15

855 112 10
                                    

Senja selepas pelajaran selesai Mikasa hendak pulang menuju gerbang. Ia menutupi wajah dengan buku lalu memengendap-endap menyembunyikan diri dalam kerumunan. Dahi Sasha mengerut melihat tingkah Mikasa yang aneh, seakan gadis itu tengah menghindari sesuatu. Sasha yang tidak tahu akhirnya bertanya dengan menepuk pundak Mikasa pelan. "Hey. Kau ini sebenarnya kenapa?"

"Sstttt!!!" Mikasa mengatupkan mulutnya dengan telunjuk serta mata yang menyalak tanda memperingatkan Sasha untuk diam. "Aku tau laki-laki itu pasti sedang menungguku di depan gerbang. Aku tidak mau bertemu dengan dia."

"Siapa?" Sasha memiringkan kepala mencoba berfikir, belum juga ia menuntaskan fikiranya. Mikasa segera mendorong tubuh Sasha agar menjauh. "Jangan dekat-dekat pergi sana! Nanti dia tahu."

"Heeee!" Sasha menohok sambil terjungkal-jungkal, ia refleks berusaha menyeimbangkan tubuh. Alhasil kini jarak antara Mikasa dan Sasha lebih jauh dari yang tadi. Mikasa mengibaskan tangan tanda mengusir, Sasha sontak jengah memutar mata. "Aku duluan, jangan ikuti aku!" Tegas Mikasa lagi.

Sasha pasrah ia mengembuskan nafas kasar memandangi Mikasa yang menjauh. Perlahan tapi pasti Mikasa terus mengendap hingga di bibir gerbang. Kepalanya menoleh ke kanan ke kiri siaga. Ia takut jika orang itu mengetahui keberadaannya.

Mikasa menutup wajahnya rapat-rapat dengan buku, kepalanya tertunduk dengan pandangan menjurus ke aspal jalan. Mulut Mikasa terus berkomat kamit ia berharap bisa lolos dari jeratan orang tersebut. Namun naas belum lama ia menjauhi bibir gerbang, angan-anganya musnah seketika. Seseorang menarik buku yang menghadang dari hadapan Mikasa.

Orang itu menarik lalu menjulangkan tinggi-tingi dengan tangannya. Membuat wajah Mikasa terpampang jelas sekarang. Levi tersenyum puas mendapati Mikasa yang berusaha kabur, ia sudah tahu dari awal jika Mikasa pasti akan kabur seperti itu ia terlalu cerdik untuk menyadarinya.

"Mau kemana hah?!" Mikasa kalang kabut, ia mengerjap sesekali selagi mengatur kata yang akan diucapkan. "Pulang!" "Kau fikir kau bisa menghindariku?" Senyuman Levi kini berubah menjadi seringai. "Ya! Memangnya siapa juga yang mau bertemu denganmu!"

"Kenapa?" Levi mencengram tangan Mikasa sedikit kasar, menyorot perempuan itu dengan amat serius. "Kau pasti akan membuat gara-gara lagi. Makanya aku menghindar!" Mikasa menarik mundur lenganya kuat hingga terlepas dari genggaman Levi. "Sekarang kau mau apa lagi? Kelakuanmu itu menggangguku tahu!"

"Hmm... jadi aku menganggumu, kalau begitu maaf. Aku hanya ingin mengantarmu pulang hari ini, memastikan agar kau sampai rumah dengan aman." Levi memandang gamang perban di kaki Mikasa yang belum tercopot sempurna. Pemuda itu tahu jika Mikasa belum sepenuhnya pulih, ia masih ingin bertanggung jawab hingga Mikasa sembuh total.

Entah kenapa melihat raut wajah Levi yang seperti itu Mikasa jadi mau berubah fikiran. Tiba-tiba saja hatinya menjadi lembek. Ia tidak mau membuat pemuda itu semakin iba, apa boleh buat lagi-lagi Mikasa harus memerima niat baik Levi kali ini. "Iya... iya... aku menyerah."

"Menyerah apa? Menyerahkan seluruh jiwa ragamu kepadaku?" Mikasa langsung menoyor pria bermasker tersebut dengan kuat. "Hey!" Levi berdecak sambil mengelus kepalanya kesakitan. "Sudah syukur aku tidak menolak, jangan bicara sembarangan!"

Tanpa basa basi Mikasa segera berjalan menuju mobil hitam yang berada di sebrang jalan. Sedangkan sang pemilik mobil mengekor dari belakang dengan raut wajah merajuk. Ia masih tidak terima dengan perlakuan Mikasa terhadapnya. "Cepat, sebelum aku berubah fikiran lagi."

Meski begitu Levi tetap patuh segera membuka kunci mobil, Mikasa yang sudah di depan pintu masuk ke dalamnya dengan santai. Kemudian Levi yang juga menyusul duduk di balik kemudi, menarik gas secara perlahan membuat benda beroda tersebut berjalan.

"Aku kira kau akan membawa truck makanan lagi dan membuat heboh seisi sekolah." Mikasa membuka suara dalam hening membuat Levi menoleh kearahnya. "Memangnya kau suka?" "Tidak." Jawab Mikasa singkat dan padat. "Makanya aku tidak melakukannya lagi, aku tahu kau tidak suka."

"Aku tidak habis fikir kenapa kau bisa melakukan itu." "Itu karna aku bingung."
"Bingung?" Sekarang giliran Mikasa yang memiringkan wajah, ia penasaran akan penjelasan Levi selanjutnya. "Saat itu aku bingung, aku berniat membawakanmu makan siang, tapi aku tidak tahu harus membawa apa jadi sekalian saja aku bawa trucknya untukmu. Dengan begitu aku bisa membawa banyak jenis makanan."

"Hah?" Mikasa tak sanggup lagi berkalimat ia melongo takjub. "Jadi kalau kau mau memberikanku bunga, kau akan membawa bersama tokonya begitu?" "Tidak."
"Kenapa?" "Karna aku akan membawa beserta taman-tamannya." Levi terbahak puas, sedangkan Mikasa menggeleng ampun.

"Bahkan jika kau menginginkan bintang aku akan berikan itu untukmu." "Sungguh?" Levi mengangguk selagi memengang kendali setir, matanya terus fokus memperhatikan jalan. "Kau akan memetiknya dari langit untukku?"
"Tidak." Mikasa memicingkan mata kecewa dengan jawaban Levi. "Cih!"

"Bukan begitu maksudku." "Terus apaaa?" "Kau tidak sadar jika yang di sampingmu ini bintang? Kau bisa memilikiku." Levi tersenyum menggoda, hanya dengan melihatnya membuat perut Mikasa terpelintir mual. Jika saja ia bisa memuntahkan isi perutnya, ia akan muntahkan sekarang juga. Teaksi lucu yang Mikasa buat membuat Levi terbahak untuk kedua kali.

Mikasa memutar arah pandangnya jengkel di tandai dengan bibirnya yang mengerut. Ia melihat ke luar kaca mobil, yang ia lihat langit jingga berbaur hitam. Mereka melaju cukup kencang di jalanan yang sepi. Angin seekali hilir mudik membelai. Mengepak ranting membiarkan daun berjatuhan.

Seketika suasana menjadi senyap. Tidak ada suara apapun yang terdengar, Mikasa dan Levi saling terdiam tenggelam dalam isi kepalanya masing-masing. Levi yang berkonsentrasi penuh menatap kedepan, dan Mikasa termenung melihat pemandangan.

Nampak sebuah jembatan dengan sungai di bawahnya. Airnya mengalir tenang, seketika sebuah ingatan menyusup tanpa izin. Memandang sungai dan jembatan tersebut mengingatkan Mikasa sesuatu. Memori yang telah lama berlalu seperti terekam kembali. Eren... satu kata yang muncul dalam benaknya. Sudah kama ia tidak bersua dengan pria itu, apa kabar? Apa dia baik-baik saja?

Setelah itu Mikasa mengingat terakhir kali ia melihatnya. Saat di rumah sakit waktu itu. Arghh... tiba-tiba Mikasa menjadi gusar. Kenapa bisa begini, ia tidak suka perasaan ini.

•••

Yang mau liat adegan Mikasa x Eren mohon bersabar yah 😘 tium reader atu-atu. Taburi aku bintang yaaaa ❤️❤️

Attack on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang