51

1.7K 69 0
                                        

"Woaahhh..... udara Padang lebih seger dibanding Jakarta" tanpa peduli diperhatikan orang-orang yang berlalu lalang di koridor bagian kedatangan Bandara Internasional Minangkabau, Iki berteriak sambil cengengesan. Ari ikut cengengesan sedangkan Dinaya sudah menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan akibat malu.

"Jemputan kita mana sih?" Ucap Dinaya gusar. Selain takut makin malu akibat tingkah Iki, Dinaya juga tidak nyaman dengan adanya Irfan yang masih menatapnya dari jarak 5 meter di samping kirinya. Sejak turun dari pesawat, pengambilan bagasi, hingga keluar dari bandara sampai ke tempat penjemputan pngunjung bandara, pandangan Irfan sepertinya tidak beralih dari Dinaya.

Siapa sih yang nggak risih ditatap mantan bahkan disaat sang mantan lagi gandeng cewek.

"Kenapa sih kak?" Ari mencium bau tidak beres.

"Si Irfan ngeliatin gw mulu dari tadi" ucap Dinaya tanpa mau menoleh pada Ari karena posisi Ari di sebelah kirinya yang otomatis searah dengan Irfan.

Ari menoleh ke arah Irfan yang sudah memalingkan wajah dan berbicara dengan Nana.

"Nggak tuh, perasaan lo aja kali"

"Nggak, dari tadi di bagasi juga"

"Udahlah... kebawa suasana inimah. Lo ketemu mantan disaat yang nggak tepat" ucap Ari menenangkan.

"Huft! Lagian jemputan kita lama amat sih" jarang sekali Dinaya yang super sabar mengeluh hanya karena jemputannya baru telat 10 menit. Biasanya diPHPin sampai berjam-jam pun dia tetap sabar.

"Sabar kak, lagian ada hikmahnya kok. Kita jadi bisa nikamtin suasana disini" Iki menunjuk sebuah tempat makan yang berada diluar gedung bandara tepat didekat parkiran motor.

"Makan disana yuk! Katanya ada sate padang yang rasanya enak banget disana" ucap Iki sambil menarik Dinaya.

"Barang kita titip disini aja" sebelum Dinaya protes, Iki sudah mengajak bicara petugas bandara yang mengangkut barang mereka tadi.

"Adek gw sekarang udah bisa ngehandle banyak hal" Ari merangkul Iki yang sedang merangkul Dinaya.

"Siapa? Iki?" Dinaya menoleh pada Ari begitupun Iki.

Ari mengangguk. Iki tersenyum bangga dan Dinaya senang melihat kedua adiknya senang.

"Cuss makan" teriak Iki yang berhasil membuat Dinaya kembali harus tutup wajah.

__________

"Kamu nggak papa?" Nana menatap Irfan yang terlihat mengenaskan dengan wajah muram sejak turun pesawat.

"Nggak papa, aku udah ikhlas"

"Bohong! Kamu belum move on Irfan"

"Makanya aku ikut ke sini, agar bisa ngelepas dia dan terpaksa harus move on karena tau ini adalah kesempatan terakhirku"

Nana menghela napas berat, dia sendiri merasa sakit hati tapi apa daya, dirinyalah yang memutuskan untuk masuk ke dalam hubungan rumit ini.

"Nanti kamu coba kalau ada kesempatan, jangan terlalu terlihat seperti tadi, dia bakalan merasa risih"

"Benarkah?" Irfan menatap Nana dengan ekspresi yang sulit untuk dijelaskan.

"Kamu nggak liat dia sengaja menghindar karena tau kamu terus merhatiin dia dari tadi?"

"Hm" Irfan tau dan sadar, tapi tetap saja dia tidak bisa berfikir jernih saat ini. Perasaannya yang kuat menuntutnya untuk mengabaikan logika.

__________

"Mamaaaa" Iki berlarian ke arah mama yang sudah merentangkan tangan menyambut Iki.

"Duhhh si bungsu mama makin ganteng aja"

Me and My Possesive Bro (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang