Kebanyakan orang tidak mengerti dengan perasaannya sendiri.
Andai ada kamus penerjemah bahasa hati.
Semuanya pasti akan mudah.
Percakapan tempo hari terpenggal paksa. Mikasa sudah muak lebih dulu, dan Eren yang marah karna perasaannya tak dihargai sama sekali. Suasana semakin keruh, akhirnya mereka putuskan untuk pulang dari cafe. Memberi ruang bagi mereka untuk menjernihkan fikiran masing-masing.Mikasa sendiri tidak tahu kenapa, kakinya bergerak sendiri menuju apartment Levi. Langkahnya gontai tak bertenaga. Harusnya ia pulang malam ini ke rumah, tapi Mikasa malah pergi ke rumah yang bukan mikiknya tanpa rasa ragu.
Mikasa membuka pintu apartment secara perlahan, tidak ada yang menyapa selain hening dan ruangan gelap. Sedikit cahaya temaram Mikasa melangkah lemah menuju kamar Levi. Ia masuk ke dalam lalu menjatuhkan tubuh di atas ranjang kosong.
Gadis itu mengendus aroma sang pemilik kamar yang tersisa. Mata Mikasa terpejam, ia tengah melukis sosok Levi di kepalanya. Kemudian ia mengingat-ngingat kenangan mereka terakhir kali bertatap muka.
Sontak ada perasaan tersirat dalam hati, entah kenapa itu membuat butiran bening dari pelupuk ingin keluar. Setetes demi setets air mata itu melewati pipi Mikasa.
Ah, aku merindukannya. Andai saja orang itu ada di sini sekarang, dia pasti sudah memelukku bersama senyuman teduh.
Perasaan Mikasa menjadi sangat tidak karuan, setelah kejadian bersama Eren tadi siang. Mikasa ingin bersandar kepada sesuatu, tapi tidak tahu harus kepada apa. Yang ada di kepalanya hanya ada Levi, pria yang sanggup menangani hati Mikasa saat ini.
Mengingat Levi hanya memberikan rasa bahagia untuk Mikasa. Gadis itu tersadar sejak siang, dengan ucapan yang tiba-tiba saja keluar dari mulutnya.
"Setidaknya Levi tidak pernah menyakitiku."
Mikasa tak berhenti memikirkan kalimat tersebut. Apa yang dia katakan sepertinya benar, Levi tak pernah memberi rasa sakit.
Mikasa butuh Levi sekarang. Ia ingin meluruhkan segenap kebingungan yang ada. Dada Mikasa seperti ditekan, tapi ia tak bisa berbuat banyak. Ia hanya bisa meringkuk di ruang hampa, menarik selimut berbau khas lelaki yang ia rindukan ke dalam pelukannya.
Mikasa tidak tahan, menghirup tubuh Levi tidak akan cukup untuk memuaskan kerinduan. Tak berfikir panjang, perempuan itu bangkit dari tempat tidur, lalu berjalan mengambil tas yang tadi ia taruh di atas nakas.
Tangan Mikasa mengulur ke dalam mencari-cari sebuah ponsel. Setelah benda itu tergenggam, segera ia hubungi kontak bertuliskan nama Levi.
Deru nafas Mikasa yang sedikit terengah, mengirigi nada tunggu yang masih terdengar di telinganya. Mikasa mengigit bibir, akan kah pria itu mengangkat panggilan tersebut? Tiba-tiba Mikasa menjadi gelisah, ia takut... Takut, Levi mencampakannya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Attack on You
FanfictionMikasa sangat ketakutan pada perasaanya, hatinya tertutup rapat dan terkunci. Dia bukan penyuka sesama jenis, tapi baginya kasih sayang antara pria dan wanita itu menjijikan! Karna beberapa alasan, dia tidak pernah, dan TIDAK AKAN PERNAH pacaran! B...