3 Tahun kemudian...
Hari ini, Emil akan mendapat gelar sarjana di Universitas yang sudah membimbing, mengajarkan dan menjadikan pribadi Emil yang lebih baik ini. Tinggal tunggu beberapa jam lagi namanya akan dipanggil dan dia dipersilahkan untuk naik diatas panggung.
Emil merasakan seseorang menggenggam tangannya yang terasa dingin dengan erat dan hangat. Emil menoleh kearah wanita yang sudah semakin menua, namun masih terlihat cantik itu. Senyumnya mengembang untuk menguatkan dirinya.
Emil membalas senyum itu, tangan satunya yang tak digenggam ia tumpukkan diatas tangan Selly—ibunya. Menciumnya dan mencoba untuk melupakan kegelisahannya.
"Makasih ma..." gumam Emil setelah mencium tangan ibunya.
Tangan yang sudah menguatkannya, tangan yang sudah membesarkannya, tangan yang tak pernah lelah untuk membimbing dirinya untuk lebih kuat lagi. Tangan yang tak pernah bosan menyuapinya makan saat masih kecil, bahkan sampai saat ini pun, tangan ini tak pernah mengeluh untuk menyemangatinya.
Selly membawa Emil kedalam dekapannya, mengelus kepala anaknya dengan perasaan sayang, haru dan bangga sekaligus jadi satu. Semuanya terasa seperti mimpi baginya. Ia tak pernah menyangka anaknya bisa sesukses ini.
Kehangatan dan keharuan itu harus berakhir karena sebuah suara yang ditunggunya menyebutkan nama putra pertamanya itu 'EMILLIAZYANO AL FARIZ' suara haru, tangis dan kebahagiaan mengiringi langkah Emil yang akan naik keatas mimbar.
Sebelumnya ia dapat pelukan hangat dari Malik—ayahnya. Tak kupa pesan-pesan dan perasaan dari Ayahnya itu membuat Emil tak kuasa membendung air matanya.
"Papa bangga sayang!" ditepuknya punggung sang anak yang sudah tak sanggup mengutarakan kata-katanya.
"Terimakasih karena audah membanggakan sayang" ucapnya lagi.
Emil mencium tangan Papa nya, "Emil pa, yang harusnya berterimakasih sama Papa. Berkat dorongan dan dukungan Papa juga Mama" kata Emil seraya melirik kedua orangtuanya dengan perasaan haru.
✏✏✏
"Wiihh... Ada yang udah sarjana!" celetuk Alvin ketika mereka semua sudah diapartemen Emil.
Setelah proses wisuda, Emil mengajak kedua orangtuanya dan teman-temannya untuk keapartemen tempat tinggalnya di Negara ini.
"Hehe... Alhamdulillah ya Vin, gak nyangka gue" sahut Emil yang sudah membuka jas hitamnya, menyisahkan kemeja putih dan dasi yang sudah longgar, serta lengan kemeja yang digulung sampai siku. Menambah aura ketampanan didalam dirinya.
"Terus habis ini elo langsung ke Jakarta?" tanya Alvin seraya menyicipi cemilan yang diberikan Emil.
"Enaknya gimana?" sahut Emil dengan pertanyaan.
"Malah nanya balik! Itu sih terserah elo. Eh tapi liburan dulu kali yee, gue kan baru nih disini. Ajak gue kek ketemu sama blackpink, hehe" oceh Alvin sekali tarikan nafas.
"Yeeuu... Gue aja tiga tahun disini gak nemu-nemu" balas Em seraya menoyor kepala Alvin.
"Lo kira barang, pake nemu-nemu segala!" sahut Alvin menoyor balik kepala Emil.
"Hehe... Elo sih ada-ada aja!" kata Emil, mengecek kembali ponselnya. Tak ada satu notif pum disana.
"Bella udah ucapin selamat buat lo?" tanya Alvin menyadarkan Emil dari lamunannya.
Emil reflek menggeleng, "dari hari ulang tahunnya sampe sekarang Bella sama sekali gak kasih kabar. Gue gak tau dia kenapa, gue bingung" ucap Emil menyandarkan kepalanya ditembok.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔My Stupid Bad Boy (END)
Teen Fiction(Sedang proses revisi) Benci adalah sebuah rasa cinta yang malu untuk diungkapkan. Bermula dari acara MOS ketika Bella Amalia Wikrama memergoki peserta MOS yang diajak nongkrong bareng dikantin oleh Emilliazyano Al Fariz pada saat jam Istirahat yang...