37 || William

12K 495 23
                                    

Saat ini mereka berdua—Zia dan Gio sedang dalam perjalanan menuju rumah William, lebih tepatnya apartemen laki-laki tersebut. Bagaimana Zia bisa tahu jika William pulang ke apartemen bukan ke rumah orang tuanya? Tentu saja dari Nasya, katanya William yang menginginkan itu, mengingat kondisinya kemarin malam jauh dari kata baik. William takut orang tuanya akan khawatir dan malah membesar-besarkan masalah. Semuanya akan semakin rumit jika itu sampai terjadi.

Zia sendiri saat ini sedang bimbang, antara benar atau tidaknya membawa Gio bertemu dengan William setelah kejadian kemarin malam. Gadis itu takut jikalau William tidak menerima permintaan maaf dari Gio dan malah balas memukulnya. Dan juga, sampai saat ini pun dia masih sangat tidak enak hati pada abang sepupunya itu. Bagaimana sikap William terhadap dirinya setelah kejadian kemarin? Apakah masih sama, atau berubah jadi tak acuh kepadanya? Atau lebih parahnya lagi, William tidak merestui hubungannya bersama Gio. Memikirkan itu semua malah tambah membuat hati Zia gundah.

"Yo, kita puter balik, yuk! Besok-besok aja minta maaf nya. Palingan juga sekarang bang Liam lagi istirahat, gue gak enak kalo mau ganggu waktu dia." Ucap Zia. Gadis itu memiringkan tubuhnya untuk menghadap ke arah suaminya, memasang wajah semeyakinkan mungkin agar Gio mau menuruti ucapanya. Padahal itu semua hanya sia-sia, karena saat ini Gio tidak menoleh sama sekali ke arahnya.

"Tanggung, Zi, 'kan kata lo tadi bentar lagi nyampek. Lagian, kalo besok-besok gue minta maaf nya, berarti besok-besok juga dong lo maafin gue. Gak, ah, gue gak mau." Kali ini laki-laki itu melirik ke arah gadis di sampingnya sekilas.

"Ya udah, sekarang gue mau kok maafin lo. Gue terima permintaan maaf lo." Lagi, Zia berusaha meyakinkan.

"Bener, nih, udah di maafin?" Gio bertanya seraya ikut-ikutan memiringkan tubuhnya. Tujuannya untung melihat kesungguhan di ekspresi Zia.

Langsung saja Zia mengangguk cepat, saking cepatnya dia merasa lehernya hampir patah. Tapi setelahnya sebuah senyum lebar merekah di bibirnya. Tujuannya masih sama, untuk meyakinkan Gio.

"Tapi kita udah sampek, tanggung kalo gak sekalian masuk."

Penuturan itu berhasil melenyapkan senyuman Zia. Perlahan kepalanya menengok, dan di saat itu juga matanya di suguhkan sebuah gedung yang menjulang tinggi—gedung apartemen, tempat di mana William tinggal.

"Ayok turun!"

Ajakan Gio tidak Zia hiraukan. Bahunya turun, badannya langsung lesu seketika. Percuma saja dirinya mengelak sedemikian rupa, tempat yang awalnya dia tuju kini sudah di depan mata, dan mau bagaimana pun juga dia harus turun dan melaksanakan tujuan awal. Menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan, berharap dengan cara itu ke-khawatiran yang tadi ia rasakan lenyap seketika. Tapi percuma, bukannya lenyap kini perasaan itu malah semakin membuat dirinya meragu.

Ketukan dari kaca di sampingnya mengalihkan pemikirannya tadi. Gio disana, memberi gestur menyuruhnya untuk segera turun. Sekarang Zia pasrah. Dirinya harus menghadapi apa yang terjadi nanti, dia harus siap, mau bagaimana pun juga Gio memang harus mempertanggung jawabkan kesalahannya kemarin.

Menghela napas untuk kesekian kalinya, Zia beranjak turun. Berjalan gontai disamping Gio masuk ke dalam gedung. Membiarkan lift bergerak membawa mereka ke lantai di mana William tinggal. Untung saja saat ini Gio memilih diam, ingat bukan jika lelaki itu memiliki kepribadian yang dingin. Dan disaat-saat seperti ini Zia bersyukur akan hal itu, pasalnya dia tidak perlu setidaknya untuk menjawab atau meladeni lelaki itu.

Entah sudah berapa kali Zia menghela napas. Dan kegiatannya itu tidak pernah sekali pun luput dari perhatian Gio. Lelaki itu tahu jika Zia ragu. Ragu akan William yang mungkin tidak memaafkan dirinya. Tapi Gio santai saja, urusan William mau memaafkan atau tidak,  yang terpenting dirinya sudah meminta maaf. Jika tadi Gio berpikir harus mendapatkan maaf dari sepupu Zia itu kali ini tidak. Pasalnya Zia tadi sudah mengatakan jika gadis itu sudah memaafkan dirinya. Jadi, Gio cukup lega akan hal itu.

SOULMATE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang