Kepada Tuan sejuta harapan,
Barangkali ini adalah coretan kesekian yang kutulis di antara rindu dan cemburu. Dalam yakin maupun ragu. Dalam gejolak perasaan yang meminta candu.
Aku, yang cuma bisa membisu memandangmu yang beku. Diam tanpa suara menanti kamu tuk segera bicara. Menjelaskan apa-apa yang begitu aku khawatirkan. Meluruskan hal-hal yang selama ini takut kusalahartikan: perhatian dan senyum bersahajamu itu... apa artinya, Tuan?
Adalah aku yang memilih untuk selalu ada. Adalah kamu yang meminta agar aku selalu percaya. Pundakmu tempat lelahku merebah. Katamu aku adalah rumah kala kau disapa lelah. Tapi, adakah kita benar ada dan senada dalam detak yang seirama?
Jangan tanya aku jawabnya apa.
Setiap perasaan membutuhkan kejelasan. Sebab hati perempuan bukanlah mainan. Ambil dan jaga ia sepenuh hati, atau tinggalkan dengan sopan dan kata permisi, tanpa meninggalkan harapan yang membuatnya jadi berangan dalam ilusi.
Jadi, katakan sekarang, Tuan. Haruskah aku menetap, atau pergi saja agar tak lagi dihantui harap?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kamu, Senja Dan Masa Lalu
PoetryBukan rasa yg telah hilang dan mati Bukan cinta yg tak setia lantas pergi Tapi kesetiaan yg telah terkhianati Kisah pun ikut terkubur di dalam peti Lantas apa yang terjadi? Semua seakan bak misteri Kisah cinta yang saling menyakiti Sebuah perasan y...