FIO mengendap setelah membuka pintu utama, sorot matanya melirik jam dinding yang tengah menunjukkan pukul sebelas malam. Fio berjalan tertatih menuju kamarnya yang berada di lantai atas, semua lampu telah dimatikan. Hal itu juga membuat Fio harus ekstra waspada. Ia mulai naik ke anak tangga dengan perlahan, Fio tidak mau ketahuan oleh penghuni rumah ini. Cewek itu bak seorang maling.
Fio sedikit grogi dan gugup, napasnya tidak teratur, dan sesekali ia memejamkan matanya sebentar.
Mata Fio terbuka lebar, bahkan melotot hebat lantaran semua lampu menyala seketika. Jantungnya dag-dig-dug tidak karuan, pikirannya kalut dan takut. Cewek itu menatap orang yang berada didepannya dengan raut wajah yang garang. Ia takut jika nantinya akan kena marah olehnya. Badan Fio bergetar kencang, matanya masih mendelik sayu menatap Papanya. Laki-laki itu terlihat jengkel, terlintas dari raut wajahnya dengan alis yang turun hingga condong kebawah, dahinya juga ikut berkeretut menimbulkan lekukan disana.
"Pa--papa..." ucap Fio terbata.
Alizter masih menatap anaknya dengan muka garang, laki-laki itu masih mengenakan pakaian kantor. Mungkin dia baru pulang dari tempat kerjanya itu sebelum Fio tiba dirumah.
"Dari mana?" tanyanya dingin.
Fio menundukkan kepalanya, ia binging harus menjawab apa. Jika ia menjawab jujur, Fio takut akan kena marah oleh Alizter. Namun apabila dirinya berbohong, Fio juga takut akan ketahuan oleh papanya itu. Fio tidak pandai berbohong. Fio gugup, apa yang harus dilakukannya sekarang, suhu tubuhnya tiba-tiba drop. Pikirannya melayang entah kemana.
"I--itu Pa, Fio abis dari rumah Friska, iya Friska Pa, teman Fio, hehehe," jawabnya asal.
Aduh... pasti papa tahu nih kalau gue bohong.
Alizter masih menatap Fio yang berdiri tegap, matanya entah bergulir melihat apa.
"Yaudah Pa, Fio masuk ke kamar dulu. Fio capek mau tidur, lagian ini sudah jam sebelas lebih. Papa nggak mau Fio telat masuk sekolah kan?" sergah Fio mengalihkan topik pembicaraan, ia mulai melangkahkan kakinya maju.
"Udah tahu sering telat, kenapa main sampai malam?"
Mampus.
Fio menghentikkan langkah kakinya, dia berdiri kaku. Sorot matanya masih menatap kedepan dan sesekali ia menutup matanya. Fio udah tahu pasti ujung-ujungnya dimarahi oleh Papanya itu. Bukan dimarahi si sebenarnya, namun itu sebuah peringatan. Fio membalikkan badannya lalu menatap wajah Alizter yang masih dipenuhi tanda tanya besar didalam otaknya.Salah ngomong lagi nih gue.
"Yaudah, tidur. Besok Papa ada kejutan buat kamu," gumam Alizter, lalu dia berjalan masuk ke dalam kamarnya. Mungkin Morin sudah mimpi indah disana.
Kejutan apa lagi ini, rasanya mata Fio tidak bisa ditutup dengan rapat. Ia masih memikirkan ucapan Papanya barusan. Justru itu, Fio malah susah untuk tidur karena masih memikirkannya. Pikiran Fio kembali terbesit akan kejadian tiga minggu yang lalu yang sangat apes karena tidak dikasih uang jajan satu minggu hanya karena menginap di rumah Friska tanpa izin. Memang hal ini salah Fio dan hukumannya tidak terlalu berat. Tetapi, menatap wajah Alizter membuat cewek itu merasa ketakutan dilubuk hatinya. Entah itu mengenai sifatnya atau tatapannya. Alizter juga masih seperti dulu, tidak banyak bicara dan kadang cerewet hanya seperlunya atau hal yang menurutnya penting. Otak Fio masih kalut, ia menutup matanya berusaha untuk tidur. Namun, hatinya masih melayang entah kemana.
***
Kamis cerah, SMA Harapan Pertiwi mengadakan kegiatan lomba setelah ujian kemarin. Zafi tidak suka akan hal itu, ia memilih mengobrol di rooftop sekolah bersama sahabatnya. Zafi tiduran disofa usang, angin semilir membuat dia semakin mengantuk dan memejamkan matanya sebentar. Zafi belum pernah merasa mengantuk saat disekolah, mungkin baru kali ini ia mengalaminya. Hal ini terjadi karena cewek aneh semalam yang ia temui, pikiran Zafi terus mengarah pada cewek itu. Sampai-sampai dirinya tidak bisa tidur karena memikirkannya. Mata Zafi melotot, mengarah kearah Riko yang sudah menganggu waktu tidurnya.
"Apaan si lo?" raung Zafi mendelik kearah Riko yang tertawa ria tanpa merasa bersalah.
"Kenapa lo? tumben banget ngantuk. Begadang ya?" Alka menimpalinya.
Zafi kembali berbaring disofa itu dengan buku yang sengaja ditaruh diatas muka sambil melipat kedua tangan didepan dadanya.
"Palingan, abis nonton apa itu, cewek korea yang joget-joget seksi itu?" Ivan tampak sedang mikir.
"Blekping?" gumam Riko.
"Ah iya tuh bener, ngaku deh lo," ucap Ivan, ia merampas buku yang berada diatas muka Zafi, lalu dilemparnya asal.
Zafi masih memejamkan matanya, ia sangat mengantuk.
"Dasar bocah! Bangun lo," Riko menggoyangkan bahu Zafi.
Dengan tubuh yang malas, Zafi mulai berusaha untuk bangkit. Ketiga temannya itu sangat berisik, membuat waktu tidurnya terganggu. Perlahan cowok itu mulai bangkit dan lepas pergi dari sana dengan berjalan sedikit sempoyongan. Matanya masih sulit untuk dibuka. Perlahan tapi pasti, Zafi menuruni anak tangga. Riko, Ivan, dan Alka saling menatap satu sama lain. Mereka kebingungan akan tingkah salah satu temannya itu.
Entah, tanpa tujuan yang pasti. Zafi terus berjalan tunggang langgang. Yang hanya dipikirannya adalah satu, yaitu berusaha menjauh dari ketiga temannya itu.
Merasa ada yang aneh dan janggal. Tangan Zafi merasa pegal dan berat seperti ada tang menggelayutinya. Zafi melirik kearah samping, matanya mendelik hebat. Rasa kantuk seketika membuyar dan hilang entah kemana. Sorot matanya masih melotot ketika mendapati Fio tersenyum menunjukkan sederet gigi putihnya.
Zafi segera menepisnya kuat, namun dengan sergap Fio mulai menggelayuti lagi. Zafi menghentikkan langkah kakinya dan otomatis Fio ikut meniru gerakan cowok itu. Zafi menghela napasnya yang terdengar gusar dan keras.
"Lo mau apa lagi si cewek aneh?" raung Zafi menatap Fio sinis.
Fio hanya tertawa kecil, "nama gue Fio cantik, bukan cewek aneh!" jelas cewek itu sedikit cemberut, tidak beberapa lama senyumannya kembali mengembang.
"Nnggak pa-pa deh, kalau bikin pacar aku seneng," pekiknya keras.
"Ih, najis banget." Zafi langsung berjalan cepat.
Merasa belum menyerah, Fio langsung berjalan mengikuti cowok itu dari arah belakang.
"Zafiiii, tungguin pacar lo dong!!!" pekik Fio dengan raut wajah cemberut.
Bodo amat, setelah mendengar lontaran ucapan Fio membuat bulu kuduk Zafi meremang dan bergidik ngeri membayangkan. Cowok itu menutup telinganya rapat-rapat tidak ingin mendengar ocehan cewek sinting itu.
Hatinya sedikit menyesal, jika saja malam itu Zafi tidak menghiraulan teriakan Fio mungkin keadaannya tidak seperti sekarang. Lain dengan Fio yang merasa senang dan menemukan permainannya. Sifat Zafi yang mudah marah dan ketus membuat Fio sendiri semakin gemas untuk mengkrek lebih jauh tentangnya.
Fio agak sedikit tergopoh-gopoh mengejar Zafi yang terus melangkahkan kakinya semakin cepat, mulutnya terus cemberut dan lagi-lagi mengerutu. Semua tatapan siswa memperhatikan seperti biasa seolah sikap Fio seperti ini menjadi makanan segari hari bagi mereka.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Zafio (END)
Teen FictionFIOLETTA REYLISA "Sebagai gantinya, lo sekarang resmi jadi cowok gue!" ZAFI RAFJAKA "Perlu lo tau, lo adalah cewek paling aneh yang pernah gue temui!"