24

1.7K 111 4
                                        

Baby dont cry, my love will protect you until you can forget all your pain

_____________

Setelah beradu mulut dengan Ari dan Iki, yang semalam marah karena Dinaya ga ngabarin mereka kemana dia pergi, akhirnya adu mulut dimenangkan oleh Dinaya dengan wajah memelasnya.

Ari dan Iki tidak mau memperpanjang karena takut kakak mereka akan kembali bersedih jika teringat alasannya menghilang lagi.

__________

"Kak! Lo di jemput!" Suara cempreng Iki terdengar lagi padahal barusan dia pamit untuk berangkat ke sekolah.

"Siapa?" Dinaya merasa tidak punya janji dengan siapapun. Sayangnya yang ditanya malah ngeloyor pergi tanpa menjawab pertanyaan Dinaya.

"Mungkin calon kakak ipar gw"
"Bang Yudha" Ari menyahuti dengan yakin.

Masa? Bukannya tuh cowok cuma niat ngapel
pas pulker ya? Batin Dinaya.

"Ga mau berangkat? Noh bang Yudha udah di depan"

"Kok lo yakin orang itu Yudha?" Dinaya belum beranjak dari kursinya. Susu coklatnya belom habis.

"Kemaren dia izin gw, dan jelasin kalo seharian lo bareng dia" Ari bangkit dari kursinya setelah menghabiskan susu cappucino hangatnya.

"Ohh" Dinaya manggut-manggut dan mengekor di belakang Ari sampai keluar rumah.

"Kok ga masuk?" Dinaya bertanya pada Yudha yang duduk di teras rumahnya.

"Ga di suruh masuk sama tuan rumah" Yudha menyindir Dinaya dan sekilas melirik Ari.

"Ya elah bang, anggap aja rumah sendiri" Ari menepuk bahu Yudha dan berlalu "gw duluan ya, titip kakak gw" Ari mencium tangan Dinaya dan cipika cipiki dengan kakaknya.

"Kok kalian keliatan akrab?" Dalam perjalanan Dinaya membuka suara duluan.

Yudha menaikkan alisnya dan berpikir sejenak maksud pertanyaan Dinaya "Gw sama Ari?" Dinaya mengangguk.

"Emang! Kan calon adek ipar gw" mantap dan yakin, jawaban Yudha membuat Dinaya mendengus karena tingkat kepedean cowok itu.

"Kalian kerja sama ya?" Dinaya kembali bertanya.

"Iya, masalah?"

Kok kesal ya? Si Yudha selalu menjawab dengan cuek dan asal nyeblak.

"Dia perisai terkuat gw" lagi, Dinaya membuat pernyataan yang membuat orang lain harus berpikir dulu untuk mengerti maknanya.

"Bagus dong, gw udah ngelewati perisai terkuat lo. Tapi menurut gw, perisai terkuat itu adalah hati lo sendiri. Kalau elo nya yang susah ngebuka hati, orang yang dipercaya Ari pun ga bakal bisa masuk" Yudha berbicara sambil sesekali melirik Dinaya.

"Gw lagi usaha" Dinaya menjawab dengan lirih. Mendengar perkataan Yudha, dia jadi teringat kisahnya dengan Irfan. Ketika dia sudah membuka hati, tapi malah berakhir dengan naas.

Mobil berhenti tepat di lobi Rumah sakit tempat Dinaya kerja.

Yudha mengusap kepala Dinaya "ga usah terlalu dipikirin. Kalau keinget lagi, coba chat gw aja. Siapa tau perlahan ingatan buruk itu teralihkan dengan adanya gw disisi lo" Yudha serius dengan ucapannya.

Harapan Yudha terkabul, Dinaya mengangguk dan memberikan senyum manis pada Yudha sebelum keluar dari mobil.

"Makasih pak pol Yudha" Dinaya keluar mobil dan berjalan masuk Rumah sakit dengan wajah yang sumbringah setelah menghembuskan napas beratnya.

Me and My Possesive Bro (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang