Udara petang itu cukup panas tidak ada tanda-tanda akan hujan. Langit perlahan mulai gelap Sasha dan Mikasa tiba di sebuah cafe yang kerap kali mereka kunjungi. Mereka duduk saling berhadapan di bangku dekat kaca jendela besar.
Mikasa duduk termenung, ia bernostalgia seolah kembali ke masa lalu. Ia pernah duduk di sini namun dengan kondisi dan situasi yang berbeda. Saat itu ia menolak mentah-mentah hubungan antara wanita dan pria adalah hal yang menjijikan. Namun kenyataannya sekarang justru dia sudah terjerumus dengan beberapa pria.
"Mau pesan apa?" Tanya Sasha menyadarkan temannya yang asyik melamun.
"Ice lemon tea." Jawab Mikasa spontan. "okay." Perempuan bertubuh bongsor itu pun menyerahkan order list di counter. Sebelum ia kembali dan membawa nampan berisikan minuman dan makanan kecil."Jadi? Apa yang membuatmu begitu tampak menyedihkan?" Sasha duduk sembari menyeruput minumannya. "Kemarin aku bertengkar dengan si artis itu."
"Kenapa? Apa yang terjadi?"
"Aku mengutarakan apa yang aku rasakan kepadanya sejak kami pertama bertemu, dan itu seperti nasib buruk untukku. Aku merasa tidak nyaman ketika dia terus membuntuitiku setiap saat."Sasha menghela nafas sejenak menatap Mikasa amat lamat namun tenang. "Lalu sekarang kabar dia bagaimana?"
"Tidak tahu, aku belum melihatnya sampai hari ini, dia juga tidak menghubungiku.""Jadi itu yang membuatmu sedih? Karna kau tidak bisa bertemu dengan dia?"
"Bukan begitu maksudku." Mikasa langsung membantah kepalanya menggeleng keras. "Aku hanya merasa tidak enak jika sampai dia tersakiti oleh perkataanku."Sasha melongo, ia tidak percaya atas kalimat Mikasa barusan. Sasha menutupkan mulutnya dengan telapak tangan karna tak sanggup menahan tawa. "Kenapa?" Mikasa menyorot tajam.
"Ya... eh tidak makasudku, hanya lucu saja seorang Mikasa bisa berkata menggelikan seperti itu.""Dan juga...Kutebak ya, pasti Eren?" Pandangan Sasha kini berubah menjadi menyelidik. "Arghhh..." Mikasa frustasi mengacak-ngacak rambut kemudian menegak Ice tea miliknya dari lubang sedotan.
"Sialan!" Mikasa jengah melihat Sasha yang terus mencibirnya. Sasha berinisyatif mengeluarkan ponsel, ia mengotak ngatik sesuatu lalu ia serahkan ponsel tersebut ke hadapan Mikasa agar dia juga bisa melihat. Sekejap dahi Mikasa mengerut setelah melihat layar ponsel tersebut. "Ada apa?"
Nampak sebuah potret perempuan parasnya cantik, berambut blonde bersama laki-laki dengan latar pemandangan pantai. Mata Mikasa melebar sebab ia kenal betul kedua sosok tersebut. "Bukannya mereka di rumah sakit? Hey! Kenapa perempuan itu terlihat baik-baik saja!!"
Sasha terdiam melihat respon Mikasa, ia menggeleng merasa tidak tahu menahu. "Dari mana kau dapat foto ini?"
"Instgram. Crista menguploadnya.""Kapan?" "Tadi siang."
"Boleh kubanting benda ini?"
"Hell no!"
Cepat-cepat Sasha merenggut ponselnya kembali sebelum Mikasa nekat membuat benda itu hancur berkeping-keping. "Sepertinya mereka sedang di Okinawa.""Hahhh?!" Mikasa semakin tak habis fikir, amarah mulai menyulut ke rongga hatinya. "Dia bilang sedang di rumah sakit karna kondisi si perempuan itu sedang memburuk. Tapi kenapa dia di sini gadis itu begitu terlihat sehat, Sasha apa dia membohongiku?"
Sasha mengangkat kedua tanganya pasrah. "Tapi jangan berasumsi dulu mungkin saja apa yang dia katakan benar." "Aku sungguh tidak mengerti. Arghhh kenapa aku jadi kesal begini?!"
Sasha menepuk-menepukan bahu Mikasa mencoba menenangkan. "Kau menyukai pria itu?" "Tidak!"
Jawab Mikasa mantap. "Kalau begitu ini bukan masalah untukmu kan? Lupakan saja. Yah... walaupun respon yang kau buat tidak bisa membohongi sih.""Apa maksudmu?" Mikasa menatap Sasha dengan tajam, namun perempuan itu hanya bisa tersenyum misterius. "Bukan apa-apa, lambat laun kau juga pasti menyadrinya."
Tiba-tiba ponsel Mikasa bergetar, sebuah nomer tidak dikenal memanggilnya. Mereka menatap layar ponsel bersamaan sambil menebak siapa orang di balik telepon tersebut. "Siapa?"
"Aku juga tidak tahu."Tanpa berfikir panjang Mikasa menjawab panggilang tersebut. "Hallo Mikasa? Saya Manager Levi."
Mikasa mengerjap mencoba mengingat sosok pria paruh baya yang pernah ia lihat sebelumnya."Ah ya."
"Boleh saya meminta tolong? Ini sangat penting saya harap Mikasa mau membantu. Ini menyangkut Levi."
"Bantuan?"Mikasa berdeham tengah menimbang-nimbang. "Kalau ada yang bisa saya lakukan, baiklah."
"Jika anda setuju saya akan jemput."
"Kalau tidak merepotkan, saya tunggu disini nanti saya kirim titik tempat saya sekarang."
"Baik saya mengerti, saya akan segera kesana. Terima kasih.""Apa katanya?" Tanya Sasha penasaran. "Manager Levi meminta tolong padaku tapi aku tidak tahu apa dia akan menjemputku ke sini." Tutur Mikasa menjelaskan sambil tanganya yang menaruh kembali ponsel ke atas meja.
"Hmm..." Sasha termangut paham meski rasa penasarannya belum tertuntaskan."Kalau begitu aku pergi duluan ya."
"Heeeh? Setidaknya tunggu aku sampai Manager itu datang."
"Kalau sampai aku melihatnu dijemput yang ada nanti aku malah memaksa untuk ikut. Memangnya kau mau?"Mikasa menggeleng keras, perempuan itu pasti akan merepotkan. "Yasudah. Pergi sana jangan kembali."
Sasha terkekeh sejurus kemudian ia mengambil tas lalu beranjak dari kursi. "Bye, bye. Telepon aku kalau ada apa-apa ya?"
Sasha melambaikan tangannya sambil menggoda. Sedangkan Mikasa hanya mau menjawab dengan memutar mata sebal."Najis banget deh pacar gua bukan cepet pergi lu dasar mamoth!"
"Eh jangan lupa bayar tagihan ya anggap aja biaya konseling tadi."
"Sialan lu, jadi ngajak gue kesini buat meres gue? Dasar mak lampir!"
Sasha ketawa jahat sambil jalan menjauh keluar dari cafe.•••
Bonus dialog buat kamu yang author sayang maaf ya jadi ga nyambung hoho 😂😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Attack on You
FanfictionMikasa sangat ketakutan pada perasaanya, hatinya tertutup rapat dan terkunci. Dia bukan penyuka sesama jenis, tapi baginya kasih sayang antara pria dan wanita itu menjijikan! Karna beberapa alasan, dia tidak pernah, dan TIDAK AKAN PERNAH pacaran! B...