32 || Changed

11.2K 482 11
                                    

Kakinya terus melangkah kesana-kemari. Ada raut cemas melingkupi wajahnya. Berbagai umpatan pun tak luput keluar dari bibir gadis itu. Sangking kesal nya, dia sampai mengacak rambut nya frustrasi.

Sekarang sudah jam sembilan malam, dan Gio belum juga menunjukkan batang hidungnya, lelaki itu belum pulang. Karena itulah Zia sampai se-frustasi ini. Gadis itu khawatir, sangat. Tidak seperti biasanya Gio begini. Belum pulang sampai malam apalagi tanpa kabar. Coba bayangkan, istri mana yang tidak khawatir?

Sudah berulang kali Zia mencoba menghubungi Gio, tapi tetap saja tidak mendapatkan jawaban dari lelaki itu. Gio seolah sengaja mengabaikan Zia dan membuat gadis itu khawatir. Apakah Gio mencoba membalas dendam karena kemarin juga sudah membuat lelaki itu menunggu?

Tapi tidak seperti ini juga caranya. Ini mah sama saja Gio seperti ingin membunuhnya gara-gara frustrasi. Dan juga bukan salah Zia, dia kan sudah berusaha menjelaskan tapi Gio nya saja yang tidak mau dengar. Menyebalkan sekali. Laki-laki memang selalu egois!

Lama-kelamaan Zia lelah. Gadis itu menghempaskan tubuhnya di sofa, mencari posisi ternyaman saat berbaring di tempat yang tidak terlalu besar itu. Dan tanpa sadar mata nya perlahan tertutup di iringi dengan ponsel di genggaman nya yang jatuh ke lantai.

Selang beberapa menit, pintu apartemen terbuka. Orang yang di tunggu akhirnya tiba. Dengan langkah pelan Gio menghampiri Zia, berjongkok di depan gadis itu seraya mengusap pelan surainya.

"Gue gak mau denger kebohongan. Jadi, maaf." Suara lirih itu mengalun masuk ke dalam gendang telinga Zia.

Memang sedari tadi Gio sengaja pulang telat. Dia masih kesal dengan kejadian kemarin. Memilih menghindar daripada harus mendengar kebohongan dan itu membuatnya sakit. Semarah apapun dia kepada Zia, entah kenapa rasanya sangat sulit untuk berkata apa yang ingin ia katakan. Padahal dulu Gio bahkan sangat mudah melontarkan kata-kata pedas untuk Zia. Tapi sepertinya sekarang ini hati lebih dominan daripada pikiran.

Dengan perlahan Gio mengangkat tubuh Zia, memindahkannya di tempat yang membuat gadis itu lebih nyaman. Sesaat lelaki itu terdiam, matanya fokus pada wajah istrinya. Dia ragu jika Zia selingkuh. Tapi, siapa laki-laki kemarin? Dan kenapa mereka terlihat begitu serasi? Jika itu hanya teman, tidak mungkin 'kan sampai mencium kening segala?

"Gue harap lo bisa jujur."

Satu kecupan mendarat di kening Zia. Lebih lama daripada biasanya. Mungkin Gio mencoba berusaha menghilangkan bekas kecupan lelaki kemarin. Sangking lamanya, Zia sampai menggeliat. Tapi tidak sampai membuka matanya, gadis itu mungkin merasa terusik.

Dengan berat hati Gio menjauhkan wajahnya. Manik nya masih setia menatap wajah cantik istrinya. Jari-jari lentik Gio pun tak luput mengusap lembut surai Zia. Berat rasanya mendiami Zia seperti tadi. Tapi mau bagaimana lagi, Gio masih cukup kecewa dan dia butuh waktu untuk menyembuhkan itu.

Setelah puas, Gio melangkah pergi. Tapi sebelum benar-benar berpindah posisi lelaki itu kembali menunduk dan mempertemukan bibir nya dengan dahi Zia. Singkat, sangat singkat. Karena dia takut Zia akan terusik kembali dan malah terbangun.

"Malam.. "

🐨

Duk!

Ringissan kesakitan langsung keluar dari bibir nya. Yakin setelah ini pasti dahi nya sudah memerah atau bahkan benjol. Tangannya pun tak luput mengusap bagian itu, terus menerus sampai ia mencoba mengingat kenapa dirinya bisa sampai teronggok mengenaskan di lantai.

Perlahan tubuh nya beranjak. Masih sama dengan setia mengusap dahi nya. Berharap dengan cara itu rasa sakit atau bahkan bekas nya bisa hilang sekejap mata.

SOULMATE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang