42 || New Year

8.5K 412 31
                                    

Perhatiannya tak beralih barang sedetik pun dari Zia. Gio terus mengamati kegiatan Zia-yang tak lain tak bukan melamun-sedari mereka pulang dari Sungai Han. Istrinya itu duduk dengan menghadap keluar jendela, sementara dirinya sendiri saat ini tengah berbaring di tempat tidur. Tidak ada suara, tidak ada gerakan, Gio jadi menduga apa istrinya tidak pegal dengan terus duduk seperti itu? Ingin bertanya, tapi sepertinya ini bukan waktu yang tepat. Diam lebih baik.

Gio tidak tahu apa yang membuat Zia langsung terdiam setelah melihat laki-laki yang mereka temui di Sungai tadi. Yang dia tahu, Zia dan laki-laki tadi saling mengenal, pasalnya mereka sama-sama menyebutkan nama. Tapi, tentang bagaimana hubungan mereka Gio sama sekali tidak tahu. Belum sempat bertanya siapa laki-laki itu, Zia sudah lebih dulu menarik dirinya menjauh. Dan sampai sekarang pun hanya ada kemungkinan-kemungkinan lain yang bersarang di benaknya. Tidak berani menyimpulkan dulu, sebelum Zia menjelaskan sendiri. Kejadian waktu itu cukup menjadi pelajaran bagi Gio.

Tangannya meraih ponsel di atas nakas, waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Sudah sangat larut, tapi sepertinya Zia belum sama sekali ingin berpindah dari tempatnya.

"Zi, nggak tidur?" akhirnya Gio bersuara. Tidak baik juga membiarkan Zia terus terjaga sampai pagi.

Cukup lama tidak ada jawaban. Satu menit, dua menit, Gio mengira Zia benar-benar tidak ingin menjawabnya. Tapi, perlahan tubuh gadis itu berbalik, menatap Gio dengan entah ekspresi seperti apa, sangat sulit untuk di deskripsikan.

"Lo belum tidur?" bukannya menjawab Zia justru balik bertanya.

Gio mengubah posisinya menjadi terduduk, helaan napas pelan terdengar keluar dari sela bibirnya. "Kalo lo aja belum tidur, mana bisa gue tidur duluan." jawabnya pelan.

Lagi-lagi keterdiaman yang membalas perkataan Gio. Manik mata kedua manusia itu saling bersitatap. Gio bukan pakar ahli pembaca ekspresi seseorang, tapi kali ini dia seolah menjadi pakar tersebut. Dia tahu kalau Zia sedang berada dalam kondisi yang tidak benar-benar baik. Laki-laki itu tidak minus, dari jarak mereka saat ini saja dia dapat menangkap satu butir cairan di ujung mata Zia.

Gadis itu berbalik lagi, tangannya bergerak seperti membersihkan sesuatu di area wajahnya. Gio tidak tahu, lebih tepatnya tidak ingin tahu apa yang baru saja Zia usap tapi, kepalang sudah tadi dirinya melihat air mata gadis itu hendak menetes. Jadi, kemungkinan terbesar air mata yang baru saja Zia usap. Selanjutnya, Zia berdiri, melangkah mendekati Gio lalu mengambil posisi berbaring. Gio mengikuti berbaring di samping Zia.

Hening lagi. Gio kira Zia sudah tidur tapi, ternyata mata gadis itu masih terbuka lebar. Lagi-lagi hanya menghela napas pasrah yang bisa Gio lakukan. Memiringkan tubuhnya menghadap ke Zia dengan mata terus memperhatikan wajah gadis itu dari samping.

Zia menyadari, menoleh ke arah Gio lalu ikut-ikutan memiringkan tubuhnya menghadap laki-laki tersebut. Cukup lama keduanya saling tatap. Zia tidak kuat terus seperti ini. Mendekat ke Gio lalu memeluknya erat. Wajahnya ia sembunyikan di dada lelaki itu.

Gio terkejut tentu saja tapi, tak urung membalas pelukan Zia. Mengusap pelan kepalanya sembari di selingi dengan kecup-kecupan ringan di ujung kepala gadis itu. "Kenapa, hm?" tanyanya akhirnya.

Jawaban dari Zia hanya gelengan pelan. Gio sudah menduga. Ia kembali diam tapi tidak dengan tangannya, masih setia dengan mengusap surai istrinya. Kedua alisnya spontan mengernyit saat merasakan kaos bagian depan yang ia pakai sedikit basah. Bukan itu saja, cengkeraman tangan Zia di bajunya pun mengerat. Laki-laki itu tidak berani menduga-duga. Tapi... Ini terlalu nyata.

Zia menangis?

🐨

"Gio?" sang empu nama menoleh.

SOULMATE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang