28

653 75 5
                                    

Jarak wajah antara Mikasa dan Levi sangat dekat, meski begitu Mikasa hanya diam merasakan jantungnya bergemuruh. Nafas Mikasa tertahan, oh tuhan akan kah ciuman pertamaku direnggut oleh orang ini? Ah gila ya apa yang kufikirkan!
Levi merengkuh wajah Mikasa, ia mengelus pipi Mikasa pelan-pelan dengan ibu jarinya. Terasa halus dan...
"Kau tidak pakai make up ya?"

"WHAT?!"
Wajah Mikasa berubah kikuk.
"Yak!"
"Kan sudah kubelikan kau make up kenapa tidak dipakai hah? Kau tahu tidak, itu make up harganya mahal!"
Mikasa menjauhkan wajah Levi dengan tanganya kasar, hingga pria itu mundur beberapa langkah.
"Aku tahu, aku juga punya yah meskipun tidak banyak. Aku jarang memakainya." Mikasa masih mengatur sikap, ia merasa sangat malu.

"Kau itu perempuan! Harus dandan biar cantik."
"Berisik! Aku ini mau sekolah bukan ke pesta! Di sekolah dilarang bermake up! Paham tidak?!"
Cecar Mikasa, nada suaranya keras membuat orang yang berlalu lalang semakin memperhatikan mereka.

"Sudah-sudah jangan berteman." Entah dari mana datangnya, Sasha muncul. Ia menempatkan diri di tengah-tengah mereka, merentangkan tangan sangat lebar untuk memisahkan kedua orang itu.
"Tolong pertengkaran suami istrinya jangan dibahas di sini ya."
"Hihhhh..." Mikasa jijik, ia membuang muka ke arah samping. Lalu setedik kemudian tak sengaja melihat Eren di sana, berdiri menatapnya bersama Armin.

"Eren..."
Sahut Mikasa tak melepaskan pandangan. Nampak sangat jelas Mikasa terkejut, perasaanya semakin tak karuan, namun kali ini lebih seperti sedih. Raut wajah Eren juga muram, kenapa kau mentapku seperti itu? Harusnya aku.

Armin merasakan situasi canggung, segera ia lambaikan tangan sambil tersenyum lebar. "Selamat pagi..." serunya mencoba cairkan suasana. "Ayo sapa mereka." Titah Armin mendorong punggung Eren maju. Namun Eren tetap diam seakan segan untuk beranjak.
"Kenapa? Mereka sudah terlanjur melihat kita. Ayo lah..."

Eren membuang nafas kasar, mulutnya masih kelu untuk berkata-kata, tapi akhirnya ia paksakan. Armin dan Eren maju beberapa langkah hingga mereka semakin dekat dengan Mikasa, Levi, dan Sasha. "Selamat pagi."
"Pagi..."
Segerombolan tersebut saling bersapa.
"Ekhem."
Siapa lagi kalau Levi yang berdeham.
"Kalau begitu aku pulang. Nanti kutelpon!" Levi segaja melantangkan suaranya sambil menatap Eren tajam, nampak dengan jelas jika ia tak suka akan kedatangan pria itu.

Brak!

Levi mengibaskan jaket lalu pergi masuk ke dalam mobil. Tin! Suara klakson berbunyi tanda Levi siap untuk menarik gas. Mereka terus memandang Levi hingga mobilnya menjauh tak terlihat.
"Hey!"
Suara Sasha memecah keheningan. "Ada apa kau dengan dia?" Ia menatap Mikasa dengan serius.
"Ada apanya?"
"Kenapa dia mau menelponmu?"
"Mana aku tahu!"
Sekarang Sasha mendekatkan mulut ke telinga Mikasa, kemudian ia berbisik. "Semalam kau melakukan (berkata kotor) lagi?"
Udara yang keluar dari mulut Sasha terasa geli, membuat Mikasa menarik tubuhnya mundur.

"Astaga mulut perempuan ini." Mikasa meringis seperti semua bulu halusnya berdiri. Ia mengelus kuping, lalu melihat Eren yang masih di dekatnya,  ia berhati-hati untuk berucap agar tidak menimbulkan kesalah pahaman.

Bibir Eren senyum tipis.
"Maaf ya gara-gara aku dan Armin pacarmu jadi pergi."
"Oh tidak— bukan. Dia BUKAN pacarku." Mikasa panik seraya kepalanya menggeleng keras. "Hmm...Kukira dia pacarmu."
"Tolong jangan berfikir aneh-aneh kalian semua. Aku ini polos lugu dan lajang."
"Pftttt bhahahaha!"
Sasha terbahak puas mendengar Mikasa berbicara seperti itu.
"Anu...Permisi semuanya, jadi kapan kita akan ke kelas?"
Semua orang termangut, mereka setuju jika pertanyaan Armin sangat bagus. Entah situasi aneh apa yang barusan terjadi, mereka harus segera menyudahinya.

•••

Waktu itu di sela-sela jam istirahat, Mikasa dan Sasha baru saja menghabiskan makan siang. Sesosok perempuan berambut panjang muncul dari pintu depan kelas. Ia masuk dan berdiri tagak di sana.

Tok! Tok! Tok!

Terdengar ketukan meja tiga kali membuat seisi kelas sekejap hening. Semua orang menatap lurus ke depan, Annie sukses mencuri perhatian mereka.
"Teman-teman semuanya dengar. Kelas kita berpartisipasi dalam kegiatan festival olahraga, dan sekolah ingin kita membantu mempersiapkan acara tersebut. Saya akan tunjuk siapa saja yang akan menjadi perwakilan komite dari kelas kita. Mikasa, Sasha, Eren, Armin dan Saya Annie. Tidak ada tapi—tapi saya juga tidak menerima protes apapun. Mulai besok sepulang sekolah para komite dimohon untuk tidak pulang lebih dulu. Sekian."

Oceh panjang lebar Annie dengan tegas. Kemudian ia beranjak dari tepat itu, sedangkan si pemilik nama-nama yang disebut bungkam. Mereka mengernyit bingung, bagaimana bisa Annie menentukan hal itu seenak jidat tanpa ada keputusan dari pihak mereka?
Sasha otomatis geram, ia datangi Annie dengan mata berapi-api.
"Yak! Kau tidak bisa menentukan seenaknya. Bagaimana kalau kami keberatan."
Annie memutar mata ikut jengah.

"Aku tanya Armin! Arminn!!"
Annie berteriak memanggil, pria berambut blonde tersebut sontak menengok kaget. "Ya?"
"Kau keberatan?"
Armin tersenyum miring, kenapa yang pertama kali ditanya adalah dirinya? Ia bingung harus memutuskan apa, intinya agar malasah cepat selesai ia harus mengiyakan. "Hmm tidak."

"Eren! Bagaimana menurutmu?"
Eren yang sedang tidak mood hanya menampakan wajah datar, menandakan ia juga pasrah. "Terserah."
Saat Eren menjawab, diam- diam mata Mikasa memperhatikan, tidak tahu kenapa semenjak tadi juga mood Mikasa menjadi hilang. Wajahnya ditekuk serta mulut yang tak banyak bicara.

"Bagus!"
Annie tersenyum kemenangan.
"Yak kau! Mikasa dan aku belum ditanya!"
"Tanya sendiri sana!"
"Mi...ka...sa..."
Sasha menyahut panjang. Perempuan berambut hitam itu juga merespon sama, ekpresinya menunjukan jika ia tidak tertarik. Mikasa menatap Eren kembali, mulutnya diam tapi hatinya sedang berbicara. Kalau dia ikut... "Aku juga ikut."

"Ahahaha!"
Annie tertawa sinis semua berjalan sesuai dengan kemauannya. Sedangkan Sasha tetap tidak terima bagaimana ia bisa menang jika satu melawan empat?
Sasha menghentakan kaki berjalan kembali mendekati Mikasa yang tengah duduk, jawaban Mikasa tadi membuatnya semakin marah.
"Kau bilang aku ini teman baikmu, tapi kenapa kau malah bersengkokol dengan nenek sihir itu hah?! Aku merasa terhianati!"

Sasha mengguncang bahu Mikasa. Tapi ia tetap tidak peduli arah matanya masih terus tertuju pada Eren.
Sasha merasa aneh kenapa Mikasa tetap acuh? Ia penasaran kemana mata Mikasa mengarah.
Setelah diikuti, Sasha menghela nafas kalau sudah seperti ini, dia tahu alasannya.

•••

Alasannya kenapa? Mari kita wawancara Mikasa besok.

Btw buat yang kemarin nebak-nebak adegan Levi dan Mikasa lagi ngapain, jawabannya ada yang salah gak? Wkwkwk sumpah dari awal ngedraf, ceritanya memang udah kayak gini, gak ada yang author edit. 🙈

Attack on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang