Dulu tepatnya saat musim hujan datang, ibuku selalu bercerita tentangnya. Ibu berkata bahwa akan ada peri hujan saat kau sedang meneduh sendirian. Peri itu sangat cantik, ia akan menemanimu meneduh dan jika kau beruntung maka ia juga akan menyanyi untukmu. Mungkin kau akan jatuh cinta padanya saat ia tersenyum. Awalnya aku sangat antusias mendengar cerita ibu. Tentu saja, saat itu aku hanya bocah lima tahun yang akan membawa imajinasinya ke kehidupan nyata.
"Eunwoo-ah tahu? Diantara jutaan bulir hujan itu ada beberapa peri yang datang untukmu jika kau meneduh di suatu tempat sendirian. Hanya benar-benar sendirian. Kau tidak perlu takut, mereka baik dan jika beruntung si peri hujan akan menyanyikan sebuah lagu yang menenangkanmu."
"Benarkah itu umma? Apa peri hujan juga cantik seperti umma?"
"Nde, ia sangat cantik."
Kita semua sudah tidak asing lagi mendengar kata 'hujan' bahkan sebagian mengetahui bagaimana sains menjawab proses terjadinya hujan. Mereka mengatakan, air yang turun dari langit itu terbentuk melalui beberapa proses hingga terjadinya hujan. Diawali dengan panas matahari yang menyinari kemudian menyebabkan air yang ada di bumi menguap. Kemudian suhu udara yang tinggi mengakibatkan uap air mengalami kondensasi (pemadatan) dan menjadi sebuah embun. Embun terbentuk dari titik-titik kecil sehingga suhu udara semakin tinggi, membuat titik-titik dari embun semakin banyak berkumpul memadat dan akan membentuk menjadi awan.
Perjalanan masih belum selesai, awan-awan yang tadi terbentuk mendapat bantuan dari udara yang menyebabkan tiupan angin akan membantu awan-awan bergerak ke tempat yang lain. Pergerakan angin memberikan pengaruh besar terhadap awan sehingga membuat awan kecil menyatu dan kemudian membentuk awan yang lebih besar lagi lalu bergerak ke langit atau ke tempat yang memiliki suhu lebih rendah. Dan semakin banyak butiran awan yang terkumpul, awan akan berubah warna menjadi semakin kelabu. Setelah awan semakin kelabu akibatnya titik-titik air semakin berat dan tidak terbendung lagi akan membuat butiran-butiran air tadi jatuh ke bumi sehingga terjadilah hujan.
Sungguh kekanak-kanakan, itulah yang akan kupikirkan saat kembali mendengar cerita ibu. Bagaimana mungkin dulu aku bisa sebegitu antusiasnya saat hujan tiba karena ingin bertemu dengan sosok peri hujan. Aku sudah terlalu dewasa untuk hal-hal demikian. Bukankah begitu? Aku lelaki muda usia tujuh belas tahun. Aku lebih percaya bagaimana sains menjelaskan segalanya ketimbang cerita-cerita fiksi penuh keajaiban atau hanya dongeng anak kecil pengantar tidur. Pernah beberapa kali aku meneduh di halte bus dekat sekolahku tapi selalu ada yang meneduh bersama. Kalaupun sendirian, hujan pasti tidak akan berlangsung lama atau bus yang akan kunaiki pasti akan segera tiba. Jadi, kupikir benar tidak ada yang namanya peri hujan.
***
"Woo-ya apa kau bercaya pada keberadaan peri hujan?" aku mengernyitkan alisku saat seorang temanku bertanya seperti itu.
"Tentu tidak. Itu sangat konyol Wen." Kataku tanpa memandang seorang gadis yang duduk di bangku tepat di sebelahku.
Aku tahu Wendy Son tidak akan puas dengan jawabanku. Gadis itu termasuk teman terdekatku disini. Ya hanya teman, kami tidak terlalu dekat hanya untuk hal-hal berbau romantis. Kami hanya teman diskusi yang selalu berbeda pendapat. Wendy adalah gadis penuh imajinasi sedangkan aku seseorang yang selalu berpikir logis. Tentu kami akan selalu berdebat tentang segala sesuatu. Tetapi, disitulah banyak hal yang terkadang tidak pernah terpikir olehku dapat ia jelaskan dari sudut pandangnya. Wendy sebenarnya adalah seorang gadis pandai yang tergila-gila akan beberapa tulisan fantasy yang entah mengapa saat musim hujan datang ia bukannya terserang flu tetapi malah terserang dongeng yang entah ia dapat dari mana.

KAMU SEDANG MEMBACA
THEORY OF EVERYTHING
FanfictionKumpulan cerita | Have a great journey, a head into the universe, finally you are where you belonged.