Zia dan para sahabatnya sudah berpindah posisi, kini mereka sedang berada dikantin, mengingat jam istirahat sudah berbunyi sekitar lima menit yang lalu. Tidak hanya mereka bertiga saja, pastinya juga ada anak-anak lain yang ingin mengisi perut-perut mereka.
Hiruk pikuk menggelora diruangan seribu umat itu. Antrian di berbagai stand makanan pun juga tak luput menjadi salah satu penyebabnya. Ini tidak seperti biasanya, mungkin karena hari ini lebih bebas dibanding hari-hari sebelumnya. Dan mungkin karena class meeting ini mereka jadi kelelahan. Sehingga mereka melampiaskan semua rasa lelah itu di kantin ini.
Jika anak-anak lain berjalan kesana-kemari untuk mencari tempat duduk, berbeda dengan Zia, Nasya, dan Vea. Mereka sudah duduk dengan damai sambil menyantap makanannya masing-masing, tanpa ada pengganggu sama sekali.
Sambil menyantap makanannya, Zia sesekali memainkan ponselnya. Matanya terus-menerus mengarah ke benda mati seribu umat itu. Jika ada notifikasi masuk, tangannya dengan cekatan langsung meraihnya dan tak lupa pula jari-jarinya menari-nari di atas sana.
Tentu saja tingkahnya itu membuat Nasya yang duduk didepannya jadi penasaran setengah mampus. Sebenarnya Zia ini sedang berkirim pesan dengan siapa, sih? Biasanya gadis itu tidak terlalu suka berlama-lama bermain ponsel. Tapi kali ini? Bahkan Zia sudah melakukannya sejak mereka terakhir berada di taman. Bayangkan saja, sudah berapa lama gadis itu memegang benda pipih nya.
"Ngapain sih, Zi? Perasaan dari tadi sibuk banget. " Nasya mulai jengah. Menatap sinis kearah sahabatnya itu.
"Hm?" Gadis yang ditanya malah linglung, mengangkat kedua alisnya dengan sendok yang masih berada di mulutnya.
Nasya berdecak dengan kedua bola mata memutar jengah, "Kalo makan ya makan, gak usah mainan segala. Lo aneh tau gak sih hari ini. Biasanya juga gak pernah main handphone sampek segitunya."
Mendengar itu bukanya merasa bersalah atau apa, Zia malah tersenyum lebar, sangat lebar sampai matanya ikut menyipit. Lalu gadis itu mengarahkan layar ponselnya di depan Nasya, memperlihatkan room chat nya dengan seseorang.
Nasya melihatnya, membaca dengan seksama percakapan antara Zia dan orang itu. "He is back?" Tanyanya setelah selesai membaca pesan itu.
Zia langsung mengangguk semangat, senyum lebar pun tak pernah luput dari bibirnya.
"Dan lo seneng?"
Lagi-lagi Zia mengangguk cepat, "Yaiyalah, banget malah."
Nasya mengernyit. Sedikit tidak suka dengan respon Zia yang menurutnya berlebihan. Dan lagi, kenapa perasaannya tiba-tiba menjadi tidak enak. Apa ini suatu pertanda yang baik? Atau malah sebaliknya?
🐨
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar dua menit yang lalu. Saat ini Gio sedang berjalan di koridor menuju parkiran. Jangan lupakan pula Duo Cecurut yang selalu menguntitnya kemanapun melangkah, kecuali saat dirumah.
"Mau langsung balik, Yo?" Bastian bersuara dengan sesekali merapikan jambul nya. Tak lupa pula kedipan mata genitnya untuk gadis-gadis yang masih berkeliaran di area itu. Sangat kontras sekali dengan para sahabatnya.
"Yoi." Gio membalas singkat. Lelaki itu berjalan tenang dengan satu tangan yang tenggelam di saku celananya.
Sedangkan Si Es yang satunya juga melakukan hal yang sama, masih setia dengan gaya cool nya. Berusaha tenang dengan sesekali melirik ke arah Bastian, jaga-jaga jika saja lelaki itu terjatuh dan membuatnya malu. Sudah sering, bahkan hampir setiap hari dirinya dipermalukan gara-gara Bastian. Entah ramuan atau mantra apa yang bisa menyembuhkan penyakit kenarsissan Si Curut itu. Jika ada, dengan senang hati Rafael akan mencarikannya. Daripada dia harus memasang muka tembok setiap hari, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
SOULMATE✔
Teen Fiction⚠️NO YET REVISION Antariksa High School series #1 Ketika orang yang membuat moodmu selalu hancur menjadi orang yang dipercaya kedua orang tuamu untuk menjagamu selamanya. "Dasar iblis dingin laknat! Ketua OSIS sok narsis! lo kira gue bakal nurut s...