Setelah menyelesaikan urusannya di kantor Sang Ayah, Gio mengendarai mobil nya menuju sebuah kawasan perumahan. Disana tidak terlalu padat, bahkan terkesan asri karena banyak di tumbuhi pepohonan. Jarak antara rumah satu dan rumah lainya dibentangi rumput hijau yang luas, banyak berbagai macam bunga juga disana, tak lupa kolam ikan berukuran sedang di tengah-tengahnya. Kawasan perumahan itu bisa dibilang baru karena ada beberapa rumah yang baru dalam tahap pembangunan.
Mobil Gio berhenti di depan salah satu rumah yang juga masih dalam proses pembangunan.
Gio keluar dari mobilnya, lelaki itu bersandar di badan mobil dengan tangan bersedekap di depan dada. Matanya aktif mengamati bangunan di depannya. Seketika senyum miring terpatri di wajahnya. Gio seperti sedang mengejek bangunan di depannya. Ada apa dengan lelaki itu? Hei Bung! Di depanmu itu benda mati. Sepertinya Gio sudah sedikit tidak waras.Setelah itu, Gio kembali mengendarai mobil nya. Dia tidak pulang, melainkan akan pergi ke rumah Rafael. Tidak butuh waktu lama bagi Gio untuk sampai di rumah sahabatnya itu. Mengetuk pintu lalu di persilakan langsung masuk oleh salah satu pekerja di sana. Jangan salah, semua orang di rumah itu sudah kenal Gio dekat. Ingat bukan jika Gio dan Rafael sahabat dari kecil?
"Woi bro!!" Bukan, itu bukan sapaan dari Gio maupun Rafael, tetapi dari Si Narsis Bastian. Ternyata dia ada disana juga.
Gio tidak menanggapi apapun, lelaki itu langsung duduk di sofa yang tersedia di kamar Rafael. Sementara Sang Pemilik Kamar menatap dengan penuh tanda tanya, tumben-tumbennan Gio kesini?
"Ngapa lu, Tong? Muka suntuk banget elah." Bastian mulai memuntahkan unek-uneknya.
Memang sedari dia melihat Gio masuk, wajah lelaki itu tidak ada semangat-semangatnya. Yah, walaupun dari sananya sudah datar tapi ini lebih butek lagi. Seperti air sungai yang tercemar? Memang separah itu.
Bastian mulai geram karena pertanyaan nya tak kunjung mendapat jawaban, yang di tanya malah beralih sibuk melepas jas nya. Jas? Pantas saja Gio terlihat berbeda, ternyata lelaki itu tengah memakai pakaian formal. Eh, tapi ngomong-ngomong darimana Gio?
"Lu darimana, sih, Yo? Formal amat. Abis ke kondangan ye? Siapa yang nikah? Anton? Dino? Dimas? Arip? Siapa? Tapi kok gue kagak di undang ya? Woi! El lu di undang kagak?"
Memang seperti itu Si Bastian, tidak akan berhenti berbicara jika yang dia tanyakan tak kunjung di jawab.
"Lo bisa diem gak?" Rafael mulai pusing dengan lelaki yang berstatus sahabatnya itu.
Bastian yang mendengar itu langsung mencibir tanpa suara. Dia, 'kan penasaran memang salah, ya?
"PS lo mana, El?" Gio mulai bersuara. Lelaki itu sudah menggulung lengan kemejanya hingga ke siku, benar-benar seperti CEO muda.
"Di lemari,"
Gio yang mendengar itu menaikkan sebelah alis nya, begitu juga dengan Bastian. Dan Rafael yang melihat ekspresi dari teman-teman nya segera melanjutkan ucapanya, "Si Dino kemaren kesini, males gue pinjemin PS. Tau, 'kan lo kalo dia rusuh?" Barulah Gio dan Bastian mengangguk.
🐨
Seperti kapal yang baru saja di terjang ombak. Itulah gambaran kamar Rafael saat ini. Banyak sekali bungkus-bungkus makanan dimana-mana, barang-barang yang sudah tidak pada tempatnya, dan juga suara fals yang di keluarkan Bastian benar-benar menambah kesan betapa berantakannya kamar itu. Begitulah jika sudah ada Bastian, tempat manapun kecuali di rumahnya pasti dibuat berantakan. Tiada hari tanpa membuat onar, itulah prinsipnya. Padahal jika teman-temannya ganti main kerumahnya dia selalu mewanti-wanti agar tidak diberantaki. Katanya dia malas untuk bersih-bersih, padahalkan ada asisten rumah tangga disana, itu hanya alibi dia agar rumahnya tetap bersih, curang, bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
SOULMATE✔
Teen Fiction⚠️NO YET REVISION Antariksa High School series #1 Ketika orang yang membuat moodmu selalu hancur menjadi orang yang dipercaya kedua orang tuamu untuk menjagamu selamanya. "Dasar iblis dingin laknat! Ketua OSIS sok narsis! lo kira gue bakal nurut s...