33

754 74 13
                                    

Brak! Brak! Brak!

Suara ketukan terdengar keras berulang kali. Eren Mikasa sontak terlejut, memandang ke arah pintu. "Seseorang di sana?!" Armin berteriak. "Hoii...!! Mikaaasaa, Ereen!" Kini terdengar suara perempuan.

Mikasa dan Eren cepat-cepat berlari menuju pintu. Eren menggandeng tangan Mikasa lagi, ouch andai saja mereka tahu betapa gemuruhnya jantung Mikasa saat ini. "Kami di sini!!" Eren menyaut keras.

"Syukurlah." Eren tersenyum lega, akhirnya bala bantuan datang. Malah bukan hanya Armin, Sasha juga ikut menolong mereka. Mikasa senang tidak senang terkurung di sana. Berkat kejadian itu juga ia bisa berbicara dengan Eren sedekat tadi.

Saat pintu terbuka cahaya masuk menyeruak. Sasha langsung memeluk Mikasa sedih. Armin juga rasa gusarnya perlahan memudar. Ada satu orang lagi yang menolong, sesosok pria tua membawa kunci di tangannya. "Kami minta tolong juga pada penjaga sekolah, beliau yang pegang kuncinya."

"Oh...terima kasih banyak." Eren membungkuk 90 derajat. Mikasa juga ikut membungkuk. "Kalian tidak apa-apa? Ayo kita cari tempat hangat."
Penjaga sekolah berujar. Armin dan Sasha menjulangkan dua buah payung yang sudah mereka siapkan. Ingin rasanya Eren dan Mikasa terharu tapi itu tampak menggelikan.

—•••—

Hujan berhenti meninggalkan jejak basah dan aroma khas. Eren, Mikasa, Armin dan Saha berjalan menuju stasiun. Mereka berjalan saling beriringan. Mikasa mendongkak untuk melihat bintang, Eren yang memperhatikan Mikasa ikut menatap langit.
"Langit sehabis hujan. Indah ya."
Gumam Eren, Mikasa hanya tersenyum. "Aku sedang menghitung bintang."

"Hahaha...konyol." Cibir Sasha. Armin hanya menyimak diam. Akhirnya mereka berempat memandang langit bersamaan. "Andai saja ada aurora lengkap sudah."
"Kau fikir kita di Islandia?"
"Hahaha.."
"Jika malam, bulan dan bintang akan muncul selepas hujan. Jika siang, matahari dan pelangi menggantikan awan yang kelabu."

"Angin dari mana Mikasa jadi melancholic begini? Sedang senang ya?" Mikasa menarik kedua sisi bibirnya lebar. "Iya begitu lah." "Hoo...jangan-jangan saat di gudang terjadi sesuatu pada kalian. Anu...chu chu chu."
"Minta dihajar?" Mikasa geram. Sasha terbahak, ia senang meledek seperti itu.

"Dari tadi aku mencium bau hujan."
Sekarang giliran Armin yang bersuara. "Itu petrikor." Jawab Eren.
"Petrikor dalam bahasa yunani artinya aroma hujan yang jatuh ke bumi. Petra artinya batu, dan ichor artinya aliran darah para dewa."
Jelas Eren lagi, kini semua pasang mata memandang heran. "Tumben pintar."

"Mungkin tadi pas di gudang ada hantu cerdas merasukinya. Rawrrrr!" Seru Sasha membuat pose seram. "Haha...Itu lebih konyol lagi." Mikasa tertawa kecil ia menutup mulutnya.

"Ngomong-ngomong kenapa kalian bisa terkunci di gudang?" "Aku juga tidak mengerti." "Jangan-jangan hantu yang mengunci kalian berdua? Rawrr!"
"Sasha hentikan. Tidak lucu! Hahaha"

"Tidak lucu tapi tertawa. Tcih!" Sasha memutar mata dari Mikasa, seraya bibirnya mengerut maju. "Mungkin kuncinya rusak?" Mikasa berpendapat.
"Tidak mungkin, seoalnya aku mendengar langkah kaki."
"Serius?" Mikasa menoleh ke arah Eren cepat. Lalu pria itu mengangguk. "Iya. Ada seseorang yang mengunci kita."

Tapi siapa? Tanya Mikasa dalam hati.

—•••—

Flash back.

Sore itu sepulang sekolah, semua kegiatan siswa dan guru terpaksa ditutup. Jean tengah berjalan menuju kantor, ia membawa banyak buku catatan di tangannya. Ia pintar dan terkenal di kalangan guru. Sebab itu ia bertugas sebagai ketua kelas, ia cekatan dan bisa diandalkan.
Sudah sepatutnya Jean mengerjakan banyak hal termasuk permintaan para guru siapapun itu.

Attack on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang