34 || Rumit

10.8K 447 14
                                    

Dengan senyum tertahan, Gio berjalan sembari membawa sebuah paper bag berukuran sedang menuju ke tempat tinggalnya. Berkat pembicaraan antara dirinya dengan Rafael tadi Gio bertekad untuk bertanya langsung pada Zia. Gio ingin semua ini berakhir, dia ingin ending dari cerita ini bahagia, dan sungguh dia sudah sangat merindukan Zia. Terlepas dari sikapnya beberapa hari ini, Gio harap Zia bisa memaafkannya.

Setelah berhasil membuka pintu, sejenak Gio tercenung. Bukan, bukan karena dia salah masuk atau apa, sudah jelas-jelas tadi dia bisa membuka pintu dengan kodenya. Tapi ada suara asing yang masuk kedalam gendang telinganya, suara laki-laki dan perempuan. Yang dia tau Si Perempuan itu adalah Zia. Tapi Si Laki-laki? Apakah Reyzand? Untuk menuntaskan rasa penasarannya, Gio berderap kedapur, memastikan apakah dugaanya benar atau salah.

Kejadiannya terjadi secepat mata berkedip, tanpa terduga apalagi di rencanakan. Zia terkejut bukan main, bola matanya hampir saja keluar mencolot dari tempatnya. Yang dilihatnya sekarang bukan hal yang dia inginkan. Gio kalap, terlihat dari betapa brutalnya dia memukul laki-laki itu, laki-laki yang beberapa hari lalu memeluk Zia didepan gerbang sekolah dan laki-laki yang sekarang dengan lancangnya mendatangi tempat tinggalnya bersama Zia.

Sementara Zia tidak tahu harus melakukan apa untuk menghentikan Gio selain dengan berteriak dan berusaha menarik lengan laki-laki itu. Tapi percuma saja, tenaganya kalah dengan Gio apalagi saat ini laki-laki itu tengah emosi. Zia khawatir jikalau lelaki yang saat ini tengah dihajar oleh Gio meregang nyawa di tangan lelaki itu. Tidak, itu tidak boleh terjadi.

"GIO BERHENTI!!"

Seperti angin lalu. Gio seperti tidak mendengar suara itu, seolah-olah laki-laki itu menulikan pendengarannya. Fokusnya saat ini hanya mangsa didepanya, dia tidak membiarkan apalagi memberi kesempatan untuk Sang Mangsa melawan. Kepalan tangannya terus-menerus mendarat di sekitar wajah lelaki itu. Sampai tiba-tiba tarikan yang sangat kuat menghentikan aksinya, itu dari Zia. Entah kekuatan dari mana, tapi yang jelas sekarang napas gadis itu terlihat naik turun tidak beda jauh dengan Gio dan lawannya. Gio sendiri hanya menatap Zia tanpa ekspresi, hanya matanya saja yang menggambarkan betapa marahnya lelaki itu.

Mata Zia memanas, sebentar lagi buliran air mengalir dipipinya. Tetapi sebelum itu terjadi tangannya melayang dan mendarat manis tepat dipipi Gio, sangat keras. Seolah mewakili perasaannya saat ini. Lalu Zia berjongkok dan membantu laki-laki yang dihajar Gio tadi. Lebam dimana-mana, dan darah mengucur dari hidung serta ujung bibirnya. Dengan hati-hati Zia memapah keluar dari sana. Dia tidak tahan satu ruangan dengan Gio, bahkan sekarang untuk menghirup udara yang sama pun dia harus berpikir ribuan kali. Tanpa kata, tanpa tatapan, dan tanpa penjelasan, Zia pergi.

Gio bergeming. Selain karena tindakan Zia tadi dia juga merutuki kebodohannya. Bagaimana bisa dirinya lepas kendali? Seharusnya tadi dia lebih bersabar, kan? Tapi kenapa tidak bisa? Emosinya  langsung naik ketika melihat Zia sedang tertawa dengan laki-laki tadi. Dia tidak bisa menahannya, sama sekali tidak bisa. Akhirnya penyesalan menyelimuti dirinya, apalagi ketika matanya tanpa sengaja menangkap air mata Zia yang menetes, dan air mata itu luruh karena dirinya. Perkataan Rafael beberapa saat lalu benar-benar terjadi. Menyesal, dan itu sama sekali tidak berguna.

🐨


Jarum jam pendek menunjuk angka satu, sedangkan yang panjang menunjuk angka lima. Diwaktu yang selarut itu Gio belum tidur seperti yang dilakukan orang-orang lainya. Malah sekarang dirinya berada di depan rumah mertuanya. Niatnya ingin mencari Zia karena sampai sekarang pun gadis itu belum juga pulang. Dan Gio berpikir kemungkinan terbesar Zia berada dirumah orang tuanya. Tetapi saat ini keraguan menyelimuti dirinya, dengan masih berdiri di depan gerbang rumah keluarga Zia, Gio mencoba mencari alasan kenapa dirinya datang kesana selarut ini. Bodoh! Sudah jelas-jelas dia akan menjemput Zia dan membawanya pulang. Semudah itu jika tidak dipikir berulang kali. Tapi, bagaimana jika Bram malah menyalahkan dirinya atas kepergian Zia, walaupun memang seperti itu kenyataannya. Atau yang lebih parahnya lagi Zia tidak berada disana, dan sudah bisa dipastikan Bram akan menginterogasinya habis-habisan dan diakhiri dengan wajah Gio yang lebam-lebam. Membayangkannya saja sudah bisa membuat Gio meringis.

SOULMATE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang