26

1.7K 107 12
                                    

"Terima kasih udah mencintai saya, tapi cinta saya sudah untuk orang lain. Saya tidak bisa membagi hati"

Dinaya Feriawan

______________||||||_______________

"L-Lo..." Kali ini Dinaya berhasil dibuat gugup setelah melihat sesuatu yang di sodorkan Yudha di depan matanya.

"Gw udah siapin jauh hari sejak gw tertarik sama lo. Sejak gw sadar mulai suka sama lo dan sekarang sadar ingin lo seutuhnya. Ingin lo selalu ada disamping gw, ingin lo selalu terlihat dimata gw dan kejadian kayak gini ga bakal pernah terulang lagi" Yudha tersenyum tipis melihat ekspresi Dinaya.

Dimana Dinaya yang cuek seperti yang diceritakan Dani. Dinaya yang dewasa dan Dinaya yang pembawaannya tenang. Dinaya di depannya sekarang malah sangat jelas memperlihatkan kegugupannya dan gelagat salah tingkahnya terlihat lucu.

Disisi lain, Dinaya yang tidak siap dengan tindakan Yudha berakhir dengan mempermalukan diri sendiri. Dia kehilangan akalnya untuk stay cool. Wajah seperti kepiting rebus, mata tidak fokus berusaha menghindar dari tatapan Yudha dan tangannya yang bergerak gelisah sedari tadi.

Jujur saja Dinaya pernah berpikir Yudha akan melakukan hal itu tapi tidak secepat ini, semuanya jadi di luar perkiraan Dinaya yang masih belum selesai menata hati.

"Dinaya?"

"Hm?" Dinaya menatap tangan Yudha yang menggenggam tangannya.

"Lihat gw" ucap Yudha lembut. Dinaya menurut.

"Gw tau lo masih belum siap, gw tau lo masih berusaha melupakan masa lalu, tapi apa salahnya mencoba membuka hati lebih awal saat sisa kesakitan itu masih ada. Seenggaknya ada yang membantu mempercepat prosesnya" Yudha tersenyum lembut.

Dinaya paham ucapan Yudha dan berakhir dengan helaan napas berat darinya. Dia mengangguk.

"Tunggu kedatangan gw di rumah lo. Dan semuanya akan baik-baik aja" Yudha menyematkan cincin dengan design sederhana namun elegan di jari tengah Dinaya. Belum saatnya untuk menyematkan cincin dijari manis.

Lagi-lagi Dinaya mengangguk. Lalu dia tersenyum manis kepada Yudha. Ada rasa tenang di hatinya ketika Yudha berlaku manis seperti itu dan dia tidak mau melewatkannya.

"Sekarang tidur"

Yudha membantu Dinaya berbaring dengan posisi nyaman. Yudha mengusap kepala Dinaya dengan hati-hati hingga mata cantik Dinaya tertutup sempurna dan napasnya terdengar teratur. Dinaya terlelap dengan senyum tipis menghiasi bibirnya.

"Kalian pulang aja, biar gw yang nungguin Dinaya" Yudha mendekati Ari dan Iki.

"Kita nungguin mama papa disini. Kayaknya lo yang harus pulang deh bang" ucap Iki dengan nada tenang.

Yudha menatap Ari yang sangat jelas menghindarinya sejak Dinaya tertidur. Yudha tau alasan Ari dan dia memaklumi sikap Ari.

"Ya udah, gw pulang. Salam buat om dan tante dan Dinaya"

Iki mengangguk ragu ketika dia menyadari aura abangnya berubah lagi.

"Nanti kita bicara" Yudha menepuk bahu Ari yang sama sekali tidak membuat Ari bergeming.

__________

Keesokan harinya, Irfan berjalan tergesa-gesa menuju kamar rawatan yang baru saja disebut rekan dokternya yang merawat Dinaya.

Jantungnya berdegup tidak karuan ketika mendengar kabar Dinaya kecelakaan. Seharusnya dia baru kembali 3 hari lagi, tapi kabar kecelakaan Dinaya yang disampaikan mamanya membuat Irfan tanpa pikir panjang langsung menyuruh asistennya untuk membelikan tiket pesawat saat itu juga. Irfan sempat meminta izin pada Papanya yang juga ikut dalam tugas luar itu. Papanya yang mengerti perasaan Irfan, hanya bisa memberi kebebasan kepada anaknya untuk melepas tugas dan tanggung jawab yang seharunya Irfan selesaikan.

Me and My Possesive Bro (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang