Dinaya baru memasuki rumahnya dan seketika dirinya dikagetkan oleh mama yang teriak-teriak ga jelas dari arah dapur. Dinaya langsung panik takut sesuatu terjadi dengan mamanya.
"Mama kenapa? Hosh hosh!" Dinaya memegang kursi di sebelahnya dan mengatur napasnya yang sesak gara-gara berlari panik dari pintu utama ke dapur.
"Kamu abis di kejar apa kak?" Mama dengan polosnya bertanya. Dinaya menoleh pada mamanya. Wajah mama penuh tepung. Dan di sekitar oven terlihat berantakan.
"Mama abis ngapain teriak-teriak? Itu juga kenapa berantakan?" Dinaya mengambil beberapa tissue di meja makan kemudian mendekat pada mamanya. Dinaya membantu membersihkan wajah mama yang penuh tepung.
"mama mau bikin cumi tepung krispi buat adek kamu. Tapi mama ga sengaja jatuhin tepung sisa pas mau masukin lemari atas. Berantakan dehh" mama nyengir. Aduh mamanya aneh-aneh aja.
"Ya elah ma, aku pikir mama yang jatuh gegara teriak sekenceng gitu"
"Kamu doain mama ya? Durhaka kamu" mama menjitak kepala Dinaya.
"Aduhh! Nggak mah... kan tadi aku cuma ngira-ngira"
"Ohh mama pikir kamu doakan mama. Ya udah sana mandi dan ganti baju. Jam 7 bantu adek kamu turun ke ruang makan" mama melanjutkan kegiatannya bersama cumi tambah tepung.
"Bantu adek?" Dinaya bingung
"Iya, si Ari keseleo abis maen futsal. Dia minta mama masak ini karena ga mau makan kalo ga dibikinin cumi tepung katanya" mama mulai menggoreng cumi berbalut tepung satu persatu. Wanginya membuat perut Dinaya meronta.
"Lah apa hubungan keseleo sama nafsu makannya? Lebay banget tu anak" Dinaya meninggalkan mamanya yang hanya mengangkat bahu melihat tingkah anak gadisnya. Dinaya berlari dari dapur menuju kamarnya. Lupakan Dinaya yang elegan kalau sudah seperti itu.
"Astaughfirullah... Ari lo ngapain di kamar gw!!!" Baru buka pintu Dinaya langsung kaget mendapati wajah Ari yang ada di hadapannya.
"Gw juga kaget!!! Harusnya lo ketuk pintu dulu, hampir gw kejedot kalau ga cepat ngehindar" Ari membalas makian Dinaya sambil mengusap dadanya.
"Ini kamar gw, napa lo yang ngatur gw" Dinaya melewati Ari sambil menyenggol bahu Ari. Ari terhuyung ke belakang dan langsung terhempas di kasur Dinaya. Badannya yang hanya di topang satu kaki tidak bisa menahan dorongan dari Dinaya.
"Aduh!!! Kaki gw"
Dinaya berbalik menghadap Ari yang sudah meringgis di atas kasurnya. Dia merutuki dirinya yang lupa kalau Ari abis keseleo.
"Eh, sorry sorry.. gw ga nyenggol kaki lo kan? Sakit banget ya?" Dinaya ikut meringgis melihat kaki Ari yang di balut kain elastis bewarna coklat.
"Senggolan lo kuat banget gilee! Kaki gw kepaksa nahan badan" Ari mendudukkan tubuhnya dibantu Dinaya.
"Maaf, gw lupa"
"Lo mesti tanggung jawab" Ari tersenyum penuh arti. Dia mau mengerjai Dinaya.
"Gw harus ngapain?"
"Jadi perawat gw sampai kaki gw sembuh!"
"Whatt?? Ogahh!" Dinaya menolak keras. Dia tau banget kelakuan Ari kalau udah sakit. Manjanya itu.. bikin orang lain susah.
"Ga ada penolakan. Kalau lo tetep nolak, gw aduin mama"
"Ishh" Dinaya bisa saja tetep nolak, tapi mama pasti bakal ceramahi dia dan ngomel terus. Dari pada pusing dia kemudian mengangguk.
"Ya udah iya, tapi jangan banyak tingkah lo ya!" Telunjuknya diletakkan tepat 5 cm dari hidung Ari.
"Iya, tenang aja. Kayak biasa kok" Ari nyengir. Dinaya menghela napas berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and My Possesive Bro (End)
General FictionSiapa sangka seorang Dinaya Feriawan, dokter cantik, elegan dan sangat seksi itu masih menjomblo selama 25th hidupnya, alias jomblo seumur hidup. Bukannya dia punya kelainan soal percintaan, dia mau dan ingin. Hanya saja Perjuangannya selalu terhamb...