BAGIAN 07

10.7K 579 4
                                    

OH tidak, bagaimana jika Alizter mau menjodohkan dirinya dengan anak dari rekan kerjanya? Bagaimana jika mereka mau berbuat jahat kepadanya? Bagaimana jika ia jatuh cinta pada cowok itu? Bagaimana nanti jika Zafi marah kepadanya-- ah, tidak mungkin, Zafi pasti sangat bersorak ria.

Fio terlalu berpasangka buruk dengan sesuatu. Fio harus membuang pikiran itu jauh dari dalam otaknya, pikiran itu membuatnya semakin bimbang.

Fio telentang dalam kasurnya, pikirannya kosong. Ingatan Zafi kembali hadir lagi ke dalam pikirannya. Semburat senyum hangat terbit disana. Fio sebenarnya suka apabila cowok itu marah-marah, hal itu hanya membuat dirinya gemas dan malah ingin mendapatkan cowok itu walaupun semula hanya main-main semata.

Raganya semakin mendesak ketika berada didekat sosok Zafi, mulut pedasnya seperti ibu-ibu kost yang mau menagih kontrakan.

Ngomong-ngomong, bisakah Zafi menjalani syarat darinya. Ah, bodo amat. Fio akan melihat hasilnya saja, apakah cowok itu serius atau hanya mengatakan deal saja tanpa menjalaninya. Mungkin juga Zafi nangis-nangis sambil minta maaf darinya. Fio tertawa kencang memikirkan itu. Dasar gila!!

***

"Ah, bodo amat. Dasar cewek aneh, jelek, sok polos, cerewet, cantik juga enggak, bawel, manja, pede," umpat Zafi mengomel sambil mengendarai motornya saat pergi ke sekolah.

Matanya terus menjelajah fokus ke jalanan didepan. Sebuah pengelihatannya tiba-tiba mengarah ke sosok makhluk hidup yang sedang berjalan tunggang langgang.

"Eh itu bukannya cewek aneh, kenapa dia jalan kaki?" gumamnya pelan. Lantas ia memajukan motornya lebih cepat menghampiri Fio.

Fio tampak kebingungan, Alizter sudah pergi ke kantor sejak pukul lima pagi tadi. Dan saat itu pula Fio sedikit terlambat bangun, bagus. Dasar sial!

Fio kelimpungan, berjalan tertatih di trotoar. Jarak sekolah masih tiga kilometer didepan sana.

"Bisa kesemutan kaki gue kalau berjalan sepanjang ini. Nanti lama-lama jadi kesleo, terus asam urat, terus patah, terus diamputasi, terus gue nggak bisa jalan, terus gue pakai kursi roda, ahh gue nggak mau. Aduh apes banget nih hidup gue," gerutu Fio, sesekali ia gertakan kakinya diatas tanah.

Zafi mendekat, "ngapain lo jalan kaki woy?" teriak Zafi memekkan telinga Fio. Cewek itu sempat terpelonjak kaget, namun senyuman hangat muncul disana setelah itu.

"Eh, gue nebeng dong pliss mau ya? Plis.. pliss.." Fio memohon menunjukkan mimik wajah memelas.

"Kenapa lo jalan kaki?" ucap Zafi lagi.

"Udah ah, nanti gue jelasin. Yang penting sekarang gue nebeng sampai gerbang," sergah Fio cepat.

"Ogah ah, lo masih punya kaki." Mata Fio langsung menatap sinis kearah Zafi.

"Lo juga punya kaki, tapi lo kok naik motor. Yaudah kalau gue jalan kaki ya elo juga ikut, biar adil," celetuk Fio kesal.

"Gue semakin yakin kalau lo emang tidak punya otak." Zafi memiringkan bibirnya dan mencibir lantaran kesal.

Entah punya nyali apa tiba-tiba Fio langsung melangkahkan kaki mendekati motor Zafi dan langsung naik ke atas jok belakang. Zafi melotot saat Fio sudah berada tepat dibelakangnya.

"Lo ngapain naik ke motor gue?" tanya Zafi kesal dengan aksi Fpi yang sangat menyebalkan. 

"Udah ah, lihat nih udah jam berapa?" gumam Fio sambil menyodorkan jam tangannya yang terlihat elegan dan menunjukkan sudah pukul--astaga sepuluh menit lagi bel masuk sekolah berbunyi. "Cepetan jalan," raung Fio lagi.

Zafi langsung menancapkan gas cepat, ia berpacu sangat cepat membelah jalanan ibu kota ini. Bagaimana bisa dirinya larut dalam keadaan itu sampai hampir menunjukkan pukul tujuh pagi. Ini semua karena cewek sialin ini.

"Ish tambah lagi dong kecepatannya, lo nggak lihat apa? Dua menit lagi kita udah terlat tahu," raung Fio lagi, benar-benar sangat berisik.  Zafi sudah tidak tahan lagi ingin mengomeli gadis itu.

"BERISIK! INI SEMUA JUGA KARENA ELO," pinta Zafi tidak kalah kencang. Nada suaranya menggelegar keras hingga membuat Fio sempat berjengit kaget dengan bola mata yang mengerjap beberapa kali.

Dan Fio pun akhirnya memilih untuk membungkam mulutnya rapat-rapat, tidak lagi ambil kata-kata.

Sampailah mereka di tempat yang sudah semestinya, Fio dan Zafi sama-sama mendengus dan memutar bola matanya sinis. Mereka terlambat sekolah, dan pasti bu Ida akan menghukumnya. Semua bersalah dalam situasi ini, Fio terus nyerocos tidak berhenti dan Zafi juga meladeninya. Ya sudalah, terbukti akibat ulah keduanya.

"Ini semua karena ulah lo tau, coba lo lebih kenceng ngegas motornya. Pasti ujung-ujungnya nggak bakal kayak gini." Fio melipat kedua tangannya. Pikirannya kalut, entah itu kesal kepada Zafi atau kesal dengan kakinya yang merasa sedikit nyeri dan pegal.

"Kenapa gue? Bukannya ini karena elo?" Zafi merecoki dengan tatapan tajam.

***

Bu Ida menghukum mereka dengan berlari keliling lapangan basket sebanyak lima kali. What? Fio langsung berdecak sebal.

Satu putaran mereka lalui dengan mudah, dua putaran tampak belum menunjukkan semburat wajah lelah. Namun saat putaran ketiga Fio sudah berlari lambat nyaris berjalan. Wajahnya sudah pucat pasi. Zafi masih dengan gagah dan sanggup untuk melanjutkan dua putaran lagi.

Fio berhenti, menetralkan deru napasnya. Kedua tangannya memegangi lutut dan keringat dingin membasahi pelipisnya. Fio telihat sangat lemas.

"Eh kenapa lo berhenti tolol? Lo mau curang ya?"

Fio menatap Zafi, wajahnya bertambah pucat, "tolongin gue, gue nggak kuat lagi. Bawa gue ke UKS," ucapnya lemah.

"Hidup lo kebanyakan drama korea," Zafi langsung melanjutkan lari setelah memberi senyum miring kepada Fio.

Fio tidak kuat menahan kuasa ini, ia tergeletak lemas di atas tanah. Fio tidak sadarkan diri. Melihat kejadian itu, Zafi langsung tergopoh-gopoh menghampiri Fio.

Walaupun cowok itu tidak suka dengan Fio, tetapi ia masih memiliki jiwa perikemanusiaan. Zafi tidak tega melihatnya, buru-buru ia membopong Fio pergi dari lapangan ini dan membawanya ke ruang UKS.

Tentu saja Zafi sudah salah anggap mengenai Fio, cewek itu benar-benar kelelahan. Terbesit rasa bersalah yang menyeruak hebat didalam hatinya.

Setengah jam kemudian Fio sadarkan diri dan mendapati Zafi yang masih duduk menemani dirinya, ia tersenyum kecil.

"Lo yang bawa gue kesini?" tanyannya pelan.

"Hmm."

"Kenapa?"

"Hmm."

"Ham hem ham hem mulu lo, jawab gue dong," pinta Fio.

"Lo masih sakit nggak usah ngegas kalau ngomong," pekik Zafi.

"Cie-cie perhatian nih sama pacar. Aduh baper nih gue."

"Nggak lucu," tegas Zafi cepat.

"Em, lo yang bawa gue ke sini?"

Zafi menatap muka Fio intens lalu melengos tanpa satu katapun yang keluar dari mulutnya.

"Makacihh cayang," gumam Fio lagi, menunjukkan sederet gigi putihnya.

"Ih najis, alay banget si lo jadi setan!" celetuk Zafi mencibir.

"Cantik mirip Taylor Swift gini lo bilang gue setan? Dasar!"

***

Zafio (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang