21

731 93 2
                                    

Sebuah mobil berhenti di depan gedung apartemen. Orang yang berada di dalam mobil tersebut keluar satu persatu. Nampak Mikasa berjalan dengan ragu, lalu pak Manager mengekor di belakangnya. Sepanjang jalan fikiran Mikasa berkecamuk sebenarnya apa yang membawa ia kesini?

Pak Manager tidak terlihat mencurigakan, ekspresinya menunjukan tenang membuat Mikasa semakin bingung untuk menebak apa yang terjadi. "Masuk." Kata pria itu setelah membuka pintu apartemen. Ragu, semakin ragu yang Mikasa rasakan, ia menelan ludah saat memasuki lorong kecil yang gelap sebelum memasuki ruangan utama.

Bau alkohol menyengat, aura dingin dari AC amat terasa. Mikasa menyelidik setiap sudut ruangan, terlihat kacau dan berantakan. Ada sebuah foto besar terpajang Mikasa terperangah sesaat menatapnya. Sosok Levi tampak mempesona berpose dengan wajah datar. Sekarang ia tahu siapa pemilik dari apartemen ini.

"Levi ada di kamar, mari saya antar." Tungkas pak Manager. Mikasa mengangguk kecil sebagai jawaban, perasaanya mulai tidak enak. Ia yakin ada sesuatu yang terjadi dengan Levi. Ia harus segera melihatnya.

Gagang pintu diputar secara perlahan hingga pintu terbuka, Mikasa menatap dengan serius balik kamar yang gelap. Mikasa mencoba masuk ia memberanikan diri mendekat, ia berjalan dengan hati-hati sebab banyak sekali botol alkohol berserakan di lantai. Meski di dalam ruangan minim cahaya, Mikasa bisa melihat jika ada seorang manusia tengah berbaring di atas tempat tidur.

"Sudah beberapa hari ini dia tidak mau makan." Pak Manager gamang, membiarkan Mikasa melihat jika ini lah yang sedang terjadi. "Dia kenapa?"
Pak Manager menghela nafas panjang, ia tarik oksigen dalam-dalam sebelum menjawabnya. "Beberapa hari yang lalu dia pulang dengan kondisi kacau, setelah itu ia bertengkar dengan Ayahnya. Semenjak itu juga ia tidak mau melakukan aktifitas apapun, ia hanya mengurung diri di kamar."

Mikasa berdeham, Ia mengepal tangan lalu menyugar rambut frustasi. "Jadi apa yang bisa saya lakukan?"
"Tolong bantu Levi agar ia mau tetap hidup."
"Hah?!" Mikasa menoleh menatap tajam lawan bicaranya. "Yak... Maaf tapi aku tidak bisa melakukannya." Konyol... Ia membatin.

"Saya bingung harus meminta bantuan siapa lagi, sedangkan Levi tidak memiliki banyak orang yang dekat dengannya. Hanya kau yang sering diceritakan Levi kedapa saya." Mikasa melongo mulutnya terbuka sedikit. "Orang aneh..."

"Kalau ada yang dibutuhkan Nona bisa hubungi saya." Mikasa menggeleng keras. Kata Nona membuatnya bergidik geli. "Panggil saya Mikasa saja." Pak Manager mengiyakan. "Saya berharap banyak padamu, orang ini sepertinya sudah sangat putus asa."

Mikasa sudah berfikir sejak tadi ia tahu harus melakukan apa. "Saya paham. Pertama kita harus membuat orang ini bangun dari tempat tidurnya dan menyuruhnya makan." Mikasa menegaskan. "Dia akan tetap hidup jika makan. Bagaimana bisa ia menahan lapar hingga berhari-hari seperti ini?"

Mikasa semakin mendekat, menarik selimut kuat-kuat hingga tubuh Levi terekspos secara penuh. Mikasa langsung mual bau alkohol dari tubuh Levi semakin menyengat menerobos masuk ke saluran pernafasan. "Bangun!" Paksa gadis itu mengguncangkan tubuh Levi.
"Cepat bangun! Kau mendengarku?"

Tidak ada respon kedua mata Levi masih terpejam. "Pak sepertinya orang ini sudah mati, kita langsung kubur saja bagaimana?" "Pergi sana."
Kata Levi lemah menjauhkan tubuh dari Mikasa. Pak Manager mengangkat kedua tangannya tanda ia sudah pasrah. "Saya serahkan semuanya padamu." Pria itu cepat-cepat angkat kaki dari kamar menyerahkan segala tanggung jawabnya kepada Mikasa. Tapi perempuan itu tidak terima, sebab ia segan melakukan semua seorang diri. "Pak tunggu! Bapak juga harus bantu say..." ucapan Mikasa menggantung saat Levi berhasil lolos melepaskan diri. "Bangun bodoh! Jangan merepotkan orang seperti ini!"
Mikasa memukul keras dada Levi lalu ia melirik ke arah pintu dan laki-laki di hadapannya secara bergantian.

"Heh dengar ya kalau jadinya seperti ini aku tidak sudi membantumu." "Siapa juga yang meminta bantuanmu? Aku tidak butuh."
"Oh jadi kau masih punya tenaga untuk melawanku? Sepertinya kau baik-baik saja kalau begitu aku pulang."
"Ya. Pulang saja sana."
Mikasa mengernyit. Memukul kembali bagian tubuh Levi dengan penuh rasa kesal. "Dasar tidak tau diuntung sudah bagus aku mau datang untuk melihatmu! Cepat bangun sebelum aku menyeretmu dengan cara yang lebih kasar!"

Levi terusik seseorang telah menganggu ketenangannya. Lalu ia terbangun secara paksa, menarik tangan Mikasa dan mendorongnya ke atas kasur. Membuat Mikasa terlentang di bawah tubuh bidang pria itu. "Apa yang kau lakukan?!"
"Membuatmu diam."

Mata Mikasa membulat ia terkejut dengan tingkah Levi yang tak mampu ia duga. Refleks Mikasa mendorong tubuh Levi membuatnya untuk menyingkir. "Menjauh dariku!" Alih-alih menjauh Levi malah semakin mencengkram sprei memperkokoh pertahanannya, ia tidak mau kalah. "Berengsek! Pergi sana apa yang mau kau lakukan?!"

Mikasa terus berontak ia tidak ingin tinggal diam, semakin lama jantungnya ikut bergemuruh ia takut bagaimana jika pria itu akan meng apa-apakannya. "Jika kau terus berkata kasar seperti itu, aku tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini."

Tangan Levi merayap menarik bagian sisi baju Mikasa. Mikasa menepisnya ia semakin takut untuk menatap wajah Levi. "Sialan! Bajingan!"
"Hmm... jadi itu maumu?"
Levi mencoba menarik baju Mikasa untuk yang kedua kali, tidak ada yang tahu apa yang akan di lakukannya, bibirnya menyeringai seperti orang gila.

Plak!

Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Levi dengan mulus. Sontak ia terdiam sebab rasa perih cukup terasa olehnya. "Tidak waras ya? Aku memang tidak tahu apa yang terjadi kepadamu. Tapi jangan seperti ini Levi!"

"Kau tidak tahu apapun tentangku."
"Ya! Aku memang tidak tahu. Bagaimana aku bisa tahu jika kau tidak mengatakan apapun. Katakan padaku ada apa? Jangan bertindak seperti orang gila tanpa sebab! Jika kau punya masalah katakan! Jangan membuat orang cemas."

Levi bungkam perlahan ia membenarkan letak posisi tubuhnya. Ia duduk termenung menatap lantai marmer yang dingin. "Maaf kalau kemarin aku berbuat salah kepadamu. Jika perkataanku membuatmu sakit hati atau apapun itu. Aku kesini sekalian meminta maaf, tapi caramu memperlakukanku barusan aku jadi ingin membunuhmu."

Levi terkekeh mendengar Mikasa yang meracau, bibirnya mengembang untuk yang pertama kali. "Maaf aku juga tadi aku hanya bercanda. Itu cukup mengiburku."
"Tsk! Bocah gila, itu bukan lelucon! Kau lakukan itu sekali lagi, aku tusuk jantungmu!"
"Iya... iya..."
"Misiku yang pertama selesai, aku akan membuatmu untuk hidup meski itu menjengkelkan."

Mikasa juga ikut terbangun dari kasur berbalut bedcover berwarna monochrome. Ia beranjak lalu berjalan menuju pintu seolah ia akan keluar dari kamar itu. "Kemana?" "Pesan makanan. Mau makan apa? Ada yang ingin kau makan?"
"Tidak ada."
"Ingin kutampar lagi?"

Levi menelan ludah ia meringis lalu menggeleng dengan cepat. "Kalau begitu makan." "Iya." Mikasa mengigit bibir gemas lalu memutar mata sesaat. Langkahnya sedikit gontai mencari sosok Pak Manager yang akan menolongnya jika ia membutuhkan sesuatu, sesuai dengan apa yang diucapkan pria tua itu tadi.

•••

Jadi gini 😞 maaf author gak teratur up. Lama2 author merasa kemampuan menulis author kurang gitu jadi gak pede lanjutin. Tapi karna masih ada yang mau baca dan vomment. Author mau deh lanjutin meski gajelas gitu ceritanya. Huhuhu

Attack on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang