35 || Baikan

13.8K 562 60
                                    

Sang mentari sudah menampakkan sinarnya. Namun, Sang gadis yang tengah dicari belum juga ditemukan. Gio mendesah. Malamnya tadi ia gunakan untuk menyusuri kota Metropolitan. Hampir seluruh ujung kota ia tapaki guna untuk menemukan Zia, tetapi secuil kisi-kisi keberadaannya pun tak ia dapatkan. Sebenarnya bisa saja dia menyuruh orang untuk membantu mencari Zia, tapi masalahnya koneksi sang ayah sangat luas. Jadi Gio tidak berani menggunakan orang yang biasa disebut bodyguard tersebut. Bisa habis dia jika sang ayah tahu menantunya hilang. Tidak hanya ayahnya yang murka, bundanya pun akan sama sangat murkanya. Dan pastinya secepat kilat keluarga Alexander tahu. Perkara akan semakin rumit.

Kembali ke apartemen untuk membersihkan tubuhnya. Mungkin dinginnya air bisa sedikit mengangsurkan rasa penatnya. Setelah bersih-bersih Gio akan kembali mencari Zia. Tetapi sebelum itu, sejenak dirinya terdiam, memikirkan tempat mana yang belum dia datangi dan kemungkinan Zia berada disana. Jika dirinya kembali mendatangi cafe, besar kemungkinan Reyzand berada disana karena untuk sementara cafe itu diambil alih olehnya. Lalu sekarang dia harus ke mana?

Ternyata Gio masih belum mengenal dalam tentang istrinya. Makanan kesukaan Zia pun dia tak tahu, apalagi tempat-tempat yang sering dikunjungi gadis itu. Saat akan memulai semuanya dari awal, mengapa harus ada badai datang menerpa? Seharusnya saat ini keadaan hubungan mereka baik-baik saja. Tapi, apa yang sudah dia lakukan kemarin menghancurkan semuanya. Jelas ini semua semakin rumit karena dirinya.

Setelah menghabiskan waktu sekitar setengah jam hanya untuk berpikir. Gio melangkah memasuki kamar Zia. Siapa tahu dirinya bisa menemukan petunjuk ditempat tersebut. Mendudukkan diri di pinggir kasur, lalu netranya berpendar keseluruh ruangan dan berhenti tepat di sebuah bingkai foto yang berada diatas nakas. Sudut bibirnya tertarik keatas. Di dalam foto itu Zia tidak sendiri, melainkan bersama dua sahabatnya. Tetapi Gio hanya terfokus pada gadis cantik yang berstatus sebagai istrinya. Gadis yang bergaya paling konyol di foto itu, gadis yang memakai kostum Naruto, sementara dua sahabat lainya memakai kostum anime, Aikatsu.

"Lo ke mana, sih, Zi?" Bertanya lirih pada gambar di hadapanya, jelas tidak ada yang menjawab.

"Pulang ya, kita selesaiin baik-baik,"

"Gue kangen..." Tak terasa sebulir air mata menetes, dan jatuh di foto tepat di wajah Zia.Buru-buru Gio menghapusnya. Seumur hidup baru kali ini air matanya menetes hanya karena perempuan. Mungkin jika bundanya beda lagi.

Mendekap erat, seolah bingkai itu adalah Zia. Gio mencoba mengobati rasa sesaknya. Entah ke mana gadis itu, yang jelas sekarang Gio berharap istrinya baik-baik saja.

"Astaga!!" Seruan itu seketika keluar dari mulut Gio. Dia seperti tengah baru saja menyadari sesuatu.

"Bego banget, sih gue. Kenapa gak kepikiran dari semalem coba?" Menaruh bingkai foto ditempatnya semula, Gio kemudian meraih kunci mobil dan pergi menuju sebuah tempat yang kemungkinan besar Zia berada disana.

🐨

Ditemani dengan secangkir vanila, Zia duduk di sebuah gazebo. Hembusan angin pagi sama sekali tidak mengusiknya, malah bahkan terkesan menghantarkan ketenangan. Pikirannya melayang ke kejadian semalam. Adegan demi adegan pun berputar kembali memenuhi memori nya. Dimana salah satu orang yang berarti baginya dipukuli oleh Gio, suaminya sendiri. Entah di sini siapa yang harus disalahkan, tapi yang jelas hati Zia sudah sangat kesal dengan Gio.

"Udah ngelamunya?" Suara itu membuyarkan pikiran Zia. Dia menoleh dan mendapati Nasya yang sudah duduk disampingnya. Tidak berniat menjawab, Zia kembali ke pikirannya tadi.

Nasya yang melihat itu pun hanya bisa mendesah pasrah. Semalam Zia datang ke rumahnya dengan mata yang berurai air mata. Tidak sendiri, melainkan dengan seseorang yang keadaannya jauh dari kata baik. Dia lantas shock dan berbagai pertanyaan pun tak luput ia lontarkan, namun Zia memilih diam dan menyuruhnya untuk mengobati laki-laki itu terlebih dahulu. Setelahnya Nasya disuruh mengantar laki-laki itu pulang sementara, Zia tinggal dirumahnya. Untung kedua orang tua Nasya sedang berbulan madu part 2, jadi keadaan rumah cukup sepi. Tidak sampai disitu, setelah Nasya kembali Zia malah histeris, menangis sambil meronta-ronta. Dia jelas bingung, namun tetap membiarkan Zia mengeluarkan semuanya. Hingga akhirnya dirinya mengerti apa masalahnya. Dan perasaan tidak nyamannya waktu itu pun terjawab. Dugaannya benar.

SOULMATE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang