30

1.5K 80 3
                                    

"Seseorang yang udah ngingkari janji ga berhak dikasih kesempatan karena sekali dia berbuat, tidak ada jaminan dia bakal tobat. Apalagi janji dalam hubungan tanpa ikatan kuat...."

________________________________

"Ada apa?" Jelas sekali nada malas dalam gaya bicara Yudha.

"Kamu kok baru bangun sih?! Aku udah nungguin dari 10 menit yang lalu di depan rumah!! Buruan ke sini. Ga usah mandi. Pake parfum aja. Aku ga mau tau, kamu harus nyampe 10 menit lagi!... awas kalo telat!!.. tut..tut..!!"

Yudha melempar hpnya kearah sofa yang ada di pojok kamarnya. Tidak ada bunyi barang pecah yang artinya hpnya selamat mendarat di atas sofa. Tapi Yudha tidak peduli, mau pecah atau ga, dia tidak peduli. Toh udah ga ada yang diharapkan dari hp itu. Seseorang yang ditunggunya tidak ada kabar sejak kemaren. Usahanya menelpon berkali-kali selalu berakhir sia-sia.

Yudha mengacak rambutnya frustasi. Dengan gerakan kasar dia bangkit dari tidur dan menuju kamar mandi.

15 menit Yudha sampai di depan rumah megah bewarna serba putih. Mulai dari cat luar hingga cat dalamnya putih. Pagar dan semua properti yang ada di rumah itu juga bewarna putih.

Seorang gadis, ralat dia bukan gadis lagi. Seorang wanita cantik dengan dandanan terlalu mencolok akibat barang-barang yang menempel di tubuhnya semuanya berharga fantastis, mendekat ke arah Yudha yang baru turun dari mobilnya dengan wajah datar.

"Kamu telat 5 menit dari waktu yang aku tentuin. Kamu ga bertanggung jawab banget sih jadi pacar! Kamu ga mikir aku ini capek nungguin depan rumah dari tadi?!" Wanita itu membentak Yudha yang tampak tidak tertarik dengan kemewahan hidup di depannya.

"Mau kemana?" Kalimat tanya yang selalu menjadi pembuka hari Yudha sejak bertemu wanita ini kembali.

"Ishh.. kamu itu ngeselin ya!" Wanita itu cemberut, tapi dengan sekejap berubah jadi manja ketika menyadari ekspresi Yudha berubah kesal.

"Anterin aku belanja ya?? Aku kehabisan gaun buat ntar malem. Daddy mau ngadain makan malam dan ngundang kolega bisnisnya" Yudha menepis tangan wanita itu yang hampir menggapai wajahnya. Entah apa yang akan dia lakukan, Yudha tidak ingin wanita itu menyentuhnya lagi.

"Kamu kenapa sih? Dari kemaren uring-uringan terus. Kalau daddy tau, dia pasti bakal marah"

Alasan itu lagi, dan Yudha muak mendengarnya. Tapi dia tidak bisa melawan. Tidak untuk saat ini, dia menunggu waktu yang tepat. Waktu dimana dia bebas dari masalah ini dan kembali bahagia bersama Dinaya.

Ah.. Dinaya. Betapa rapuhnya gadis itu saat terakhir kali Yudha menyakitinya. Brengsek memang, tapi Yudha tidak punya pilihan lain.

"Ya udah ayok" dengan cuek Yudha masuk ke mobil tanpa mempedulikan teriakan wanita itu. Biarkan saja, toh nanti juga capek sendiri.

__________

Di lain tempat... Dinaya melamun. Matanya tertuju pada air sungai yang mengalir deras menabrak bebatuan. Dasar sungai terlihat jelas karena airnya yang sebening kaca.

Dinaya terus memperhatikan air mengalir itu tapi pikirannya kosong.

"Lo mau kerasukan setan siang bolong gini?"

Dinaya menoleh pada sumber suara dan dia kaget melihat dua sahabatnya melangkah ke arahnya. Dinaya memastikan kembali pijakan mereka, apakah mereka bener teman-temannya atau halusinasi semata?

"Eh neng, beneran kesambet ya?" Zaya mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajah Dinaya. Dinaya masih diam memperhatikan wajah kedua temannya. Dia terlalu kaget dengan kedatangan tiba-tiba mereka berdua.

Me and My Possesive Bro (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang