Senyummu cantik, fokusku teralihkan
Irfan
-------------------------------------------------------
"Jadi, apakah saya kerasukan sesuatu? atau saya jatuh cinta pada dokter Dinaya?" Suasana auditorium kembali riuh. Awalnya Dinaya sedikit kaget dan bingung, tapi kontrol emosinya memang bisa diacungi jempol.
Dinaya tersenyum manis pada dokter Irfan yang menaikkan alisnya seakan menggoda.
"Bisa jadi" Ucap Dinaya santai dengan membalas tatapan dokter Irfan. Mereka sama-sama tersenyum.
Suasana auditorium makin heboh hingga moderator menutup seminar.
Dinaya memutuskan untuk beristirahat sejenak di taman sebelah parkiran mobil. Dia sangat lelah karena sehabis seminar harus meladeni mahasiswa yang antri ingin berfoto dengannya. Gemericik air di kolam ikan sebelahnya sedikit bisa menghilangkan rasa capek Dinaya.
Dinaya masih punya waktu 1 jam lagi untuk kembali ke RS yang hanya berjarak 10 menit dari kampus itu. Matanya terus mengikuti gerombolan ikan yang berenang kesetiap sudut kolam. Tanpa sadar dia tersenyum sendiri. Hanya dengan melihat ikan, tiba-tiba keinginannya untuk berenang menggebu-gebu. Minggu ini dia akan berenang.
"Permisi dokter, saya boleh duduk di sini?"
Suara bass itu mengagetkan Dinaya, dia menoleh pada dokter Irfan yang duduk dihadapannya.
"Kayaknya dokter sedang bahagia? Berbagi kebahagiaan bukankah sesuatu yang baik?" Irfan tersenyum ramah. Dinaya ikut tersenyum dan sepenuhnya mengalihkan perhatian pada cowok tampan di depanya itu.
"Benar. Saya bahagia melihat ikan itu berenang bebas. Hidup di air kayaknya menyenangkan. Bukannya tidak mensyukuri hidup di darat, saya hanya mengagumi mereka yang terlihat segar seperti itu"
Ucapan Dinaya membuat Irfan harus memutar otak dan mengartikan maksudnya. Dia tau Dinaya punya maksud tersendiri dalam kalimat-kalimat itu.
"Jadi? Dokter Dinaya sedang ingin berenang atau ingin makan ikan segar?"
"Hahahahaha ternyata dokter peka ya? Padahal saya agak berbelit dan ga nyambung loh. Saya aja bingung sama omongan saya sendiri" Dinaya akui dia memang sudah sangat lapar saat ini.
"Cantik" Irfan berbisik memuji Dinaya yang masih setia melihat ikan berenang dengan senyuman manisnya.
"Hm?" Dinaya menoleh pada Irfan dengan wajah bertanya.
"Kamu cantik tersenyum seperti itu"
"Saya tau" ucap Dinaya dengan PD.
"Terlalu manis sampai saya salah fokus dari ikan ke kamu" Irfan mengulas senyum yang menambah kadar ketampanannya.
"Wahh parah, saya dibandingin sama ikan? Seseger itu kah?" Dinaya tersenyum menggoda.
"Sangat"
"Kalau begitu, mulai sekarang kita teman?" Dinaya menyodorkan tangannya. Irfan awalnya bingung dengan sikap Dinaya yang tidak terduga. Tapi kemudian dia tersenyum.
"Teman, untuk saat ini" dia membalas uluran tangan Dinaya.
"Jadi, untuk merayakan hari jadi kita, kamu mau di traktir dimana?" Irfan menawarkan.
"Saya pikir dokter beneran orang yang dingin loh. Maaf, saya ga sengaja denger dari adek-adek peserta seminar waktu di audit" Dinaya berbicara hati-hati tapi masih menatap Irfan dengan wajah penasaran.
"Memang, tapi rasanya sama kamu saya ga boleh dingin. Takut nyesal kalau ga hangat dikit"
"Maksudnya?"
"Saya jatuh cinta pada pandangan pertama sama kamu. Gangguan jantung itu tiba-tiba datang saat melihat senyum kamu. Kamu bisa buktikan saya jujur atau berbohong saat ini. Coba tersenyum" Ucapan Irfan seperti menghipnotis Dinaya. Dinaya tersenyum canggung.
Baru pertama kali Dinaya bertemu cowok kaku seperti Irfan. Dirinya yang diakui agak petakilan itu sampai takjub mendengar gaya bahasa Irfan. Dirinya juga kaget dengan pengakuan mendadak dari Irfan tanpa basa basi. Dinaya mengulum senyumnya saat memperhatikan wajah Irfan yang menunggu jawaban darinya.
"Kamu udah biasa to the point gini ya?" Tuduh Dinaya.
"Saya memang ga suka sama hal berbelit. Cukup pekerjaan saya saja yang berbelit" ucap Irfan yakin.
"Jadi, kamu cinta aku? Kamu ngajak aku makan? Dan kamu ingin aku menanggapi yang mana dulu?" Dinaya menatap tepat dimata Irfan begitupun sebaliknya.
"Bolehkan saya mengenal kamu lebih dekat? Meminta kesediaan kamu menjadi pacar? Dan melakukan makan siang bersama nanti?" Irfan bertanya hati-hati.
Wahhh... Dinaya ingin mengacungkan dua jempol untuk sikap Irfan. Pertama kali bagi Dinaya ditembak dengan cara yang tidak romantis seperti ini. Irfan begitu sempurna, tinggi, tampan, mapan dan sikapnya yang unik membuat Dinaya harus berpikir keras antara menolak karena belum punya rasa pada Irfan atau menerima karena ingin mencoba mulai membuka hati perlahan?
"Dinaya?" Irfan tersenyum melihat wajah cewek di depannya yang kelihatan menggemaskan saat melamun seperti itu.
"Dinaya??"
Dinaya tersadar dan menatap Irfan yang tersenyum sangat tampan di depannya. 'Gw boleh teriak bilang cowok ini tampan banget ga sih' batin Dinaya.
"Setiap orang punya hak untuk diberi kesempatan. Hak memperjuangkan perasaannya, Hak mentraktir teman baru dan Hak untuk mendapatkan penghargaan atas kejujurannya" Dinaya mengulum senyumnya. Dinaya bangga dirinya bisa berbicara layaknya orang bijak. Walau kalimatnya terasa seperti pelajaran PKN.
"Kalau begitu apakah saya diizinkan jadi pacar kamu?"
"Kamu yakin ga salah jatuh cinta?" Tanya Dinaya memastikan. Siapa tau Irfan habis kejedot tiang terus otaknya geser, tidak ada yang tau kan? Dinaya hanya ingin memastikan sekali lagi.
"Sangat yakin! Cuma kamu yang bikin hati saya bergetar. Saya ingin memiliki hak atas senyum indahmu, punya hak merasa cemburu saat kamu di goda lelaki lain, dan punya hak untuk memarahimu saat menggoda lelaki lain"
Dinaya kembali takjub dan terpesona dengan penuturan Irfan. Dia tidak perlu berpikir lagi untuk menolak.
"Baiklah. Mulai sekarang kamu punya hak itu. Kita pacaran. Tapi aku ingin kamu ngerubah panggilan jadi aku-kamu aja, jangan saya-kamu. Berasa kayak bos sama sekretaris, ntar mamaku ngejek kamu loh" ucap Dinaya sambil tersenyum jenaka.
Irfan terpesona dengan semua jawaban dan pola pikir Dinaya. Cewek pintar yang dianugrahi wajah cantik itu bener-bener membuatnya jatuh cinta. Sosok yang dia cari dan dambakan selama ini. Walau dulu pernah ada, tapi sosok itu menghilang entah kemana membuat Irfan membangun tembok tinggi pada hatinya dalam hal percintaan. Hanya Dinaya yang berhasil meruntuhkan tembok itu, senyum Dinaya bagaikan bom yang dilemparkan padanya, membuat hatinya yang lama membeku tiba-tiba mencair dengan sendirinya. Dia bukan tipe cowok romantis, tapi dia akan berusaha untuk berubah demi melihat senyum itu setiap saat.
"Terima kasih. Aku harap waktu itu cepat datang, saat kamu jatuh cinta padaku" Irfan berdiri mengulurkan tangannya. Dinaya menyambutnya dengan senyuman masih bertengger dibibir tipisnya.
"Kamu yang pilih tempat makan" Irfan menggandeng Dinaya sampai tempat parkir. Mereka sepakat bawa mobil masing-masing karena harus menuju tempat kerja yang berbeda arah setelah makan.
Dalam perjalanan kembali ke RS, sudut bibir Dinaya selalu terangkat. Berulang kali dia mencoba bersikap biasa, tapi gagal. Dinaya berfikir mungkin kehidupan percintaannya yang membosankan akan mulai berubah.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and My Possesive Bro (End)
Ficción GeneralSiapa sangka seorang Dinaya Feriawan, dokter cantik, elegan dan sangat seksi itu masih menjomblo selama 25th hidupnya, alias jomblo seumur hidup. Bukannya dia punya kelainan soal percintaan, dia mau dan ingin. Hanya saja Perjuangannya selalu terhamb...