Hari kembali berganti. Hari itu Sinta telah selesai mengikuti mata kuliah di kampus. Ia ingin segera pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Rafael. Sinta sengaja datang ke rumah sakit siang itu. Sebab ia yakin Rafael sendirian di ruamh sakit. Vira tidak mungkin menjenguk Rafael saat itu. Vira pasti pulang dulu ke rumahnya, ganti baju, makan, tidur, mandi, ngurusin tetek bengek lainnya. Sedangkan orangtua Rafael pasti sedang bekerja. Kalau Sinta sampai ketahuan menjenguk Rafael oleh 3 orang itu, maka habislah Sinta.
Ia bergegas naik bus yang menuju rumah sakit Cipta Karya, tempat Rafael dirawat.
Sesampainya di daerah rumah sakit itu, Sinta membeli sebuket bunga untuk Rafael. Setelah itu, barulah ia masuk ke rumah sakit.
"Sus, saya mau tanya. Kamar pasien yang bernama Rafael Anggara dimana ya?" tanya Sinta pada suster jaga
"Tunggu sebentar ya, saya cek dulu."
Sinta menunggu beberapa saat.
"Rafael Anggara ada di kamar Cempaka 3."
"Dimana itu ya?"
"Agak jauh dari sini mbak. Mbak harus lurus, lalu belok kanan. Lurus lagi sampai menemui ruang scan, setelah itu belok kiri. Setelah itu mbak lurus lagi, sampai ketemu perempatan yang kedua, mbak belok kanan. Ruangannya ada di deket tangga menuju lantai dua."
"Oh ya. Makasih banyak sus."
"Sama-sama."
Sinta segera mencari ruang rawat Rafael. Ia mengikuti petunjuk suster tadi sambil sedikit bertanya pada cleaning service yang lewat agar tidak tersesat. Akhirnya Sinta menemui ruangan itu. Cempaka 3. Sinta pun masuk ke dalamnya. Di dalam ruangan itu, ia melihat Rafael terbaring sambil menonton televisi.
"Sinta?"
"El. Sori. Baru sekarang aku bisa jenguk."
"Nggak kenapa, Sin."
"Ini ada bunga buat kamu."
"Wah, bunga yang cantik. Jadi ngerepotin.."
"Nggak ngerepotin sama sekali. El, kamu nggak kenapa kan? Sepertinya sekarang kamu sudah baikan."
"Iya. Kepalanya aku sudah jauh lebih baik. Sudah nggak terasa pusing lagi."
"El, maaf ya.. Gara-gara aku kamu jadi kayak gini."
"Nggak Sin. Ini bukan salah kamu! Oh ya, waktu itu... Nggak mungkin kan pot itu bisa jatuh sendiri! Pasti ada orang yang mau jatuhin pot itu tepat di atas kepala kamu! Ada orang yang mau nyelakain kamu!! Kamu tau siapa orangnya?"
"Itu..."
"Siapa Sin? Cepat kasih tau aku! Atau... Atau jangan-jangan yang ngelakuin ini semua Vira?"
"Hah?"
"Iya. Waktu yang nguciin kamu di gudang itu Vira kan? Sekarang pasti ulah Vira lagi!"
"Nggak El! Kamu jangan asal tuduh gitu! Nggak mungkin Vira yang ngejatuhin pot itu. Dia ada di belakang ada waktu kejadian. Dia juga yang udah nolong kamu."
"Vira yang tolong aku?"
"Iya El. Dia panik banget waktu kamu terluka. Kamu jangan pikir yang macem-macem dulu ya. Sekarang kamu harus cepet sembuh!"
Sinta menengok ke atas meja yang ada di sampingnya. Ada sepiring bubur yang masih belum disentuh oleh Rafael.
"Loh El, kamu belum makan?"
"Nggak. Aku nggak mau makan bubur! Pait!! Kamu tau kan aku nggak suka pait!"
"Nggak boleh gitu. Kamu harus makan supaya kamu cepet sembuh! Buburnya nggak pait kok. Tapi lidah kamu aja yang ngerasa kayak gitu. Coba kamu anggap bubur ini manis, buburnya pasti akan terasa manis."
Rafael terhenyak sejenak. Jika kita merasa sesuatu itu jahat, pasti kita akan terus berpikir kalau sesuatu itu jahat.. Sama seperti yang Rafael pikirkan terhadap perbuatan Vira. Rafael selalu menganggap Vira jahat. Dan selamanya Vira akan tetap jahat di mata Rafael. Ya, ia harus merubah pola pikirnya selama ini. Lagipula, dirinya dan Vira sudah bersahabat sejak SD.
"Ayo.. aa!!" Sinta menyuapi Rafael.
Tiba-tiba...
"Rafael ini aku bawain buah yang ba...."
Terlihat Vira nampak masuk ke ruang rawat Rafael sambil membawa satu plastik yang penuh berisi apel merah. Melihat Vira datang, Sinta begitu kaget. Begitu pula dengan Vira. Sampai-sampai buah yang ada di tangan Vira jatuh dan berhamburan di lantai. Vira terkejut melihat Sinta menyuapi Rafael.
"Vi... Vira?" kata Sinta terbata-bata
"Lo?"
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Tunggu kelanjutannya di CINTA DAN BENCI eps 45!!!
-----BERSAMBUNG-----
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DAN BENCI [COMPLETED]
RomanceSinta menyukai Adit yang ternyata sudah memiliki kekasih.