ELA mengikuti apa yang Zafi lakukan. Kini keduanya telentang diatas kasur yang sama. Arah pandangan mereka menatap ke arah langit-langit. Mereka tidak merasa canggung walaupun merebahkan tubuhnya diatas kasur yang sama, ini sudah terlalu biasa menurutnya. Lagipun, Ela dan Zafi sudah bersahabat dari bayi. Tidak heran jika mereka tidak ada rasa malu antara satu sama lain.
Cewek itu kembali duduk dan menyilangkan kakinya. Arah pandangannya kini menatap Zafi dan tersenyum jail kearahnya. Mendapat perlakuan itu dari Ela, Zafi merasa risih dan tidak enak. Zafi tahu, pasti ada yang tidak beres ketika Ela menunjukkan mimik wajah seperti itu. Zafi ikut menegakkan badannya. Kini mereka saling pandang. Ela tersenyum jail--lagi.
"Lo kenapa si? Gue nggak suka lo lihatin gue kayak gitu. Gue tau kalau gue ganteng, tapi nggak usah kayak gitu juga kali lihatnya," seloroh Zafi.
Selain ucapan Zafi yang kurang mengenakkan ketika didengar, cowok itu juga memiliki tingkat kepedean yang dapat menyaingi dewa.
"Pede banget si bang." Ela menampol pipi Zafi sambil terkekeh ringan.
Zafi mendesah kecil. "Gue tahu senyuman yang lo perlihatkan ini ada maksud, kan? Buruan ngomong sama gue! Lo ngejek gue, ya?" Zafi melotot kepada Ela.
Cewek itu tersenyum kembali dan memperlihatkan lesung pipinya. "Santai dong bang, kayak ibu-ibu yang sedang omelin anaknya tau, nggak? Awas jangan kebanyakan marah-marah, lo kurangin sifat itu kalau nggak mau cepet tua." Untuk sekian kalinya Ela kembali tertawa kecil.
"Mitos." Zafi melengoskan wajahnya kesamping. Kedua tangannya dilipat didepan dada lebarnya.
Bantal yang berada didekatnya, Ela ambil. Terus ia meletakkan diatas pangkuan diantara pahanya. Hal itu bertujuan untuk menyangga siku.
"Ciee...udah punya gebetan aja nih." Ela bergerak maju dan menjawil pipi Zafi. Cowok itu tersentak dan lantas menyingkirkan tangan Ela dari wajahnya. Pipinya terlihat merah masam. Zafi memegang dan mengelusnya pelan. Sungguh sakit rasanya, Ela tidak kira-kira terlebih dahulu untuk menjewer pipi Zafi itu.
"Nggak usah bahas itu, gue nggak suka."
Ela mendesah ringan. "Tadi bahas drama korea katanya lo nggak suka, sekarang bahas gebetan lo, lo juga ngomong nggak suka. Sekarang gue tanya, yang lo suka apaan!?" Ela emosi sendiri lantaran Zafi yang sedari tadi membuat dirinya terpancing.
"Gue suka sama Fioletta," ucap Zafi lirih. Ela tercengang mendengar itu, sungguh jawaban yang sangat diluar pikiran Ela. Cewek itu tersenyum kecil setelah itu.
Ela pikir, Fio sangat beruntung karena telah mendapatkan sosok cowok seperti Zafi. Menurut Ela, Zafi adalah cowok spesies langka dan hampir punah. Zafi baik, kadang perhatian, kadang juga suka marah-marah nggak jelas, suka asal kalau ngomong, nggak bisa ditebak jalan pikirannya.
"Sekarang lo boleh cerita sama gue, kenapa lo tiba-tiba meminta dia untuk jadi pacar lo? Sekarang gue mau lo jawab pertanyaan gue kali ini." Ela kembali keposisi semula.
Zafi kini menatap Ela malas. Sebenarnya dia sangat enggan menceritakan ini kepada Ela. Ini privasi dan menurunya tidak perlu diumbar. Namun bagaimana lagi, Ela sangat keras kepala. Lagipula, Ela merupakan sahabat yang baik--selalu menjaga rahasia dan itu patut diacungi oleh dua jempol sekaligus. Zafi juga tidak boleh meragukan Ela seperti itu, Ela sudah menjadi bagian dari keluarganya.
"Kan udah gue bilang, kalau gue suka sama dia," jawab Zafi.
Ela menggeleng kepalanya keras. "Jawaban lo itu belum mewakili semuanya, itu belum mendasari banyak hal. Coba lebih spesifik lagi dong!" Ela bersikukuh untuk mencari tahu jawaban. Kalaupun Zafi tidak mau menjawabnya, Ela mau menunggu hingga cowok itu mengungkap yang sejujurnyanya. Ela tidak akan pulang sebelum Zafi menjelaskan secara rinci. Ya, terdengar memaksa. Tetapi, Ela sungguh ingin tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zafio (END)
Teen FictionFIOLETTA REYLISA "Sebagai gantinya, lo sekarang resmi jadi cowok gue!" ZAFI RAFJAKA "Perlu lo tau, lo adalah cewek paling aneh yang pernah gue temui!"