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang