*Warning! Ada little bit mature content dalam cerita kali ini..
Cha Eunwoo memasuki kelas dengan penampilan andalannya. Gaya cool dan wajah poker face. Ia duduk di bangku paling belakang. Seperti biasanya, suasana kelas menjadi sunyi dalam sekejap. Seolah dengan kehadirannya saja ia bisa membungkam semua mulut para penghuni disana. Bangku di sebelahnya kosong. Tidak pernah ada yang berniat menyumbangkan hari-harinya untuk menghadapi pangeran es itu—julukannya. Eunwoo lalu mengeluarkan sebuah buku, dan detik berikutnya tenggelam dalam bacaannya. Semua penghuni kelas senyap, tahu bahwa suara sedikit saja akan menciptakan malapetaka besar.
Brak! Bangku di sebelah Eunwoo bergeser dengan suara gaduh dan gerakan yang serampangan. Kemudian tubuh seorang gadis jatuh menduduki bangku itu. Lengkap dengan kedua kaki putih ramping yang berbalut celana training tiga perempat yang terjulur ke atas meja.
"Selamat pagi, teman-teman!"
Im Yoona menyapa dengan suara cemprengnya. Sengaja melakukannya karena ingin mengusik Cha Eunwoo. Di tempatnya, Eunwoo memejamkan matanya. Menahan emosi yang seketika menggelegak setiap matanya melihat sosok berandalan Yoona. Gadis pindahan yang baru dikenalnya selama sebulan terakhir. Satu-satunya siswi yang berani mati untuk duduk di sampingnya setelah dua tahun ini tidak ada yang bersedia berdekatan lama dengannya pada radius kurang dari tiga meter.
"Selamat pagi, prince Eunwoo. Bagaimana tidur anda tadi malam?"
Yoona menoleh pada Eunwoo yang masih sibuk dengan bukunya. Jurus andalannya dalam menghadapi Yoona, menganggap bahwa gadis serampangan itu tidak ada. Sementara Yoona hanya terkekeh di tempatnya. Sudah terbiasa dengan balasan seperti itu. Tanpa merasa bersalah, gadis bermarga Im itu lalu bernyanyi keras. Cukup keras karena suasana kelas yang memang sunyi. Lagi-lagi mengusik kedamaian Eunwoo.
Eunwoo memejamkan matanya erat. Menghitung dalam hati, berusaha menemukan kesabarannya. Doakan saja agar kesabarannya tidak cepat habis, karena sebanyak apapun uangmu—kesabaran tidak dijual dimanapun. Ia terus melakukannya hingga menyerah pada hitungan ketiga belas. Merasa benar-benar ingin melemparkan mejanya ke wajah polos itu. Ia lalu bangkit. Membuat kursinya terdorong mundur dengan bunyi berderit. Menutup bukunya dengan gerakan kuat lalu menatap Yoona dengan nyalang. Dengan langkah lebar, Eunwoo berjalan ke depan kelas. Menghampiri Yoona yang kini berdiri di samping meja guru.
"Apa yang sebenarnya sedang kau lakukan?"
Dengan gigi terkatup, Eunwoo bertanya. Masih memandang tajam pada tersangka yang kini hanya memandangnya dengan wajah polos.
"Bernyanyi. Kurasa kau masih bisa mendengar suara indahku ini."
Yoona menjawab polos sementara Eunwoo semakin tampak menyeramkan.
"Jangan sekali-sekali kau nyanyikan lagi lagu tidak jelasmu itu di hadapanku. Karena suaramu itu bahkan tidak pantas untuk didengarkan. Tidakkah kau tahu itu?"
Alis Eunwoo terangkat. Memandang remeh pada Yoona yang kini sedang menahan senyum. Tidak bisa memungkiri perasaannya yang lagi-lagi menyukai pemandangan di depannya. Tampilan Eunwoo saat lelaki itu kesal atau bahkan murka—sungguh merupakan pemandangan yang amat Yoona sukai. Itulah mengapa ia suka sekali membuatnya marah.
"Baiklah, yang mulia. Hamba akan menutup mulut."
Eunwoo mendengus mendengar jawaban itu. Kemudian memutar tubuhnya. Berniat melangkah pergi. Namun baru selangkah, suara keras Yoona kembali terdengar. Kembali menyanyikan lagu yang sama. Dengan gusar ia kembali berbalik.
"Tutup mulutmu sekarang juga, Im Yoona. Diam atau aku akan benar-benar membuatmu bungkam untuk selamanya! Aku bersumpah akan melakukannya jika kau dan mulutmu itu masih—"

KAMU SEDANG MEMBACA
THEORY OF EVERYTHING
FanfictionKumpulan cerita | Have a great journey, a head into the universe, finally you are where you belonged.