PLACE TO RETURN

1K 70 2
                                    


Apa yang selalu terpikir olehmu saat kau berada di bangku sekolah?

Belajar.

Ujian.

Nilai.

Setidaknya itu yang kebanyakan orang pikirkan dan yang kupikir juga sama sampai aku bertemu dengannya. Musim semiku.

Dia berkata jika nilai bukanlah hal yang utama. Asalkan kau mendapatkan sesuatu yang bermanfaat, maka kau belajar. Kau berkembang.

You gave me a place to return.

"Soo-chan, bantu aku mengerjakan tugas matematikaku!" seru atau lebih tepatnya koar seseorang yang sudah sangat kukenal sejak dulu, seperti biasa gadis bercepol ini selalu masuk ruangan pribadiku tanpa permisi.

"Ya! Kau tak tahu gunanya pintu hm? Bagaimana kalau kau tiba-tiba masuk saat aku telanjang?" kesalku yang hanya di balas kekehan.

"Santailah Soo-chan kau akan cepat tua jika sering marah-marah begitu." Balasnya santai.

Ck, gadis ini tidak pernah berubah. Namanya Im Yoona. Temanku sedari kecil. Atau mungkin sahabatku. Atau tidak, Yoona lebih dari itu. Dia berharga, sangat untukku. Kami sudah mengenal sejak keluargaku pindah ke Jepang saat aku berumur delapan tahun dan sejak saat itu kami bertetangga. Ayahku salah satu petinggi di Kedutaan Besar Korea Selatan untuk Jepang.

Keluarga Yoona atau lebih tepatnya ayahnya juga sebenarnya berasal dari Korea Selatan. Hanya saja paman Im sejak masih muda sudah bekerja dan merintis bisnisnya di negeri Sakura. Sedangkan ibu Yoona memang warga Jepang asli dan gadis itu juga lahir dan besar di Tokyo. Yoona tumbuh dengan dua bahasa (Korea dan Jepang) sehari-hari, orang tuanya mengajarinya untuk tidak lupa akan asal-usulnya.

"Hey! Kau berniat mengajariku tidak sih? Jangan berdiri disitu saja. Ayo cepat sini." Yoona telah menggelar buku-bukunya di meja belajarku. Sebenarnya kamar ini kamarku atau miliknya.

"Memang sekarang materi apa lagi?" kataku mengambil tempat duduk di sampingnya.

"Integral dan kawanannya." Jawabnya terdengar lesu, gadis ini memang tidak suka matematika.

"Bukankah itu sudah di bahas minggu lalu oleh sensei."

"Iya, tapi yang ini berbeda. Mereka (integral) berangkap dan punya batas atas bawah. Aku bingung mengoperasikannya. Integral normal saja terasa sulit, lalu sekarang mereka menjadi berangkap. Apa yang harus kulakukan?" Hebohnya lucu membuatku tersenyum.

Mungkin di luar aku terlihat seperti seorang pendiam yang kaku. Tapi, tidak saat bersamanya. Yoona penuh dengan ekspresi, seperti pallete yang punya banyak warna. Dan cantik seperti musim semi. Mungkin karenanya aku jadi bisa lebih ekspresif.

"Ini sangat mudah. Kau hanya perlu mengintegralkan bagian dalamnya terlebih dahulu, lalu ganti variabel x dengan batas-batasnya tadi. Begitu terus berulang hingga integral rangkap yang paling luar. Kau mengerti?" Yoona menggeleng.

"Kemarikan pensil dan bukumu. Jadi seperti ini." Kataku penuh kesabaran menuliskan cara memecahkan soal rangkap dan memberi tahu Yoona sedetail mungkin semua yang kuketahui.

Matematika adalah favoritku sejak bangku sekolah dasar. Kupikir ilmu eksak itu menarik dan tidak membosankan. Seperti bermain teka-teki, kau harus menggunakan logikamu dan analisis saat memecahkan permasalahannya. Tetapi, tidak banyak yang suka matematika. Terkadang aku meringis jika mengingatnya. Okay, setiap orang berhak menentukan mereka suka matematika atau tidak.

Sedangkan Yoona, ia tipe pembenci matematika–katanya. Tetapi, ia tetap berusaha mempelajarinya dan tidak akan berhenti jika belum menemukan jawabannya. Pernah suatu hari saat ujian matematika, Yoona tampak serius dengan lembar kerjanya. Setelah kemarin ia menghabiskan waktunya untuk belajar padaku. Tiba-tiba gadis itu berteriak 'eureka!' di tengah jalannya ujian saat ia berhasil mengerjakan sebuah soal yang harus kuakui cukup sulit. Dan ya, Yoona berhasil menemukan jawaban yang benar. Ia tipe pekerja keras.

THEORY OF EVERYTHINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang