Keesokan harinya Levi terbangun. Jam menunjukan 7 pagi, hanya hening yang pertama kali ia rasakan. Iya menoleh ke segala arah seperti ada yang aneh. Ia mengingat kembali kejadian semalam.
Oh iya, ada Mikasa di rumahnya. Levi segera turun dari kasur. Ia keluar membuka pintu, yang ia lihat kondisi living room yang lebih rapi. Tidak ada botol berserakan lagi.Levi berjalan menuju kamar yang tak jauh dari tempat dia berdiri sekarang. Ia membuka pintu, tapi tidak melihat apapun. Kamar dalam keadaan kosong. Kemana perginya perempuan itu? Levi membatin seraya kembali menutup pintu. Ia kembali berjalan menyensor sudut ruangan. Tak lama matanya berhenti di sebuah sofa depan tv.
Nampak Mikasa tengah tertidur pulas di atasnya. Dengan posisi menyamping matanya terpejam sangat tenang. Levi berjalan beberapa langkah untuk melihat perempuan itu lebih dekat. Rambut Mikasa diikat asal, membuat poni dan anak rambut berantakan menghalangi wajahnya.
Levi seka rambut itu secara halus agar Mikasa tidak terbangun. Levi perhatikan wajah Mikasa sambil bergumam. Sepertinya Mikasa membersihkan rumahku semalaman, sampai ia kelelahan. Apa dia tidak sadar jika matahari sudah terbit sangat tinggi?Levi melihat tubuh Mikasa sampai ujung kaki, yang ia fikirkan kenapa dia sangat keras kepala padahal sudah kusuruh tidur di kamar. Levi membuang nafas panjang, ia berjalan dengan sendirinya masuk ke kamar lalu mengambil selimut. Kemudian ia kembali berjalan menghampiri Mikasa lagi, ia pasangkan selimut itu hingga sebagian tubuh Mikasa tertutup. Menggambil remote AC dan menurunkan suhunya.
•••
Pagi menjelang siang Eren dan Crista tengah mengepak mereka, sebab hari ini mereka akan kembali pulang ke Tokyo. Eren melirik ke arah Crista, ia merasa bingung kenapa semenjak kemarin perempuan itu banyak berdiam. Mulutnya seolah kelu tak ingin bicara, Eren menganggap pasti ada yang salah. Entah karna tingkahnya atau karna hal lain.
Eren penasaran, ia ingin tahu kenapa Crista bisa seperti itu. Ia tidak mau terus bertanya-tanya dalam hati, lebih baik ia beranikan diri untuk angkat bicara. "Crista."
Sang pemilik nama langsung menoleh. Ia sadar seseorang memanggilnya. "Ya Eren. Ada apa?"Wajahnya datar, sangat datar tanpa ekspresi. Eren terdiam sejenak, kemudian ia tersenyum getir. "Kenapa diam terus? Apa aku membuat salah?"
Crista menggeleng.
"Bohong." "Sungguh. Tidak kenapa-kenapa Eren."
"Jawab yang sebenarnya Crista."
Suara Eren meninggi."Memangnya kau ingin aku menjawab apa?" Crista masih menautkan pandangan, ia menatap sayu ke arah mata Eren. Pria itu tahu ada yang disembunyikan, tapi apa? Ia sedang berusaha mencarinya. "Aku ingin mendengar sesuatu darimu."
Crista memiringkan kepala, ia sengaja membuang wajah. Seakan tidak tahan menatap Eren lama-lama."Aku tahu pasti terjadi sesuatu hingga membuatmu seperti ini. Aku tahu Crista... Aku tidak tahu apa itu karna aku, atau karna hal lain, tolong katakan agar aku tidak terus gelisah. Apa karna kejadian tempo hari saat kau melihat pesan dari Mikasa?"
Ya salah satunya tapi bukan itu Eren. Bukan... Crista kini termenung kepalanya tertunduk sedih. Ia ingin kabur dari situasi ini lalu menangis. Ada beban di hatinya, ia ingin utarakan tapi tidak tahu bagaimana caranya.
"Padahal setelah kejadian itu kau kembali ceria seperti biasa. Kemarin juga kita pergi ke beberapa tempat menyenangkan kau masih tertawa. Kenapa sekarang berubah seperti ini? Kau marah kepadaku?"
Eren bangkit ia berjalan mendekati Crista yang tengah duduk di lantai bersama kopernya. Eren mencengkram kedua bahu Crista ia goncangkan lembut.
"Kenapa Crista?! kenapa?"Hening... selama Eren menunggu jawaban perempuan itu malah membisu tak berkata apapun lagi. Eren sama sekali belum mengerti, baginya ini adalah masalah. Ia tidak mau seperti ada rasa caggung yang tidak nyaman di antara mereka. Eren ingin segera menyelesaikan masalah ini. Meski Crista hanya diam, ia akan terus berusaha agar Crista mau menjelaskan.
•••
Perlahan Mikasa membuka mata. Ia mengerjap beberapa kali untuk memulihkan kesadarannya. Ia bangkit, mengucek mata beberapa kali, menatap pemandangan asing yang tak biasa ia lihat. Barulah Mikasa tersadar jika itu bukan rumahnya.
Mikasa melepaskan selimut yang belekat di tubuh, lalu ia berjalan sambil membetulkan letak kunciran rambut. Sambil mencari-cari kemana sang pemilik rumah pergi. Mikasa berjalan ke arah balkon di samping rumah, ia melihat seorang manusia duduk dengan nyaman di sebuah ayunan. Ia tengah membaca buku dengan serius, kakinya menyilang serta kaca mata menghias wajahnya. "Sedang apa kau di sini?"
Terdengar suara Mikasa parau.
"Sudah bangun? Kau tahu jam berapa ini?""Hmm?" Mikasa mengernyit tanda tidak tahu. "Jam 10!" Kedua mata Mikasa otomatis terbuka lebar. Ini bukan hari libur, kenapa ia bangun setelat ini? Tak lama terdengar suara ponsel bergetar dari dalam rumah, suaranya cukup nyaring membuat sang pemilik ponsel berlarian panik untuk melihat. Mikasa menatap layar ponsel nama Sasha yang muncul. "Hallo?"
"Hallo kepalamu! Kau tidak ke sekolah hari ini?"
Mikasa menepuk dahinya ahh... ia merasa bodoh sekarang. "Aku kesiangan."
"Haaah?! Habis tempur semalam?"
"Ya begitulah. Dari semalam aku di rumah Levi."
"Ya Tuhan... Ini akan menjadi berita besar. Yak! Kau tidak pulang? Masih di rumah Levi?"
"Ya."
"Cerita padaku apa yang terjadi?"
Kemudian Sasha melanjutkan perkataannya dengan nada yang berbisik. "Kau berbuat kotor semalam?"
"Kau gila! Tidak terjadi apapun. Jangan fikir macam-macam."
"Terus kenapa kau bisa di rumah Levi?"
"Managernya meminta tolong padaku untuk menjaga dia."
"Apaa?! Memangnya dia bayi besar?! Kenapa harus dijaga segala."
"Ahh.. tidak tahu. Ceritanya panjang..."
Mikasa stress ia mengeluh sambil mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Kemudian Levi muncul memperhatikan Mikasa yang tengah kalang kabut. Levi menaruh buku di atas meja, lalu duduk santai menyilangkan tangan dan kaki."Nanti saja kuceritakan. Sudah ya."
"Di mana rumah Levi?" Mikasa tahu apa maksud dari pertanyaan tersebut. Bukan salah lagi Sasha pasti akan pergi menyusulnya ke sini. Tut.. tut..
Mikasa tidak mau sampai itu terjadi, ia segera menutup telponnya. "Bagus sekali ya, sengaja membolos?"
"Diam kau."
Ketus Mikasa, ia bingung harus melakukan apa sekarang. "Mau terus di sini sampai kapan?"
"Secepatnya aku akan pulang!"
Mikasa menyensor keadaan rumah, tidak ada tanda-tanda pak Sasaki telah kembali. Ia pun geram membanting lemah ponselnya ke arah sofa. Lalu meraung panjang dalam bantal. "Arghhhh..."
"Bilang saja kalau betah, tenang...aku tidak akan mengusirmu. Tapi caranya jangan membolos juga."
"Berisik sialan!" Mikasa melempar bantal yang ia pegang tepat ke tubuh Levi, tapi dengan cepat ia menangkap bantal itu.
"Jadi wanita jangan kasar. Seram."
"Terserah!"
"Suruh siapa tidur seperti kerbau. Makanya biasakan pasang alarm."
"Alarmku di rumah bodoh!"
"Apa salahnya pasang juga di handphone?"
"Arghhh... tidak tahu ah! Jangan ajak aku bicara."
Darah Mikasa semakin mendidih, ia gusar rambutnya pun sudah terlihat tak beraturan. Levi sesekali mencuri pandang dan menahan tawa.Tiba-tiba Mikasa menatap selimut yang berada di dekat ponselnya. Ia tersadar padahal semalam ia tidur tidak mengenakan selimut. Dari mana datangnya selimut itu? Ia memutar ulang kejadian saat ia terbangun. Ia mengingat jika dari awal selimut itu sudah berada di atas tubuhnya. Bagaimana bisa?
Mikasa melirik Levi, Levi pun ikut melirik gadis tersebut. Mikasa mengambil selimut lalu ia todongkan ke arah Levi. "Kau yang memberi aku selimut ini?"
Levi langsung menghindar, ia membuang muka, entah kenapa pria itu merasa takut. Takut antara ketahuan perhatian atau malu. "Ya aku kasihan, habis tidurmu seperti anjing yang hilang."
"Tadi kerbau sekarang anjing, kau anggap aku apa? Binatang?""Hmm... cuaca hari ini cerah ya... fufufu~" Levi mengerutkan mulutnya hingga berbentuk O, kemudian ia bersiul dibuat-buat.
"Jangan alihkan pembicaraan! Kau bangun jam berapa tadi?"
"Tujuh."
"Kenapa tidak membangunkan aku berengsek?!"
"Karna aku sengaja." Kini bukan hanya bantal yang melayang tapi selimut itu pun Mikasa lempar kuat-kuat.•••
Maafin Mikasa yang tsundere. Perasaan agak panjang bagian ini. Apa iya? 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Attack on You
FanfictionMikasa sangat ketakutan pada perasaanya, hatinya tertutup rapat dan terkunci. Dia bukan penyuka sesama jenis, tapi baginya kasih sayang antara pria dan wanita itu menjijikan! Karna beberapa alasan, dia tidak pernah, dan TIDAK AKAN PERNAH pacaran! B...