"Mungkin inilah jalan takdir yang diperuntukkan untuk gw"
D.F
__________
"Udah siap semua?" Ari memperhatikan barang bawaan Dinaya yang tadinya menumpuk diteras rumah. Ternyata sekarang sudah kosong.
"Udah... untung mang Asep mau bantuin pak Budi. Kalau ngarepin lo doang mana bisa kelar" Dinaya tersenyum ramah pada Pak Budi yang merupakan satpam rumah dan Mang Asep si Satpam komplek.
"Lagian mau cuti seminggu doang bawa barangnya sebanyak ini. Lo mau liburan apa pindahan?" Sindir Ari sambil memberikan 2 lembar uang ratusan pada kedua satpam.
"Nih pak, buat beli minum.. pasti gerah dan haus abis bantuin kakak saya"
Keduanya menerima uang tersebut karena berdasarkan pengalaman, jika menolak pemberian Ari, cowok itu akan marah dan menceramahi mereka tentang rasa syukur atas rezeki yang seharusnya diterima.
"Makasih banyak ya pak, mang. Titip rumah. Kita pergi dulu"
"Iya neng, mas.. ati-ati ya.. salam sama ibu bapak di sana" Pak Budi melambaikan tangan.
"Jangan lupa oleh-olehnya neng cantik" Mang Asep ikut melambaikan tangan.
"Siap" ucap Dinaya sambil tersenyum manis dan mengacungkan jempolnya.
"Pergi ya pak, mang"
"Iya mas" serentak dua orang itu hormat pada Ari yang dibalas hormat balik oleh Ari sambil tersenyum ramah.
"Ibu Feriawan ngidamnya apaan ya waktu hamil mereka?"
"Kenapa?" Pak Budi menyahuti.
"Anak-anaknya pada rupawan semua, udah gitu baiknya kayak malaikat, ga sombong, suka berbagi, dan ramah"
"Bu Feriawan tu nggak ngidam macem-macem, udah gennya mereka yang kayak gitu. Liat aja orang tuanya"
Mang Asep mengangguk setuju.
___________
"Lo beneran udah siap?"
Dinaya menoleh kepada Ari yang menatapnya menunggu jawaban. Mereka sedang berhenti di lampu merah yang masih menunjukkan hitungan mundur ke 115.
"Siap atau nggak siap, gw tetap harus hadapi kan? Gw udah janji" lirih Dinaya. Jujur saja, pikiran Dinaya tidak sejalan dengan sikapnya. Sikapnya yang masih tenang sangat bertolak belakang dengan pikirannya yang sangat kalut saat ini.
"Gw tau lo masih bimbang"
"Gw udah usaha menetapkan hati, tapi masih bimbang, gw harus apa?" Dinaya menyerah, usapan lembut tangan Ari dikepalanya barusan membuatnya lemah. Perasaannya mulai mengalahkan logika.
"Cukup berdoa dalam hati semoga semuanya lancar dan sesuai dengan harapan lo"
"Maksudnya? Harapan gw?" Dinaya mengerutkan dahi karena ucapan Ari yang terasa aneh.
"Yaa semuanya lancar" Ari mengalihkan pandangannya dan kembali fokus ke jalanan di depannya, tepat saat itu lampu lalu lintas berubah menjadi hijau.
Dinaya yang malas mikir apa maksud Ari, akhirnya hanya bisa pasrah, kali ini dia bener-bener pasrah. Bahkan mau dipaksa menikah dengan cowok pilihan mamanya pun dia pasrah. Bukannya nggak pernah menolak atau mengajak mamanya untuk bicara serius. Dinaya sudah mencoba berbagai cara untuk meluluhkan hati mamanya agar membatalkan perjodohan itu. Tapi mama tetap dengan keras kepalanya, bahkan papa tidak bisa berbuat apa-apa kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and My Possesive Bro (End)
General FictionSiapa sangka seorang Dinaya Feriawan, dokter cantik, elegan dan sangat seksi itu masih menjomblo selama 25th hidupnya, alias jomblo seumur hidup. Bukannya dia punya kelainan soal percintaan, dia mau dan ingin. Hanya saja Perjuangannya selalu terhamb...