19

766 89 6
                                    

Hanya dengan sebuah pesan singkat wajah Eren berubah aneh. Ia tampak terkejut bercampur bingung. Sesaat tubuhnya mematung seperti mati tidak bergerak sama sekali. Crista ingin memastikan jika orang itu masih bernafas. Ia dekatkan dirinya kepada Eren yang masih menatap layar ponsel. "Ada apa? Siapa yang menghubungimu?"

Sontak Eren menjauhkan ponsel tersebut dari hadapan Crista. "Bukan apa-apa." Jawabnya sambil membuat senyum palsu. Apa yang di rasakan Crista saat itu semakin menyakitkan.

Crista sudah tahu apa yang di sembunyikan oleh pria itu, lebih tepatnya dia sudah bisa menebak. Siapa lagi kalau bukan dari perempuan yang pernah ia lihat sesaat di rumah sakit tompo hari.

Crista menghembuskan nafas berat. Ia mencengkram rambutnya lalu berbalik menuju pintu kamar mandi. "Kenapa? Kepalamu sakit?" Eren mengejar maju beberapa langkah, terlihat jelas dari mimik wajahnya yang gusar. Entah apa yang ada di kepalanya sekarang seperti ombak yang menggugulung tanpa henti. Ombak yang saling beriringan terkadang Crista, lalu Mikasa yang terfikir secara bergantian.

"Tidak apa-apa balas saja pesannya." "Tapi..."

Crista tersenyum tipis cepat-cepat ia alihkan pandangan, Ia tidak mau memandang pria itu lama-lama rasanya tidak nyaman. Crista segera masuk ke dalam kamar mandi, menutup pintu dengan amat rapat lalu menguncinya seolah siapapun dilarang untuk menganggu.

Sedangkan Eren gamang melihat Crista menghilang di balik pintu berwarna putih gading. Menyugar rambut lalu menatap layar ponselnya kembali.

Kubalas atau jangan? Eren bimbang di antara dua pilihan tersebut membuatnya merasa tidak enak. Eren penuh keragu-raguan.
Tapi... pertimbangannya tidak sampai disitu. Memutar kembali apa yang diucapkan Crista, tidak apa-apa balas saja pesannya. Ah... terserah apapun yang terjadi terjadilah.

Tanpa disuruh jemari Eren bergerak dengan sendirinya, ia menulis sesuatu yang benar-benar ada di dalam benak. Ada apa adalah inti dari segala pertanyaan.

•••

Sebuah pesan singkat masuk diiringi nada getar. Nada yang ia tunggu-tunggu sejak tadi akhirnya muncul, Mikasa mengintip layar ponsel penuh harap, ia berharap jika sosok pengirim email tersebut adalah Eren. Setelah di lihat secara teliti ternyata harapan tidak memberinya kecewa.

'Ya aku baik. Kenapa tiba-tiba menanyakanku apa ada hal penting?'

Mikasa kalang kabut, untuk yang pertamakalinya ia tidak tahu jika sesulit ini untuk berkirim pesan dengan seseorang. Aku harus membalas apa? Arghhh... mana alibi yang sendari tadi kucari-cari belum juga menemukan titik terang. Berfikirlah... jangan sampai aku terlihat seperti merindukannya.

'Tidak ada. Hanya saja akhir-akhir ini kau tidak masuk sekolah. Apa terjadi sesuatu?'

Tak butuh banyak waktu untuk menunggu, semenit kemudian email baru muncul di kotak masuk.

'Kondisi Crista memburuk jadi aku menemani dia di rumah sakit. Terimakasih sudah menghubungiku.'

Mikasa mendesah panjang, ia lemas setelah mengetahui alasan di balik pertanyaannya. Entah kenapa rasa panas dingin yang tadi mendera perlahan memudar.

'Oh begitu. Get well soon Crista.'

Jemari yang tadi sangat lincah menekan papan ketik tiba-tiba menjadi berat, apa lagi saat ia menulis nama perempuan itu. Kenapa Mikasa tidak begitu suka? Ia tak tahu perasaan apa itu. Perlukah ia menyeledikinya?

Pemikiran itu hampir membuat Mikasa tidak bisa tertidur semalaman. Ia membenci situasi ini, tapi ia berusaha untuk memejamkan mata. Hingga esok pagi pun datang berganti hari.

Mikasa seperti biasa menjalani kegiatan rutin bersikap seolah tak terjadi apapun. Ia pergi ke sekolah lalu pulang. Tapi ada satu yang terasa aneh, Mikasa sangat menyadari apa itu. Hal yang tiba-tiba menjadi tidak seperti biasa.

Levi tidak lagi memunculkan batang hidungnya. Tidak ada gangguan yang biasa Mikasa dapatkan, sosok yang menunggu dengan mobil hitam di depan gerbang sekolah. Atau sosok pembuat onar yang membuat seisi sekolah menjadi riuh.

Tidak ada lagi masalah yang datang, sesuai dengan apa yang ia inginkan. Menjalani hidup tenang seperti sedia kala. Tetapi kenapa harinya malah semakin hampa dan hambar. Di situlah Mikasa terfikir, apa selama ini sikapnya terhadap Levi begitu berlebihan?

Kenapa sekarang ia menyesal? Lagi-lagi perasaan tak terdetaksi muncul di batin Mikasa. Kini apa lagi? Apa lagi?! Mikasa sangat ingin menggerutu, kenapa semua orang membuatnya bingung.

Sore itu lembayung membuat segala yang di sekitar menjadi orange. Mikasa berjalan menuju bibir gerbang dengan langkah gontai. Kepalanya tertunduk menatap jalan dengan sorot mata kosong. Namun seseorang mendekat lalu sengaja menabrakkan dirinya dengan tubuh Mikasa.

Mikasa mendongkak awalnya ia ingin meminta maaf dengan sopan, namun saat ia melihat wajah orang itu ia langsung mengurungkan niat. Ia malah bersumpah serapah sembari bermuram durja. "Minggir @*#$&+*!!!!!"

Sasha terkikik geli. "Kenapa lesu seperti itu? Apa karna pangeran berkuda hitammu tidak datang hari ini?"

"Tsk! Berisik!"

Sasha merangkul Mikasa dengan erat, dan bagi Mikasa itu adalah hal yang sangat menjengelkan. "Berattt! Menjauh sana! Bobot badanmu naik lagi ya? Ya ampun... dasar mamoth."

"Apa kau bilang haaaah?!"
"Sudah berapa kilo beras yang kau makan hari ini?"

"Sebanyak apapun itu yang penting tidak menjadikanku galau sepertimu ya!"

"Kau mengejekku?"
"Haha... jadi kenapa? Ada sesuatu yang terjadi?"
"Begitulah."
"Bagaimana kalau kita pergi ke tempat biasa?"

Sasha meyakinkan, ia mempererat rangkulannya. Diam-diam Mikasa tersenyum tipis, ia tahu maksud Sasha apa, sepertinya itu ide bagus ia butuh sesuatu yang dapat menyegarkan fikirannya.

•••

3 kata buat Sasha, rakus, nyebelin, pekaan. 😂

Attack on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang