Mikasa keluar dari kamar mandi sambil tersenyum. Betapa leganya pagi itu ia merasa kembali segar. Lengkap dengan seragam di tubuhnya, setelah mengeringkan rambut ia berjalan ke ruang tengah nampak sarapan sudah di atas meja. Mikasa menoleh ke kanan ke kiri siapa yang menyiapkan ini? Tidak mungkin!
Mikasa mencari Levi, ia berlari ke arah dapur benar saja sosok yang ia cari tengah berdiri di sana. Sesaat Mikasa terpana, memandang bagian tubuh Levi yang tak berbusana. Pria itu hanya mengenakan celana pendek dan apron. Levi juga menoleh ke arah Mikasa ia tahu keberadaan gadis itu. Segera Mikasa balik badan ia takut melihat bongkahan otot Levi lama-lama. "Anu...apa yang kau lakukan di sini? Berbuat bodoh lagi?"
Tanya Mikasa gugup."Kau buta? Aku sudang masak."
"Kenapa telanjang seperti itu?!"
"Habis mandi tadi langsung ke sini."
"Alasan! Kapan mandinya tadi kamar mandi dipakai aku."
"Kau fikir kamar mandi di rumah hanya ada satu? Cepat makan sana setelah itu pergi ke sekolah!"
Bibir Mikasa mengerut ia tidak menjawab apapun, hanya suara kakinya yang menghentak.Mikasa pergi menuju meja makan ia duduk rapi di hadapan makanan. Ada toast, bacon, telur goreng dan sallad. Ada juga beberapa jenis selai seperti jeruk dan nuttela. Mikasa mengambil satu toast ia lumatkan selai jeruk lalu memakannya lahap. Sambil mengunyah Levi datang ia membawa dua gelas smoothies, Mikasa tidak tahu apa saja isi minuman yang bercampur itu. "Kau!"
Levi menyalak, langkahnya terhenti.
"Kenapa makan duluan?!"
"Hah? Tadi kan kau menyuruhku makan?"Levi gemas ia mendekati meja makan dan manaruh gelas dengan kasar. "Kenapa tidak menungguku?! Aku menyiapkan ini agar kita sarapan bersama!"
"Kau tidak menuruhku untuk menunggumu tadi. Jadi salah siapa?"
Mikasa santai melanjutkan aktifitas makannya. Melahap toast sampai habis lalu memakan bacon dan telur.
Selama makan mereka diam hening sibuk dengan makanannya masing-masing, tapi tampaknya Levi masih merajuk.Hingga Levi menyelesaikan sarapannya lebih dulu. Ia ambil piring untuk di taruh di washtafel, dengan mulut membisu ia kembali ke kamar lalu membanting pintu. Suaranya membuat Mikasa tersentak ia menoleh ke arah pintu tak suka. "Dasar bocah."
Lama kelamaan Mikasa juga selesai menyantap semua, ia bangkit menuju washtafel membersihkan perabotan kotor dan merapikan kembali meja makan.Namun tiba-tiba suara pintu kunci apartemen terbuka. Muncul Sasaki sambil menenteng kantong plastik berisi makanan cepat saji. "Pak Sasaki selamat pagi." Sapa Mikasa seraya membungkuk. "Selamat pagi." Sasaki tersenyum hangat, ada pancaran tidak enak hati kepada Mikasa, ia merasa jahat karna telah berbohong padahal ia tahu gadis itu pasti sedang tersiksa, bagai terkurung dalam kandang singa. Ia tahu betul rasanya seperti apa.
"Maaf aku baru bisa datang. Sudah sarapan?" Sasaki menjulangkan kantong plastik yang ia bawa. "Sudah. Levi menyiapkannya tadi."
Sasaki terkejut. "Demi apa dia mau memasak sarapan untukmu?!"
"Ah eheh... pak Sasaki kira saya berbohong?"
Mikasa mengernyit tersenyum miring. "Yak... bukan begitu maksudku. Tapi ya sudah aku akan mengantarmu sekolah sekarang."
"Terima kasih, saya ambil barang-barang saya dulu."
"Silahkan saya tunggu di sini."Dalam waktu bersamaan pintu kamar Levi terbuka, seperti ada kabut asap menyeruak keluar. Muncul orang itu berbusana lengkap dengan kaca mata hitam dan snapback. Ada bau parfum mahal menyerbak ke seluruh ruangan. Mikasa terperangah, mulutnya mengaga sedikit. Levi kibaskan leather jacket hitam yang ia kenakan.
Brak!
Sambil berpose keren ia menyombongkan dirinya, betapa mempesonanya ia. "Ekhem."
Levi berdeham. "Mau kemana?"
Tanya Sasaki yang enggan bereaksi apapun. "Tidak. Aku yang mengantar gadis itu ke sekolah. Kau!" Levi menunjuk Sasaki, dia memang anak kurang hajar. "Diam saja di sini."
"Kau yakin?"
Tanya Sasaki lagi. "Ini perintah."
Sasaki menyugar rambut lalu duduk di meja makan. "Yaya..."
Rasanya sudah malas Sasaki merespon anak itu, sekarang ia tidak peduli. Ia ambil makanan yang ia bawa. Ia buka bungkusnya lalu mengambil sumpit, perlahan ia melahap isinya sedikit demi sedikit."Saya sudah siap."
Seru Mikasa datang dengan wajah ceria. Tangannya menenteng sebuah tas dan bingkisan yang Levi berikan padanya. Inginnya sih menolak tapi sayang kalau dibuang, jadi ia bawa saja barang itu pulang. Tanpa sadar ia sudah menerima sogokan dari Levi. Seseorang tolong sadarkan dia jika dirinya sudah terpedaya.
"Aku yang antar."
Levi menarik sebelah tangan Mikasa, ia menyeretnya keluar. "Eh?! Bukannya pak Sasaki yang mengatarku?""Dia belum sarapan jadi aku yang antar." "Ahah...sejak kapan bocah itu perhatian padaku. Ah maaf Mikasa orang itu memaksa ingin mengantarmu. Tidak apa-apa kan?"
Mikasa menatap Levi ragu.
"Tsk. Apa boleh buat. Mau bagaimana lagi yang penting aku sampai di sekolah."
Mikasa pasrah, ia setuju tanpa memberikan perlawanan.•••
Sebuah mobil mewah berwarna hitam terhenti di gerbang sekolah. Alih-alih sampai, Mikasa keluar, Levi juga ikut keluar dari mobil. Tentu saja banyak pasang mata menyorot mereka kagum.
Levi yang berkamuflase menjadi orang tak dikenal tetap saja mempesona, auranya terpancar luar biasa. Sedangkan Mikasa berwajah datar ia bingung harus merasa apa sekarang, marah? Sedih? Atau senang? Ia tidak tahu.
"Kalau begitu. Jaa..."Mikasa membungkuk sedikit sebelum pergi namun ditahan oleh Levi ia menarik tangan Mikasa untuk berbalik, memintanya untuk saling menatap kembali. "Ada apa?"
"Barang-barang ini biar aku yang antar ke rumahmu, tidak etis jika dibawa ke sekolah."
"Oh perhatian sekali. Kalau begitu bagus, tolong antarkan."
Mikasa menyerahkan barang-barangnya. Mau diapakan oleh pria itu terserah toh dia juga yang memberikan.
"Tunggu!" Tahan Levi lagi saat Mikasa akan berbalik.
"Apa lagi?"
Dengan gerakan lambat tiba-tiba Levi menyibak salah satu sisi rambut Mikasa ke belakang telinga, kemuadian perlahan ia dekatkan wajahnya. Angin berhembus membuat rambut Mikasa berayun-ayun. Ia menatap Mikasa lekat, sedangkan gadis itu hanya terdiam. Matanya yang berwarna coklat kehijauan mengerjap, lalu membatin. Dia mau melakukan apa?•••
Beberapa menit yang lalu.
Pagi itu seperti biasa cerah. Udaranya sedikit dingin membuat Armin memasukan tangan ke dalam saku. Ia berjalan mendekati sekolah, dalam perjalanan tak sengaja ia menangkap sosok Eren di hadapannya. Ia tersenyum lalu berlari kecil menghampiri.
"Yo!" Armin rangkul leher Eren untuk untuk memberinya kejutan. Pria itu menoleh lalu tersenyum. "Kau..."
Hanya satu kata yang keluar dari mulut Eren. Entah kenapa Armin merasa Eren tampak murung. Wajahnya menunjukan jika ia sedang tidak mood.
"Kau itu lama tidak sekolah. Kenapa sekalinya datang dengan wajah seperti itu? Katakan ada apa?"Eren tersenyum getir. Ia jarang sekali untuk bercerita, rasanya mau tak mau memberi tahu Armin. Tak maunya ia terus mengingat kejadian kemarin. "Crista. Soal Crista."
"Kenapa dia?" Armin tahu tentang Crista semuanya. Namun kali ini apa yang terjadi ia tidak tahu.
"Aku bingung harus cerita dari mana. Ceritanya panjang."
"Pelan-plan saja."
Timpal Armin saat mereka masih berjalan."Aku tidak bisa menghubunginya. Sejak kemarin malam ia tidak bisa dihubungi."
"Mungkin sedang di rumah sakit jadi tidak bisa pegang handphone."
"Mungkin, tapi aku merasa sangat khawatir ."
"Coba kau tengok dia di RS atau rumahnya."
Eren lagi-lagi tersenyum getir ia tidak membalas apapun saran dari Armin. Jawabannya tidak jelas ia ingin mencari tapi entah kenapa rasanya takut. Biarlah nanti Eren fikiran lagi tentang itu lain waktu, ia harus fokus bersekolah dulu.Langkah demi langkah gerbang di depan mata. Bukan hanya gerbang yang di depan mata melainkan sosok Mikasa dan seorang pria. Eren tahu itu pasti si artis Levi. Kemudian langkah Eren terhenti seketika, matanya menyorot kedua orang itu tanpa henti.
Armin juga ikut berhenti, ia menengok Eren lalu mengikuti kemana arah matanya pergi.
Mata Armin membulat ia agak terkejut. Sebab apa yang Mikasa dan Levi lakukan terlihat tidak senonoh.•••
Sabar ya guys namanya juga plot twist ☺️ maafin author baru sadar kalau peran Armin sempat menghilang kemarin wkwkwk maklum author pikun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Attack on You
FanfictionMikasa sangat ketakutan pada perasaanya, hatinya tertutup rapat dan terkunci. Dia bukan penyuka sesama jenis, tapi baginya kasih sayang antara pria dan wanita itu menjijikan! Karna beberapa alasan, dia tidak pernah, dan TIDAK AKAN PERNAH pacaran! B...