SETELAH sekian lama menunggu Zafi di pinggir lapangan, Fio hanya ditemani oleh Reza. Cowok itupun juga sama seperti Fio, pikirannya kalut karena hanya menunggu kedatangan Zafi kembali.
"Tuh anak lama bener ambil bolanya, jangan-jangan sedang berak lagi," gumam Reza, matanya meneliti kearah tempat peralatan olahraga.
Fio memandangi Reza sekilas, "jorok," gumamnya pelan.
"Tuh anaknya." Reza menunjuk kearah Zafi yang berjalan tunggang langgang kemari. Dia memegang tongkat golf dan beberapa bola ditangannya. Cowok itu sedikit kesusahan berjalan. Zafi meletakkan peralatan olahraga itu tepat didepan Fio.
"Lo abis ngapain si, ngambil gitu aja lama banget. Dasar siput," ejek Fio kepada Zafi. Reza yang mendengar itu tertawa kecil. Baru kali ini dia melihat Zafi begitu mudahnya diejek oleh seorang cewek.
"Lo berani ngomong gitu ke gue?" ucap Zafi keras.
"Kenapa gue harus takut sama orang kayak lo. Lo sama gue itu sama-sama makan nasi setiap hari," gertak Fio.
"Salut gue sama lo, baru kali ini ada cewek yang berani sama Zafi," cengir Reza setelah itu.
***
Ditelitinya lagi jendela kamar rumah Zafi, namun nihil. Tidak ada siapapun didalam kamar itu. Ela kembali mendengus dan menelentangkan seluruh tubuhnya diatas kasur lagi.
Didekat tempat tidurnya, ada meja belajar milik cewek itu. Disanalah Ela selalu mengerjakan semua PR sekolahnya. Ela menyisihkan tumpukan buku-buku yang sudah kelihatan usang karena lama tidak dibaca. Arah pandangannya tertuju pada album foto besar yang berada dipaling bawah tumpukan buku.
Ela langsung mengambil album itu dan mengusapkan debu diatasnya. Album yang sudah berumur tua. Namun, lebih tua usia Ela sekarang. Benda itu dibuka dan menampilkan halaman pertama yang berisi tulisan tangan dirinya yang masih belum rapi alias masih berantakan. Ela nyengir sendiri membacanya. Album foto ini berisi banyak kenangan mengenai dirinya dengan Zafi pada masa mereka masih kecil.
Larut dalam waktu yang sungguh sangat cepat berputar layaknya kilat yang membelah langit. Rasa-rasanya baru kemarin Ela merasakan masih sekolah TK, namun sekarang berbeda. Berbeda karena dia sudah menjadi gadis yang tumbuh dengan cantik.
"Aku sayang sama papa dan mama. Aku juga sayang sama Zafi. Ah, aku sayang kalian semuanya. Aku pasti sangat sedih ketika kalian semua nanti akan ninggalin aku sendirian. Berjanjilah untuk sayang juga kepadaku ya?"
~Ela~
Sepenggal kata dibagian halaman utama buku telah Ela baca. Waktu itu dia sedang sangat berbahagia sampai otaknya tidak mampu untuk menopang semua. Hingga terbesit pikiran bahwa nantinya bakal ada hal lebih buruk yang akan didapatnya.
Ela tersenyum sipit ketika mendapati sebuah foto dia dengan Zafi. Didalam foto itu mereka sedang menikmati sebuah es krim. Ela terpotret sedang menjilat es krim yang berada digenggaman tangannya. Sedangkan Zafi menunjukkan ekspresi sedang tertawa bahagia. Ela ingat kejadian itu, kejadian masa kecil yang tentu saja menyenangkan. Beban yang ditanggung tidak serumit beban yang dihadapi pada masa sekarang.
Halaman berikutnya Ela tidak lagi membukanya. Karena ada satu hal yaitu Ela tidak mau lebih bahagia lagi karena mengingat segumpalan kenangan manis itu. Dia ingin membukanya lagi besok, kalau-kalau hari esok tidak ada lagi bercak kebahagiaan dan lantas Ela bisa menerima kebahagian itu lewat album ini. Album itu Ela peluk dengan erat, matanya yang sayu menerawang ke langit-langit kamarnya.
***
Semburat senyum masih jelas terbit diujung bibir Fio, cewek itu dari tadi hanya tertawa karena Reza selalu menghiburnya. Tidak seperti Zafi yang hanya bisa membuat ekspersi wajahnya berdecak sebal.
Hari semakin menjelang sore, burung burung juga mulai berterbangan kearah sarangnya masing-masing. Sinar matahari yang hangat dapat dengan mudah menusuk badan mereka sekarang. Waktu yang sangat pas dan dominan untuk memainkan golf. Zafi bangkit dari duduknya dan diikuti Reza hingga Fio memperhatikan mereka secara bergantian.
"Lo tunggu gue disini, lo makan aja snack yang udah dibeli tadi." Zafi berucap kepada Fio.
"Gue nggak lama, cuma bentar aja terus gue anterin lo pulang," ucap Zafi setelah itu. Fio hanya menganggukkan dagu tanpa ekspresi yang ia tunjukkan. Zafi juga merasa tidak keberatan, lantas mereka berdua berjalan ke tengah lapangan menyusul temannya yang lain.
Fio membuka tutup botol minuman soda itu dan sudah tidak terasa dingin lagi karena terlalu lama dibiarkan diudara terbuka. Tenggorakan yang semula terasa kekeringan kini telah basah karena dilanda banjir dari minuman itu. Fio meminumnya hampir setengah botol.
Zafi meletakkan bola kecil berwarna putih diatas rumput, kemudian cowok itu mengambil tongkat. Zafi melakukan ancang-ancang sebelum memukul bola tersebut. Sebuah tongkat diayunkan kebelakang dan mendarat mengenai bola plastik. Setelah itu, bola yang dipukulnya tadi sudah menggelinding diatas rumput yang membentang berwarna hijau segar ini.
Pukulan yang sangat tepat, Zafi melakukannya dengan sangat baik hingga bola itu tepat masuk ke dalam lubang yang sudah dibuat. Jaraknya memang tidak terlalu jauh, namun hal itu patut untuk dibanggakan. Fio yang melihat itu juga bersorak senang ketika Zafi melakukan hal semenarik itu.
Fio semakin tertarik dan ingin mencobanya. Jujur, ia belum pernah melakukan olahraga golf. Bahkan Fio juga belum pernah memegang tongkat dan bola yang digunakan itu. Cewek itu masih memegang botol minuman dan lantas berjalan masuk kearah tengah lapangan. Fio ingin melihat lebih dekat bagaimana Zafi melakukan aksi itu.
"Lo lagi beruntung, nggak usah seneng dulu. Lagian ini juga masih level satu," ujar Reza sinis. Sekarang gantian cowok itu yang mengambil alih posisi Zafi barusan.
Reza melakukan seperti apa yang Zafi lakukan sebelumnya. Bola plastik dipukul dengan sangat kuat hingga melayang dan mengenai jidat Fio. Cewek itu terperanjak dan terpekik kaget sekaligus merasa kesakitan. Kedua tangannya langsung memegang dahinya. Zafi dan Reza lantas berlari menghampiri Fio.
"Lo ngapain ke tengah lapangan? Gue kan udah nyuruh lo buat diam disana," ucap Zafi dengan nada suara yang sedikit jengkel.
"Aduh, sakit tahu," pekik cewek itu.
"Nggak usah lebay, ini karena salah lo sendiri," ulas Zafi lagi dengan sinis.
Reza mendekat, "sorry Let, gue nggak sengaja," ucapnya kikuk.
Fio mengangguk paham. Posisi dirinya sekarang tidak boleh marah kepada siapapun. Lagian hal ini memang tidak sepenuhnya salah Reza sebagai si pelaku. Namun, Fio sendiri juga bersalah karena sudah masuk ke tengah lapangan tanpa minta izin terlebih dahulu.
"Yaudah lo balik lagi sana!" perintah Zafi.
"Lo emang mau apa ke sini? Mau minta diajarin cara main golf yang benar?" ujar Reza. Fio tersenyum sumringah dan lantas mengangguk semangat. Ucapan Reza barusan sudah sangat mewakili apa yang Fio inginkan sekarang.
Zafi hanya mendengus dan melipat kedua tangannya, Fio kegirangan. Akhirnya ia bisa mencoba melakukan olahraga seperti ini. Ya, walaupun hanya satu kali, tapi setidaknya ia pernah mencobanya. Syukur-syukur kalau bisa melakukannya dengan baik.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Zafio (END)
Teen FictionFIOLETTA REYLISA "Sebagai gantinya, lo sekarang resmi jadi cowok gue!" ZAFI RAFJAKA "Perlu lo tau, lo adalah cewek paling aneh yang pernah gue temui!"