LIKE A STAR

317 27 2
                                    

Manusia memang tercipta dengan penuh rasa keingintahuan, bahkan sejak ratusan hingga ribuan tahun yang lalu. Mereka selalu bertanya-tanya, bahkan sebelum kenal dengan penamaan waktu dimana saat ini kita menyebutnya siang dan malam. 

Siang hari begitu terang dengan cahaya sebuah benda bulat raksasa yang menyala—kemudian kita menyebutnya matahari. Lalu saat malam semuanya gelap gulita namun kita akan menemukan lebih banyak titik cahaya—bintang dan bulatan yang selalu muncul bersamanya—bulan.

Puluhan tahun sejak manusia mulai melakukan penjelajahan ke luar angkasa dan mendarat di bulan—yang terdekat dengan kita. Pada saat itu kita melihat langsung wujud tempat tinggal kita—bumi—sebuah bola biru yang mengapung dalam ruang hampa, berputar mengelilingi matahari bersama dengan yang lainnya.

Semua itu bukan bualan Copernicus semata, manusia kini tidak lagi menganggap bumi sebagai pusat semesta. Paham tersebut telah dipatahkan oleh sains. Dan satu fakta lagi yang kita dapat, matahari adalah center kita—sebuah bintang, salah satu dari banyak sekali.

Kemudian sampai dua orang manusia dengan ketertarikan yang sama itu di pertemukan. Mereka tidak pernah terlibat dalam obrolan sebelumnya, bahkan untuk waktu dua tahun yang telah di habiskan bersama dalam satu kelas. Sampai suatu harimalam karena tidak sengaja menyaksikan hujan meteor bersamahingga merambat ke berbagai hal tentang jagad raya.

Gadis itu—Yoona selalu berkata padanya, "Kita itu seperti bintang-bintang yang berserakan, Kris." di setiap pertemuan mereka di atap sekolah.

Tiap Sabtu malam, mereka selalu sibuk dengan sebuah teropong bintang milik klub astronomi—tinggal lebih berlama-lama di atap sekolah demi melihat lebih banyak titik cahaya. Hingga minggu berikutnya dan berikutnya—kebiasaan. Menghabiskan malam untuk mengamati fenomena langit dan berdiskusi tentangnya hingga perbedaan pendapat yang sudah barang tentu akan selalu membersamai.

Kris tak pernah memikirkan lebih jauhia hanya penikmat dan pengagum astronomi disamping statusnya sebagai siswa dan pemain basket andalan tim sekolah mereka. Tapi, sejak kecil Kris selalu terkesima dengan segala hal terkait astronomi. Sedangkan Yoona lebih seperti seorang yang mendedikasikan waktunya untuk menjawab keingintahuannya tentang jagad raya yang maha luas ini, ia akan jadi seorang astronom kelak.

Sebanyak apapun kau mengetahui sesuatu, semakin kau merasa ada begitu banyak hal yang kau tidak tahu. Ya, jagad raya masih menyimpan begitu banyak misteri. Begitu banyak, mungkin sebanyak titik cahaya di atas sana. Atau lebih banyak lagi?

"Sebab dunia ini bukan hanya sekedar mimpi dan fantasi-fantasi," ujar Yoona lagi.

Saat Kris ingin membalasnya, Yoona sudah lebih dulu berpaling ke depan. Kepada segala hal yang katanya bukan khayalan, bukan fantasi. Kepada yang berani menjelajah kemanapun, entah itu di dalam atau luar. Yoona selalu berpaling dan tak akan menatap yang lain lagi.

Menjadi bintang yang berserakan pun tak apa. Asal ia masih bisa berkelip, di antara gelap dan bintang-bintang lainnya. Ia akan mengumpulkan serakannya, menjadikannya berbinar. Paling berbinar. Dan akan ia buktikan pada Yoona bahwa dunia mereka bukan hanya sekadar mimpi dan fantasi-fantasi.

Kris bertemu Yoona di belahan langit yang lain. Saat itu, Yoona bersinar dengan teropong bintangnya di atap gedung sekolah mereka, namun tersesat. Tapi tetap bersinar. Hingga Kris tak sanggup bertahan tanpa tertarik sinar-sinar itu, untuk kemudian menyadari, bahwa mereka telah tersesat bersama.

"Mari kita ciptakan mimpi-mimpi."

Yoona mengatakannya seringan angin. Wajahnya selalu penuh tawa. Namun, hanya dengan itu Kris mampu bertahan, percaya bahwa masih ada mimpi yang bisa di raihnya, bahwa ada satu entitas lain yang akan menciptakan mimpi bersamanya. Selain Im Yoona, basket, dan astronomi, mungkin hidupnya penuh tekanan karena tuntutan kedua orang tuanya.

THEORY OF EVERYTHINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang