45 || Congratulations

9.3K 361 31
                                    

4 years later...

Ada beberapa hal yang harus disiapkan sebelum menikah. Pertama hati, kedua restu, dan ketiga biaya. Untuk syarat kedua dan ketiga itu mudah, bahkan sangat mudah di dapat jika adanya sebuah kerja keras. Namun untuk syarat pertama nyatanya hati manusia tidak dapat dipaksakan, karena hati satu-satunya teman manusia yang paling jujur. Lalu, bisakah ikatan sakral itu berlangsung lama jika hati belum atau bahkan tidak mendominasi? Rasa-rasanya itu mustahil.

Yang menikah dengan rasa cinta saja bisa berubah atau berakhir dengan alasan bosan, apalagi yang tanpa adanya rasa itu? Memang di awal hubungan pasti baik-baik saja, berjalan tanpa adanya kendala apapun. Lalu di pertengahan hubungan sebuah masalah itu pasti ada dan datang. Kenapa? Karena hal itu lah yang membuktikan seberapa kuat cinta dari sepasang anak adam dan hawa. Jika bisa melewatinya ya pasti hubungan itu akan bertahan pun sampai maut memisahkan.

Tapi, tunggu dulu. Ada yang pernah berkata, cinta datang karena terbiasa. Atau, benci dan cinta itu beda tipis. Memang benar adanya. Terbiasa bersama seseorang yang selalu dan selalu tertangkap oleh pandangan, bisa memunculkan rasa ketergantungan tanpa disadari. Ketika seseorang berkata "aku benci dia" belum tentu hatinya pun berkata hal yang sama, benci dalam artian si orang yang di benci ini dekat dengan orang lain? Artinya kamu merasa tidak suka dengan hal itu. Kamu inginnya si dia ini hanya berdebat denganmu dan terus-menerus berbicara bersamamu, iya kan?

Mau bagaimana pun cinta itu akan mengalahkan segalanya, bukan? Bahkan dunianya sendiri.

Empat tahun, tidak selama yang di bayangkan juga, tidak sesingkat yang terkira. Semuanya berjalan dengan seiring waktu. Ada banyak sekali hal-hal yang mereka temui. Berawal dari tahun masuk dunia perkuliahan, merahasiakan status walaupun mereka satu kampus. Tidak mudah, apalagi dengan diri mereka masing-masing yang memiliki paras blasteran. Zia masih labil, apalagi Gio. Masalah demi masalah mengguncang hubungan mereka. Orang baru datang mengusik, dan tekanan dari lingkungan yang bebas sempat menjadi topik permasalahan yang panjang. Tapi, dengan kepercayaan yang sudah mereka berdua janjikan akhirnya semuanya berlalu.

"Kamu jangan pake sepatu tinggi-tinggi." suara itu mengalun lagi, suara yang sudah menemani hari-hari Zia selama empat tahun terakhir.

"Ya, masa aku pake flat shoes sih," balasnya merajuk.

Hal yang menjadi alasan pertama renggangnya sebuah hubungan, perdebatan. Tapi, jika masih dalam konteks lingkar yang normal itu tidak akan menjadi masalah yang besar. Apalagi hanya karena kepossessivean salah satu pihak. Mungkin ada beberapa yang merasa tidak nyaman, tapi kembali lagi jika dua-duanya masih ingin menggenggam kata perpisahan akan menjauh.

"Entar kaki kamu sakit kalo lama-lama pake heels."

Gio yang possessive dan jarang untuk bisa dibantah, sementara Zia yang manja dengan seribu mulut bawelnya. Apalagi dengan kehadiran jabang bayi di perut Zia, sikap possessive Gio meningkat berkali-kali lipat begitu pula kemanjaan Zia.

"Entar penampilan aku ke banting dong sama yang lain." sejak minggu pertama kehamilan, penampilan adalah hal yang harus dinomorsatukan bagi Zia. Padahal dulu ia masa bodoh dengan hal itu.

"Jangan yaa, kamu tetep cantik kok. Kasian nanti adek bayinya kalo mama nya kecapekan."

Selalu adek bayi yang menjadi kelemahan Zia. Jika sudah seperti ini yang bisa Zia lakukan hanya menuruti, tidak baik juga melawan apa kata suami.

"Nanti kalo kamu udah terima ijazah, kita langsung pulang ya. Kamu gak boleh capek-capek."

Hari ini Zia resmi diwisuda. Selesai sudah masa kuliahnya selama empat tahun ini. Setelahnya calon ibu itu akan fokus menjadi istri dan ibu yang baik untuk keluarganya. Zia sudah merancang semuanya dari awal, dia yang meminta untuk menunda kehamilan sebelum dirinya lulus. Dan sekarang, calon bayi yang berusia 16 minggu sudah tumbuh di rahimnya.

"Mami sama papi udah di telefon?" sembari menuruni anak tangga, Zia bersuara. Daripada melayani sikap Gio, lebih baik mengalihkan pembicaraan.

"Udah tadi," jawab Gio. "mualnya masih kerasa gak?"

Hal satu itu masih menjadi rutinitas Zia setiap pagi. Morning sickness. Peredanya adalah aroma khas tubuh suaminya. Alhasil sebelum berangkat kerja Gio harus selalu memeluk Zia, dan menidurkannya kembali. Menjauhkan antah berantah bau-bauan yang sekiranya membuat Zia mual. Seperti bau bawang, Zia sangat sensitif dengan hal itu.

Sampai di ruang tengah kedua langkah manusia itu berhenti. Berdiri saling berhadap-hadapan dengan senyum di masing-masing bibir. Gio meraih jemari Zia lalu mengecupnya. Sementara Zia sedikit terheran, pasalnya jarang-jarang Gio melakukan hal itu.

"Congratulations, my wife, my world, my future mommy, my sunshine, and everything for me. Selamat buat S satunya ya, dan semoga ilmunya bermanfaat, amin."

Zia tertawa pelan. Sedikit geli dengan apa yang baru saja Gio ucapkan. Tapi tak urung doa dari sang suami ia aminkan.

"Amin," kata Zia. "kamu juga, selamat ya calon ayah, udah di lantik jadi CEO."

Seminggu yang lalu ayah Ronald resmi pensiun dan Gio yang menggantikannya. Hal itu membuat Gio semakin sibuk saja, padahal dirinya ingin meluangkan waktu banyak untuk Zia yang sedang berbadan dua. Terselip rasa kesal tak terkira jika menyadari hal itu tapi, Gio ingat ada Zia dan calon anaknya yang harus ia nafkahi. Sibuk sekarang tak apa, asalkan nanti dirinya memiliki waktu senggang yang banyak.

"Gak enak ah jadi bos," ada satu hal lagi yang berubah dari Gio, lelaki itu ternyata manja juga. Tidak sesering Zia memang, tapi tetap saja aneh.
"Kenapa? Menurut aku keren tau." balas Zia.

"Capek. Gak bisa peluk kamu setiap hari."

Nah, kan. Kalau sudah begini Zia memilih untuk menghindar saja. Bahaya untuk calon adek bayi, bisa-bisa sekarang di dalam perut dia merasa ilfeel dengan papanya.

"Udah ih, ayo berangkat. Nanti telat malah."

"Siap, nyonya Gio."

Keduanya tertawa sembari berderap keluar dari rumah. Dengan Zia yang memakai kebaya ibu hamil dengan dipadu flat shoes saran dari Gio, tidak begitu buruk, cukup menawan. Sementara sang suami mengenakan setelan jas. Serasi, bahkan sangat serasi.

Banyak harapan setelah ini, semoga semuanya berjalan dengan apa yang diinginkan. Dan sebesar apapun rintangan di depan sana, mereka berdua bisa melewatinya.

__________________________________
Tbc.

terusin

atau

udahan aja?

jangan lupa vote nya yaaa:)

SOULMATE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang