Salahku yang terlalu berfokus padamu sampai cemburupun aku tak rela
Dani
"Tunangan?!" Hani berteriak tertahan. Semua mata jadi teralih kepadanya.
Dani bungkam. Dinaya hanya tersenyum tipis dan lebih memilih memainkan gantungan bintang pada gelangnya yang ada di pergelangan tangan kanan.
Mama menoleh pada Dinaya. 'Tumben nih anak kalem banget' batin mama.
"Iya, Dinaya calon abang sepupu kamu Hani" Tante Sisi tersenyum pada Hani. Hani hanya mengangguk menyadari kebodohannya yang seperti terlalu kepo. Dia melirik Dinaya sekilas tapi kembali menunduk.
"Jadi kapan?" Papa ikutan jadi orang kepo.
Dinaya berdehem pelan.
"Hmm tante, sebelumnya aku minta maaf. Aku sama Dani sepertinya lebih cocok jadi teman" Dinaya berbicara dengan tenang dan senyum menghiasi bibirnya. Ada perasaan tidak enak saat dia melihat raut kecewa diwajah Tante Sisi.
"Loh, kenapa? Bukannya kalian udah dekat ya? Tadi pagi lari bareng kan?" Ucapan tante Sisi membuat mama, papa dan Iki mengerutkan dahi. Sedangkan Dani, Hani dan Ari malah setia menunduk. Dinaya tersenyum singkat melihat tingkah mereka sebelum kembali menjawab.
"Iya tan, tadi kita lari pagi. Nah kita sempat bicara banyak dan akhirnya memutuskan untuk berteman aja" Dinaya masih dengan senyumnya berucap tenang. Dani dan Hani refleks menoleh padanya.
Dani merasa tertohok mendengar keputusan sepihak dari Dinaya. Dia sangat menyesali kejadian tadi pagi. Sedangkan Hani tertunduk makin dalam, dia sangat menyesal sudah menuduh Dinaya hanya karena emosi sesaat dan keegoisannya. Padahal Dinaya memiliki jiwa yang sangat dewasa dan tenang.
Tante Sisi terlihat berpikir keras tapi setelahnya dia tersenyum dan mengangguk. Sepertinya dia bisa menerima keputusan Dinaya. Dani menghembuskan napas berat disertai senyum miris penuh penyesalan.
"Kak Dinaya ke Bundaran HI bareng bang Dani?" Hani sangat penasaran.
"Iya" Dinaya tersenyum. Bukan meremehkan tapi senyum ramah. Dia ngerti apa yang di rasakan Hani saat ini, jadi dia tidak akan berlarut-larut dengan masalah tadi pagi.
"Oh iya, kamu juga ke HI kan ya? Kamu di jemput teman cowokkan? Tapi dia malah biarin kamu pulang sendiri. Dasar ga bertanggung jawab" Tante Sisi berhasil membuat Hani kembali menunduk. Lagi, rasa bersalah dan menyesal Hani kembali muncul.
Bertolak belakang dengan Dinaya yang hampir keblablasan tertawa melihat ekspresi dua cowok disebelah dan di depannya. Dani dan Ari makin menunduk dalam.
"Mungkin Hani atau temannya punya alasan hingga memutuskan pulang sendiri-sendiri tan"
Ari dan Hani menoleh pada Dinaya yang sengaja tersenyum mengejek mereka.
"Kalau Dinaya dianter Dani sampai rumah kan?"
Dani menoleh pada Dinaya. Dia seperti memohon pada Dinaya untuk berbohong. Dinaya hanya tersenyum tipis.
"Ga, tan. Kayaknya Dani punya urusan mendesak dan aku sibuk kulineran disana, jadi aku biarin dia pulang duluan"
"Kamu kok tega sih Dan" Tante Sisi menuntut jawaban dari Dani.
"Iya mi, tadi mendesak. Salahku harusnya tetap nungguin Dinaya"
'Pinter banget dia' batin Dinaya.
Ari mencibir. Dinaya tersenyum meremehkan sambil menunduk. Mama papa melihat mereka berdua dengan tatapan menyelidik. Aneh.
Beberapa menit kemudian mereka telah selesai makan malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and My Possesive Bro (End)
Художественная прозаSiapa sangka seorang Dinaya Feriawan, dokter cantik, elegan dan sangat seksi itu masih menjomblo selama 25th hidupnya, alias jomblo seumur hidup. Bukannya dia punya kelainan soal percintaan, dia mau dan ingin. Hanya saja Perjuangannya selalu terhamb...