"Besok jadi kan?" Zaya langsung bertanya kerika Dinaya masuk Villa dengan wajah merona. Tepatnya merah merona."Hm?" Dinaya tidak fokus.
"Besok jadi ke pantai?" Pipit mencoba sabar dengan sikap bego Dinaya yang mereka berdua sudah tau alasannya.
"Ke pantai?" Dinaya masih ga fokus.
"Ternyata efek dari ciuman panas kalian bisa bikin lo kayak orang bego ya" sindir Zaya sambil mencibir.
"Benar, kayak orang kesambet, linglung" sindiran tambahan dari Pipit.
"Kalian ngomongin gw?" Dinaya menunjuk wajahnya dengan polos.
Plak!
"Aww!!" Dinaya mengusap dahinya yang perih akibat tepukan keras dari tangan penuh dosanya Zaya.
"Sakit begoo!" Bentak Dinaya yang masih mengusap kepalanya.
"Buat nyadarin lo. Seru ya lo, CIUMANNYA tadi?" Zaya mengangkat alisnya. Kali ini dia yakin Dinaya sudah kembali fokus. Caranya memang selalu ampuh walau sedikit ekstrim.
Wajah Dinaya memerah kembali. Ternyata sahabatnya memang melihat yang dia lakukan bersama Irfan. Dinaya malu karena dia ikut terbuai dengan ciuman Irfan. Tidak bisa dia pungkiri kalau dia sama merasakan rindu dengan apa yang dirasakan Irfan. Walau hatinya selalu berusaha menolak, namun tubuhnya tidak sependapat. Tubuhnya menerima perlakuan Irfan. Damn!
Plak..
"Aww!!" Dinaya melotot marah.
"Biar lo sadar, sekali lagi" Kali ini Pipit yang menggeplak lengan Dinaya dengan keras.
"Lembut dikit napa?!" Dinaya kesal.
"Lama! Lo nya keburu kesambet!" Pipit ikutan kesal.
Mereka berdua saling melemparkan tatapan membunuh.
"Udah, ga usah bahas ciumannya dia. Kita bahas rencana besok. Jadi pergi ke pantai atau nggak??" Zaya menengahi aksi tatap-tatapan Dinaya dan Pipit yang saling melemparkan wajah kesal.
"Jadi lahh..!! Bosen gw di sini aja" Pipit yang menyahuti pertama kali.
"Iya jadi, tapi.." Dinaya ragu mengatakannya.
"Tapi apa?" Pipit penasaran.
"Jangan bilang Irfan ikut kita?" Zaya menebak.
Dinaya mengangguk dan nyengir "boleh ga?"
"Lo niat banget ya, mau manas-manasin kita yang jomblo ini?" Zaya mendengus kesal.
"Makanya gw izin kalian dulu. Irfan nanya besok mau kemana. Pas bilang rencana kita, dia malah mau ikut. Tapi gw bilang izin kalian dulu" Dinaya jujur.
"Bawa aja"
"Loh kok?" Zaya menoleh pada Pipit yang mengabaikannya.
"Bawa aja, rame lebih seru" Pipit menyadari arti tatapan Zaya.
"Ga boleh, jangan! Gw ga setuju" Zaya tetap teguh pendirian.
"Kalo gitu kita voting!" Pipit semangat.
"No!! Ya jelas gw yang kalah" Zaya membela diri. Hello! Mereka cuma bertiga dan Pipit telah memberi kata 'yes'. Jelas Zaya kalah telak.
"Makanya terima aja sih. Lagian mereka ga bakal ganggu kita. Kalo mereka mau berduaan, kita suruh jauh-jauh" Pipit meyakinkan Zaya. Dinaya hanya menyimak perdebatan dua sahabatnya Dan sesekali mengangguk jika dibutuhkan.
"Ya udah iyaaa!! Serah lo pada. Kalo ntar si Irfan bikin masalah lagi, jangan ngadu ke gw!" Zaya mendengus dan menunggalkan kedua temannya.
"Kenapa tuh anak sensi banget ama Irfan?" Dinaya menunggu jawaban Pipit.

KAMU SEDANG MEMBACA
Me and My Possesive Bro (End)
Ficción GeneralSiapa sangka seorang Dinaya Feriawan, dokter cantik, elegan dan sangat seksi itu masih menjomblo selama 25th hidupnya, alias jomblo seumur hidup. Bukannya dia punya kelainan soal percintaan, dia mau dan ingin. Hanya saja Perjuangannya selalu terhamb...