Menua bersama adalah impian semua pasangan. Membuka mata dan melihat dia berada di sisimu, dan sebelum mata terpejam matamu selalu memindai wajahnya. Menyaksikan pasanganmu memasak makanan untukmu dan kamu mencicipinya. Mengontrol ego agar pasanganmu tidak terluka. Melihat dia tersenyum saat kamu melontarkan candaaan. Bahkan menyaksikan sepasang iris masing-masing dan saling berucap cinta. Sesederhana itu, dan rasanya sangat bahagia.
Dulu, Gio tidak pernah memikirkan ini. Sejauh mana hubungan mereka akan bertahan. Hal itu mengalir, layaknya air sungai. Terkadang ada hambatan di tengahnya, namun ada cela kecil yang bisa ia lewati. Dan akhirnya hambatan itu berlalu. Seperti itu lah hubungannya dengan Zia, dari awal sampai sekarang. Tidak melulu baik-baik saja. Masalah ada, dan yang keduanya lakukan sudah pasti harus menyelesaikan.
Hingga akhirnya mereka sampai pada titik ini. Di mana keduanya sudah bersama-sama merawat anak-anaknya. Ada dua buah hati yang sekarang sudah tumbuh remaja. Satunya baru menginjak kelas sepuluh, dan satunya lagi kelas delapan. Mereka yang selalu membuat Mama Zia mengoceh karena ulahnya.
“Atta! Balikin komik gue!” suara melengking itu berasal dari gadis berambut pendek dan bermata bulat—akan menjadi sabit jika ia tersenyum. Namanya Gheeza, atau panggil saja Iza.
“Pinjem bentar! Ntar gue balikin!” yang ini Atta, atau Yetra. Sang tersangka kemurkaan kakaknya.
Jika orang lain yang melihat mungkin akan mengira jika yang kakaknya adalah Atta. Remaja laki-laki itu lebih tinggi dibanding dengan Iza. Pantas saja, karena dia sering berlatih basket bersama Papanya. Dan Iza? Gadis ini sangat anti olahraga. Lebih baik rebahan sambil baca komik, katanya.“Komik gue selalu lenyap kalo udah di tangan lo! Balikin gak!” Iza masih terus mengejar sang adik yang berlarian di sekitar taman belakang rumah. Kaki keduanya telanjang, tanpa sadar, sudah pasti setelah ini Mama Zia akan mengoceh.
“Gak lagi, janji!” terus saja, seperti tidak mengenal lelah.
Langkah Iza berhenti, kedua tangannya bertumpu di lutut untuk menyangga tubuhnya yang berbungkuk. Napasnya naik turun, rambutnya sudah tidak karuan lagi, dan keringat di sekitar dahi semakin memperjelas betapa semangatnya ia tadi berlari. Untuk mengejar Atta.
“Gue pinjem ya?” Atta pun ikut berhenti, membalikkan tubuhnya dan bertanya pada kakaknya.
Hanya kibasan tangan yang Iza berikan. Gadis itu sibuk mengatur napasnya. Sudah terlalu lelah menghadapi kejahilan adik kampretnya itu.
“Kak, ntar malem temenin gue cover lagu ya?” pintanya sebelum pergi, menatap kakaknya penuh harap. Dan ketika anggukan dari Iza ia dapatkan, segera cowok itu berlari masuk rumah.
“Ada maunya aja baik-baik dia.” gumaman itu menemani langkah Iza. Menyusul adiknya masuk rumah dengan air muka yang sudah tidak sekesal tadi.
Saat tepat dua langkah kakinya menginjak lantai marmer, suara melengking Mamanya menyambut. Membuat Iza mengeplak dahinya. Lalu pandangannya turun ke bawah, ke kakinya yang kotor karena terkena becekan tanah. Hujan baru saja reda sore ini.
“Itu kaki udah kayak ceker ayam, Abang! Lantainya kotor begitu. Udah berapa kali Mama bilang keluar rumah pake sendal, masih aja!”
Perlahan tubuh Iza berbalik, ingin kembali ke taman saja. Menghindari omelan Mamanya.
“Astaga, Kakak! Kakinya ngotorin lantai begitu, gak pernah dengerin ya kalo Mama ngomong!” terlambat, Mama Zia sudah memergokinya lebih dulu. Usaha untuknya kabur gagal.
Tubuhnya dipaksa berbalik untuk memberikan cengiran tanpa dosa ke Mama Zia yang saat ini tengah berkacak pinggang. Di belakangnya ada Atta, yang dengan kurang ajarnya memeletkan lidah ke arahnya, mengejek. Tatapan Iza berubah datar. Lihat saja nanti, tidak akan Iza temani cover lagu malam ini!
KAMU SEDANG MEMBACA
SOULMATE✔
Teen Fiction⚠️NO YET REVISION Antariksa High School series #1 Ketika orang yang membuat moodmu selalu hancur menjadi orang yang dipercaya kedua orang tuamu untuk menjagamu selamanya. "Dasar iblis dingin laknat! Ketua OSIS sok narsis! lo kira gue bakal nurut s...