29

619 76 7
                                    

Sebelum berangkat sekolah, Mikasa sibuk merapikan dirinya. Ia duduk berhadapan dengan cermin. Lalu entah ada angin dari mana Mikasa melirik bingkisan Make up yang Levi berikan padannya. Ia berfikir sejenak, lalu mengingat perkataan Levi tempo hari. "Jadi perempuan itu harus dandan biar cantik."

"Maksudnya aku tidak cantik begitu?" Bibir Mikasa mengerut maju, tapi kalau difikir-fikir lagi sayang juga benda mahal seperti itu kalau tidak digunakan. Apa kupakai saja ya? Ada perasaan ragu dalam benak Mikasa, tapi masa bodo lah. Ia tidak peduli akan terlihat seperti apa nanti yang jelas ia pakai dulu saja. Perlahan tangannya bergerak sendiri mengambil bingkisan yang ia maksud, lalu merias wajah sedikit demi sedikit.

•••

"Bu! Aku berangkat!" Teriak Mikasa sambil memakai sepatu. Ia tergesa-gesa sebab make up sialan itu, tanpa sadar sudah mencuri banyak waktunya. Jangan sampai terlambat, jangan sampai terlambat. Mikasa terus mengulang-ngulang kalimat itu tanpa henti.
"Tunggu! Bekalmu?"
Jawab ibu dari arah dapur. "Arghhh...tidak usah bu tidak apa-apa. Aku buru-buru."

Ibu berlari-lari sambil menenteng kotak makanan berwarna merah. Maksud hati mengejar putrinya, namun sayang Mikasa sudah lebih dulu angkat kaki dari rumah. Sang ibu menghela nafas memandang nanar pintu yang sudah tertutup rapat. "Dasar anak itu." Ibu kembali ke dapur meratapi usahanya yang sia-sia.

Mikasa berlari sekuat yang ia bisa agar cepat sampai di stasiun. Nafasnya tak beraturan, jantungnya juga bergemuruh, matanya lurus ke depan berharap kereta yang ia tumpangi belum berangkat.
Beruntung sampai stasiun, Mikasa masih sempat menaiki kereta itu. Safe... Mikasa membatin seraya membuang nafas lega.

Terlihat situasi dalam kereta penuh, tak ada kursi yang tersisa. Apa boleh buat Mikasa berdiri dan menggantungkan tangannya di tengah-tengah lorong kereta.
Ada beberapa orang menatap Mikasa kagum terutama laki-laki berusia muda. Mereka menilai jika gadis yang mereka lihat sekarang sangat lah cantik.

Rambutnya hitam pendek berponi, wajahnya beroleskan make up tipis. Bulu mata yang lentik membingkai warna matanya yang indah. Belum lagi bibir Mikasa samar-samar berwarna merah muda, saat ia tersenyum menambah kadar kecantikannya.

•••

Dari pintu gerbang hingga kelas wajah Mikasa tertunduk seperti disembunyikan. Bukan kenapa, ia merasa dari tadi banyak orang terus memperhatikannya. Mikasa bertanya-tanya dalam hati, sebenarnya ada apa? Apa ada yang aneh dengan penampilanku? Rasa percaya diri Mikasa seketika menciut.

Mikasa berkaca dengan cermin kecil yang sengaja ia bawa. Ia melakukan itu sangat sering, mengamati wajah barangkali ada yang salah pada dirinya.  Tapi Mikasa tidak menemukan itu, ia merasa penampilannya dalam keadaan baik. Ugh... pandangan mereka sangat mengangguku.

"Mikasa? Apa aku tidak salah lihat?" Seru Sasha yang baru saja tiba di kelas. Matanya terbuka lebar, sambil menutup mulut kaget. Ia menaruh tas di atas meja lalu melirik Mikasa kembali. "Wow...ada yang berbeda denganmu hari ini."
"Jangan mengada-ngada."
Respon Mikasa menutupi gugup.

"Untuk yang pertama kalinya aku melihatmu dandan. Coba dari dulu kau seperti ini, bukan hanya Levi yang... ups."
Sasha menutup mulut lagi. "Yang mendekatimu." Lanjutnya.

"Jangan menyebar gosip! Kalau orang dengar bagaimana? Aku bisa masuk rumah sakit lagi nanti. Tapi...ngomong-ngomong apa aku terlihat seaneh itu? Tatapan mereka membuatku tidak nyaman."
Sasha menggeleng, kemudian ia duduk berhadapan dengan Mikasa. "Aneh dalam artian bagus. Mereka hanya bingung tidak seperti biasanya Mikasa mau berpenampilan seperti ini. Kau kan biasanya cuek."
"Tapi—."
"Sudah jangan difikirkan. Mereka hanya iri padamu haha."
"Kau meledekku?!"
Sasha tak menjawab ia hanya memasang wajah menyebalkan. "Kau sudah tahu belum?"
"Apa?" Mikasa menggeleng.
"Nenek lampir menyuruh kita untuk tidak pulang. Katanya ada tugas untuk kita."
"Hmm...mungkin untuk persiapan festival olahraga."
"Mungkin."
Tak lama sesosok wanita dewasa masuk ke dalam kelas, ia membawa buku di tangannya. Sontak situasi dalam kelas yang tadi riuh kini menjadi hening.

•••

Sesuai yang diucapkan Sasha, Annie nampak bossy menatap para komite yang kemarin ia bentuk. Seusai pelajaran terakhir ia mengajak seluruh komite kelas menuju kolam renang sekolah. Sore itu cuaca sangat cerah, meski matahari sebentar lagi akan tenggelam udara terasa panas.

Rasa malas menyerang mereka. Tubuh mereka enggan untuk berherak. Hanya Armin yang tersenyum miring ia sudah menggulung baju dan celananya, karna ia tahu apa yang akan mereka lakukan di sana.
"MEMBERSIHKAN KOLAM RENANG!"
Pekik Annie hingga urat di lehernya memchat. Namun hanya suara angin yang menjawab. Para komite nampak tidak bersemangat.
"Yah...rasanya sudah lama kita tidak berkumpul di tempat ini." Celetuk Armin, terbaik! Dia memang moodboster.

"Padahal aku susah payah menyelamatkan klub ini." Runtuk Sasha ia tengah berjongkok di tepi kolam, meratapi kolam yang sudah tak terawat. "Semenjak Mikasa masuk rumah sakit waktu itu, klub kita jadi tidak produktif."
"Tapi kan tak lama aku kembali."

"Aku memang bukan anggota club renang seperti kalian, tapi kalian jangan merasa canggung kepadaku."
"Hiss...yang ada kita bilang begitu padamu. Dasar nenek lampir!" Cibir Sasha sinis, rupanya Sasha tidak akan pernah akur dengan perempuan itu.
"Diam kau! Cepat ambil peralatan di gudang. Kita selesaikan ini."
Annie meloyor begitu saja, ia langsung pergi ke tempat penyimpanan ruangan kecil di ujung kolam.

"Oia? Eren mana?"
Tanya Mikasa yang sedari tadi tak melihat sosoknya.

•••

Author ngantuk 😭 maaf ga baca ulang kalau ada typo atau hal-hal aneh lainnya. Mohon dimaklum yaa... kaian baik deh ✌🏻

Attack on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang