"Apa ini?" mata Haneul terpikat oleh sebuah benda yang telah usang, sejenis buku album tua yang koyak termakan rayap dan terlapisi debu cukup tebal.
"Ibu ... Aku tidak menemukannya." teriak Haneul dari dalam kamar gudang.
"Yang benar? Coba cari lagi. Bentuknya persegi, terbuat dari kayu." saut ibu yang sedang berada di ruang tamu.
Hari ini mereka sedang menghias rumah khususnya ruang tamu untuk merayakan hari pernikahan ayah dan ibu Haneul.
Haneul membuka-buka lagi kardus-kardus yang tertumpuk banyak barang tidak terpakai. Dia tidak begitu paham seperti apa persisnya benda yang dimaksud Sang Ibu.
"Sebenarnya benda yang Ibu maksud seperti apa, sih? Aku tidak bisa mebemukannya." gumam Haneul sambil terus mencari.
Setelah beberapa menit tak kunjung menemukannya Haneul putus asa dan memilih menyerah.
"Tidak adaaa..." teriak Haneul lagi, frustrasi. Perhatiannya kini tertuju ke temuannya tadi, ia membersihkan seadanya.
"Han ... E ... ah, tidak jelas apa tulisannya. Se ... Tulisan apa, sih, ini? Sulit sekali dibaca!" gerutu Haneul, entah kenapa sebal dengan hewan bernama rayap yang telah memakan buku album tersebut. Haneul pun bergerak membuka buku album tersebut untuk menuntaskan rasa penasarannya.
"Foto rumah? Rumah siapa ini? Ada banyak anak kecil juga." Haneul membuka lembar demi lembar buku album tersebut. Biar pun sampulnya sudah tak berbentuk, tapi foto-foto di dalamnya masih utuh dan terawat.
"Anak kecil ini, bukankah mirip dengan foto masa kecilku? Lalu, siapa bocah laki-laki ini?" Haneul bertanya-tanya sendiri. "Entahlah, tapi mereka terlihat bahagia. Mungkin saja ini foto salah satu sanak saudara dari ibu. " Haneul menerka-nerka dan membenarkannya sendiri. Ia tak ingin ambil pusing dengan hal itu.
"Benar, tidak ada?" suara ibu yang tiba-tiba muncul sedikit mengejutkan Haneul yang sibuk membuka-buka album.
"Iya, tidak ada." Haneul memastikan.
"Sini, biar ibu cari sendiri. Kau pasti tidak mencarinya dengan benar." ibu pun akhirnya turun tangan sendiri.
"Tahu begitu harusnya dari tadi, tanganku jadi berdebu. '' gumam Haneul menggerutu.
''Kau bilang apa?" ternyata ibu mendengarnya.
"Tidak, Aku lapar. Aku makan dulu, ya?"
"Tidak boleh! Tunggu ayahmu pulang." larang ibu membuat Haneul mengerucutkan bibirnya.
"Ah, Ibu ... Aku sudah laparrr..." rengek Haneul seperti anak kecil.
"Tetap tidak boleh, tunggu Ayahmu!" ibu kekeh dengan larangannya.
"Ibu, kejam!" sebal Haneul sambil menghentakkan langkahnya ke kamar.
"Mirip ayahnya sekali.'' Sang Ibu hanya bisa menggeleng melihat tingkah putrinya.
•¶•
Hae Soo mengayuh santai sepeda butut legendaris warisan kakeknya yang hobi keluar masuk bengkel. Si pemilik bengkel sampai menyarankan Hae Soo untuk membeli yang baru menggunakan uang dari pemilik bengkel tersebut. Tapi Hae Soo tetaplah Hae Soo. Dia tak ingin banyak berutang budi pada orang lain dan menyusahkan mereka. Lagi pula, sepeda itu penuh sejarah panjang saat kakek menggunakannya. Jadi, Hae Soo akan terus mempertahankannya segenap jiwa dan raga sepanjang deru napas masih ada.
Sebuah mobil dengan kecepatan agak cepat berhenti mendadak di depan Hae Soo. Membuat gadis tersebut menekan rem kuat-kuat sambil membanting stir. Mobil itu minggir mendadak tanpa menyalakan lampu sein. Hae Soo tak ingin sepeda antiknya nanti memepet mobil mahal itu lalu berurusan dengan uang.
"Sembrono sekali pengemudi ini, dia pikir tidak bahaya apa?!" kesal Hae Soo yang terpaksa memberhentikan kayuhannya.
Tak berselang lama setelah berucap, beberapa pria kekar bermasker hitam keluar membawa benda-benda tumpul. Ada tongkat golf, tongkat baseball, kayu balok sepanjang satu meter sepertinya, dan besi.
Hae Soo hanya memandangi mereka dengan tatapan aneh tanpa berniat pergi. Mungkin orang-orang itu mau tanya alamat, pikir Hae Soo positif saat mereka berjalan hendak menghampirinya.
"Jadi ini, wonder women yang dibilang pahlawan bagi kaum lemah? Cih!" salah satu dari mereka membuka masker lalu membuang air liur sembarangan.
Hae Soo yang mulai paham maksud dari orang-orang tersebut bersiaga.
"Lalu, apa hubungannya dengan kalian?" tanya Hae Soo lantang, tidak ada rasa takut sedikit pun dalam jiwanya.
Orang atau lebih tepatnya pria yang kini sudah tak memakai maskernya mendekati Hae Soo sambil menyeret tongkat baseball yang sengaja dijatuhkan ke tanah. "Kau cukup berani juga, gadis manis." pria itu menyentuh dagu Hae Soo.
"Benar sekali." Hae Soo menepis kasar tangan itu dari dagunya. "Apa yang kalian inginkan? Cepat katakan, Aku tak punya waktu banyak." ujar Hae Soo langsung ke inti. Ia benci mengulur-ulur waktu, karena waktu adalah uang dan uang adalah nadi hidupnya.
Pria itu sontak tergelak disusul orang-orang di belakangnya. "Sebenarnya, Aku tidak berminat menggores wajah manismu itu. Tapi, ber-"
Hae Soo sudah tak sabar dengan basa-basi mereka yang membuang waktunya. Satu pukulan ia layangkan dan cukup membuat pria itu sedikit terdorong ke belakang. Saat pria itu mendengongak, darah segar mengalir dari salah satu lubang hidungnya.
"Berhenti jadi pengecut dan segera tuntaskan! Waktuku lebih berharga dari nyawa kalian." tantang Hae Soo sudah seratus persen siaga dengan serangan yang akan ia dapat. Ia harus meningkatkan kewaspadaan mengingat mereka membawa benda tumpul yang bisa membahayakan nyawa, sedangkan ia hanya tangan kosong.
"Tunggu apa lagi, serang!" seru pria tersebut.
Hae Soo mengamankan sepedanya lebih dulu, sebelum meladeni pria-pria pengecut yang beraninya mengeroyok.
Hae Soo berjuang sendiri menyelamatkan nyawanya. Meski bermodal tangan kosong, ia tetap bisa melawan bahkan merobohkan mereka. Tidak salah jika mendali dari berbagai ilmu bela diri disabetnya dalam banyak kejuaraan.
"Kyaaa!!!" bak shut man yang sedang berlaga, Hae Soo bergairah melumpuhkan orang-orang itu dengan tendangannya.
Saat ini jalan tengah sepi, Hae Soo beradu dengan dinginnya musim salju mengeluarkan hampir seluruh kekuatannya.
Namun, tanpa terduga...
Sebilah pisau merobek kulit luar hingga tertanam masuk jauh ke kulit dalam. Para pengecut itu lari terbirit-birit masuk ke mobil lalu kabur usai melakukan penusukan.
Hae Soo masih terdiam, kaget atas apa yang baru saja menimpanya. Tubuhnya tiba-tiba saja gemetaran karena merasakan ada darah segar yang mengalir mengenai kulit tangannya.
"Kau tidak apa-apa, kan?"
TBC
Revisi|2021 SKYNIGHTNA98
KAMU SEDANG MEMBACA
Boys Over Flowers EXO Vers. [REVISI]
FanfictionBoys Before Flowers versi Exo dengan sedikit perubahan alur dan penambahan tokoh-tokoh pendukung lain. Sudah tamat, tapi masih proses revisi. Pengunggahan ulang mengikuti suasana batin penulis.