16

753 95 0
                                    

Saat sesampainya di rumah, Mikasa duduk bersender di atas sofa. Ia mengehela nafas melirik masam ke arah Levi. Pria itu ikut duduk di samping Mikasa tanpa merasa sungkan sedikit pun, seolah dirinya adalah sang pemilik rumah. "Ambilkan minum aku haus."

"Ambil saja sendiri." "Tapikan aku tamu." Mikasa memutar mata, sambil membatin dalam hati jangan banyak alasan! Ia menunjuk ke arah kulkas guna mempertegas kalimatnya. "Ambil sendiri atau tidak sama sekali." Levi bungkam tanpa perlawanan, seraya beranjak menuju lemari dingin di sudut ruangan.

Mikasa memeluk bantal gelisah entah kenapa semenjak tadi Eren memenuhi isi kepalanya. Ia menggeleng keras sesekali untuk menyadarkan diri, ia ingin membuang nama Eren dari fikiranya tapi tidak bisa.

Levi kembali menghampiri Mikasa dengan membawa sekaleng jus. Ia memandang aneh kepada Mikasa yang tiba-tiba menjadi pasif, ia melemah seperti benda yang sudah ke habisan baterai. "Sebenarnya apa yang sedang kau fikirkan?"

"Tidak ada." Levi tahu Mikasa berbohong, membuatnya terpaksa untuk kembali bertanya. "Katakan. Apa aku membuatmu tidak nyaman?"

Mikasa menoleh ke wajah Levi dengan mata serius. "Boleh aku berterus terang?" Pria itu setuju ditandai sebuah anggukan. "Dari saat kita bertemu pun kau sudah membuatku tidak nyaman."

Levi mengerjap menolak keras pernyataan tersebut. "Maaf saja kalau bukan untuk bertanggung jawab, aku juga malas berurusan denganmu."

Mikasa mengulurkan sebelah kaki yang terbalut kain kasa. Ia membuka perban yang menggulung secara penuh. Lalu Ia arahkan kepada Levi agar lelaki itu juga bisa melihatnya.

"Aku sudah sembuh, kau bisa bebas sekarang." Levi terdiam melihat permukaan kulit yang sudah mulus tanpa luka seperti yang sebelumnya. Meski begitu Levi tidak ingin cepat percaya, ia hening sesaat untuk berfikir. "Kenapa diam? Bukannya kau senang aku sembuh? Sebab aku tidak menjadi beban fikiranmu lagi."

"Kalau begitu boleh kupukul kakimu? Aku ingin memastikannya jika kau memang benar-benar sembuh." Mikasa terperangah, cepat-cepat ia menjauhkan kakinya dari jangkauan Levi. "Dasar gila!" "Kenapa? Kau takut?"

Mikasa kalah telak. Sudah di pastikan gadis itu hanya berlagak padahal belum sembuh total. Dilihat dari gelagatnya pun sudah terlihat jelas ia meringis ngeri saat Levi ingin memukul kakinya yang rapuh.

"Berisik!" Bibir Mikasa mengerut ia tidak punya alasan apa-apa lagi sekarang. "Kuyakin bukan itu alasanmu yang sebenarnya. Iya kan?"

"Katakan apa yang membuatmu terganggu?" Sebelum menjawab Mikasa menghirup oksigen dalam-dalam lalu ia hembuskan secara perlahan. "Apapun yang aku fikirkan itu bukan urusanmu." Levi sedikit kecewa atas jawaban tersebut padahal ia kira Mikasa mau memberi tahunya.

"Bisa kau pulang sekarang? Aku ingin sendiri." "Kenapa? Aku membuat salah kepadamu?" Mikasa menelan saliva lalu memicingkan mata mengisyaratkan rasa kesedihan. "Dari awalpun kau memang sudah salah. Sejak kau membuatku celaka, kau menyeretku kedalam masalah apa kau tahu betapa menderitanya aku? Sebelum ini hidupku begitu damai, tapi setelah kau datang kau menghancurkannya. Jujur aku terbebani, memangnya apa salahku hingga aku mendapatkan ini?"

Levi menyugar rambut frustasi. "Lalu apa yang harus aku lakukan? Aku hanya ingin bersikap baik kepadamu. Asal kau tahu aku tidak pernah ingin bersimpati kepada orang. Tapi untuk kali ini saja, aku ingin menebus rasa bersalahku. Aku tidak tahu caranya seperti apa... aku..."

"Stop Levi bukan kah kau mendekatiku karna kau ingin menghindari tuntutan hukum yang menjeratmu? Demi menyelematkan kehidupan karirmu? Sudahlah aku tahu, makanya aku tidak begitu suka kau berpura-pura baik seperti ini. Tidak usah berbohong segala, lagi pula aku sudah melupakan kejadian itu. Kau bebas sekarang, aku bersumpah tidak akan memperpanjang masalah itu."

"Apa aku terlihat seperti itu di matamu?"

"Ya."

Levi tersenyum getir ia menjumpai pandangan Mikasa, ia pandang lamat-lamat menerobos masuk kedalam matanya. "Kenapa orang menganggapku selalu salah? Tidak keuargaku, kau, dan semuanya. Tidak ada seorangpun memihakku."

"Sekarang aku bertanya kepadamu, atas semua kebaikan yang sudah kau perbuat untukku apa itu tulus?"

"Ya."

"Kenapa?"

"Entah, mungkin karna aku merasa bersalah dan juga..."

"Apa?"

"Awalnya mungkin hanya untuk meminta pencabutan tuntutan. Namun lama-lama ada perasaan aneh aku tidak tahu itu apa, aku sungguh tidak mengerti kenapa aku bertindak hingga sejauh ini. Yang aku rasakan sekarang bertemu denganmu aku merasa nyaman. Aku ingin bertemu denganmu lagi dan lagi."

Hening sesaat Mikasa terkejut, kepalanya terasa semakin penuh ia ingin mengerang namun ia hanya bisa diam. Sejurus kemudian Levi tiba-tiba bangkit dari duduknya, dengan kepala tertunduk dan pancaran mata yang penuh kekecewaan. "Ah... percuma saja selama ini aku hanya melakukan hal bodoh."

Levi menyeringai ia memijit pelipisnya sesekali, lalu ia melangkah meninggalkan Mikasa tanpa fikir panjang. Levi sendiri juga sudah lelah dengan pandangan negatif orang terhadapnya, padahal mereka tidak tahu akan perasaan Levi yang sesungguhnya.

Kembali ke Mikasa yang acuh, ia enggan untuk memiringkan wajah melihat sosok pria yang perlahan menjauhi. Ia membiarkan Levi angkat kaki dari rumahnya tanpa meninggalkan kalimat selamat tinggal.

Attack on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang