23 || Bulu tangkis

15.3K 651 8
                                    

Selamat membaca!

Sedari tadi senyumnya tidak pernah luntur, bahkan sampai bel istirahat berkumandang. Membuat dua sahabatnya, Nasya dan Vea, menatapnya bingung. Pertanyaan-pertanyaan sudah mereka lontarkan dari awal melihat Zia masuk kelas dengan wajah berseri-seri, tapi hanya direspons dengan hedikan bahu lalu tersenyum lagi.

"Nasya, Zia kenapa sih?" Vea bertanya dengan berbisik-bisik kepada Nasya.

Saat ini tiga sejoli itu sedang menyantap makanan di kantin, seperti biasa, selalu di bangku pojok yang sudah mereka booking permanent.

"Kesambet kali," Jawab Nasya asal.

"Hush! Nasya gak boleh ngomong kayak gitu, gak baik tau,"

Vea kembali memperhatikan Zia yang sedang menyantap satu mangkuk bakso, sahabat nya itu sedang makan pun masih terus tersenyum-senyum tidak jelas. Dia jadi punya fikiran, sebelum sampai di sekolah Zia nabrak tiang listrik dulu ya? Ini bukan seperti Zia-Zia yang sebelumnya, sahabatnya itu hari ini benar-benar berbeda.

"Zia..." Vea memanggil dengan nada panjang, ucapanya terdengar ragu.

"Ya?" Zia beralih sebentar dari makanan nya dengan alis terangkat, menunggu Vea berkata selanjutnya.

Vea menggigit bibir bawahnya, "Jangan kayak gitu, Vea jadi takut." setelah itu Vea menunduk dengan memilin-milin jarinya.

Nasya yang mendengar penuturan Vea pun menoleh, sementara Zia mengernyit bingung.

"Loh, takut kenapa? Emang gue aneh ya?" Zia menunjuk dirinya sendiri, sekarang gadis itu sudah tidak tertarik lagi dengan bakso nya.

Vea mengangguk, "Dari tadi Zia senyum-senyum sendiri," Aku nya polos.

Nasya tersenyum geli sembari menggelengkan kepalanya. Sahabatnya satu itu benar-benar polos, maklum anak tunggal. Masih sangat labil, kadang marah karena bekal nya dihabiskan Nasya, lalu baik lagi karena di iming-imingi es krim, setelah es krim nya habis, marah lagi teringat bekal nya yang ludes di perut Nasya. Ck! Masih kekanak-kanakkan sekali.

Kadang dia berfikir, mau sampai kapan Vea punya sifat kekanakan seperti itu. Ini saja mereka sudah menginjak kelas dua belas, tapi sifat sahabat nya itu belum berubah sama sekali. Apakah nanti ada lelaki yang mau menerima sifat Vea? Ya semoga saja, si lelaki yang Nasya harapkan untuk Vea segera Tuhan kirimkan. Menerima segala kekurangan sahabatnya itu dan dapat menjadikan Vea sebagai perempuan satu-satunya di hidup si lelaki.

Sementara sahabatnya yang satunya lagi, sepertinya dia sudah memulai kehidupan baru. Nasya bukan orang baru yang tidak tahu asal-usul Zia, gadis itu dulu adalah anak yang manja, sangat feminim, lemah lembut dan polos sama seperti Vea. Tapi semua sifat itu harus sirna seketika ketika hati nya dicabik-cabik secara tidak langsung oleh seseorang, dan Nasya sangat benci hari itu. Hari dimana kebaikan Zia bagai hilang ditelan bumi, Zia menjadi sosok bad. Dan orang yang menjadikannya seperti itu menghilang entah kemana, Nasya hanya berharap semoga orang itu tidak kembali lagi. Menghilang untuk selamanya dan tidak akan pernah menunjukkan mukanya lagi di depan sahabatnya, Zia.

Dan sekarang, entah apa yang terjadi sebelumnya kepada Zia, sehingga akhir-akhir ini gadis itu terlihat sangat bahagia sekali, Nasya pun tak tahu. Tapi dia bisa menyimpulkan, Gio lah alasan Zia bahagia. Secara perlahan-lahan lelaki itu sudah membuang satu-persatu sifat buruk Zia, ya Nasya yakin akan hal itu.

SOULMATE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang