Manusia memiliki batas kemampuan masing-masing. Salah satunya, batas kemampuan menahan kesabaran. Sekuat apapun rasa itu di tahan, yang ada hanya luapan emosi. Dan sebenarnya ada yang tidak ingin meluapkan emosi demi menjaga hati seseorang. Dia takut orang yang jadi tempat luapan emosinya sakit hati.
Demi menghindari sang istri yang bawelnya minta ampun, siang ini Gio memilih nongkrong di tempat sahabat lamanya, Rafael. Bukan apa, hanya saja istrinya itu akhir-akhir ini menaruh rasa curiga yang sangat besar terhadap dirinya, contohnya saja ketika tiba-tiba Zia bertanya apakah Gio selingkuh atau tidak.Berusaha menjelaskan tentu bukan pilihan yang tepat, karena hal itu akan semakin membuat spekulasi-spekulasi Zia bercabang ke mana-mana, bisa tambah bahaya nanti.
Padahal Gio mana berani selingkuh, bisa ditikam keluarga Alexander dia jika putri semata wayang mereka disakiti. Tidak ada peluang untuk selingkuh, di kantor saja Gio memilih memakai asisten ketimbang sekretaris, mana laki-laki pula. Itu juga pilihan terbaik ayahnya untuk mendampinginya bekerja. Dan juga, Gio sudah over miss dengan Zia. Tidak ada ruang kosong di hatinya untuk perempuan lain. Jadi, selingkuh tidak terdaftar dalam wishlistnya.
"Tumben mampir." Rafael menyeletuk sesaat setelah duduk di sisi Gio. Di tangannya terdapat satu cup yang entah berisi apa.
"Kok cuma satu, buat gue mana?" Gio mengernyit bingung. Ini Rafael tidak ada niatan untuk membuatkan dia minuman begitu?
"Buat sendiri." jawab acuh Rafael.
"Tau gini gak bakal gue ke sini. Udah ah gue balik." Gio beranjak dari duduknya, tapi harus tertahan saat Rafael tertawa.
"Sensi amat sih lo? Calon bapak juga masih ngambekan." cibir lelaki itu.
"Bodo amat ya, dari pada lo calon aja kagak punya." tiada pertemuan tanpa perdebatan rupanya. Padahal setelah lulus SMA mereka berdua sudah sangat jarang bertemu, apalagi dengan Bastian. Laki-laki itu malah betah nongkrong di negara orang.
"Gue kan pemilih,"
"Ngomong aja gak ada yang mau."
Rafael mendengus. Gio ternyata masih sama menyebalkannya seperti empat tahun yang lalu. Setiap kalimat yang keluar dari mulut lelaki itu memang bisa membuat sakit hati tersendiri. Istrinya apa kabar ya, semoga tidak stres karena menghadapi sikap random sahabatnya. Untung ini Zia, bayangkan kalau wanita lain. Bisa berakhir di tengah jalan sepertinya. Huh! Tuhan memang adil.
"Lagi ada masalah, kan lo?" Rafael langsung menembak dengan pertanyaan. Dari pada meneruskan perdebatan tadi, mending langsung ke topik yang ujung-ujungnya juga akan mereka bahas.
Bertepatan dengan selesainya Rafael mengajukan pertanyaan, Gio duduk semula di tempatnya. "Katanya gue selingkuh masa?" Gio memulai.
"Bini lo yang ngomong?" menghela napas sejenak, lantas Gio mengangguk.
Semenjak Zia curiga kepadanya, istrinya itu melarang keras dia untuk menyentuhnya. Gio mana tahan? Tidur seranjang tapi tidak ada pelukan? Dingin.
"Lo nya macem-macem kali." jika tidak begitu, dari mana rasa curiga Zia tumbuh? Rafael menggeleng miris. Dari dulu Gio memang tulalit masalah seperti ini.
"Ngomong begitu lagi gue robek mulut lo." lirikan sengit Gio layangkan. Enak saja dia di kata macam-macam, julukan budak cinta saja dia yang jadi pemenang nomor satu.
"Ya terus?"
Gio membuang napas cuma-cuma. Niatnya dia mampir ke tempat Rafael itu untuk memecahkan masalah, bukan malah semakin dibuat bingung seperti ini.
"Pulang ngantor gue langsung ke rumah, berangkatnya langsung mejeng di meja kerja kantor. Lah, dari mana gue selingkuh?" pertanyaannya, Zia bisa mendakwa Gio selingkuh itu dari mana?
KAMU SEDANG MEMBACA
SOULMATE✔
Teen Fiction⚠️NO YET REVISION Antariksa High School series #1 Ketika orang yang membuat moodmu selalu hancur menjadi orang yang dipercaya kedua orang tuamu untuk menjagamu selamanya. "Dasar iblis dingin laknat! Ketua OSIS sok narsis! lo kira gue bakal nurut s...