BAGIAN 39

5.4K 223 0
                                    

TATAPAN semua murid mengarah kepada Fio yang sedang berjalan di koridor menuju kelasnya. Fio mencoba tersenyum kepada mereka dan berusaha berjalan semakin cepat. Namun, nyatanya sorot mata itu masih saja membuat Fio risih.

Kejadian seperti ini belum pernah dialami Fio selama menjadi murid SMA Harapan Pertiwi. Fio sekarang bisa bernapas dengan lega setelah sampai dibangkunya. Tiga sejoli--Retta, Karin, dan Friska sudah duduk dibangku masing-masing.

"Ciee ... siapa nih yang udah punya pacar aja." Karin mencentil dagu Fio.

Dari mana semua tahu kalau Fio pacaran dengan Zafi? Kenapa bisa secepat ini mereka mengetahui semuanya? Ah, Fio sekarang sudah mengerti. Semua tatapan sinis itu pasti berpusat karena kini status dirinya susah menjadi pacar Zafi--cowok terpopuler seantero sekolah.

"Gila lo Fi, nggak nyangka ujungnya bakal kek gini." Retta ikut menimpali.

"Bagaimana bisa? Main curang lo Fi, nggak mikiran nasib kita," ucap Friska memasang muka jutek dan cemberut.

"Tunggu bentar, kalian tahu itu dari mana? Kayaknya gue belum cerita sama siapapun." Fio memandangi wajah sahabatnya satu persatu dan menunggu ucapan yang akan keluar dari mulut mereka.

"Bener lo belum tahu kalau kak Zafi udah buat status di instagramnya? Gih buruan lihat," suruh Retta.

"Sumpah! Parah banget, netizen udah berkoar-koar di kolom komentar. Gih buruan lo lihat!" pekik Karin heboh.

Sudah pasti hubungan Zafi dan Fio menjadi trending topic terpanas di SMA Harapan Pertiwi. Fio tidak suka hal ini terjadi begitu saja, lantas ia menuruti perintah mereka untuk membuka aplikasi instagram dan kemudian terpampang deretan tulisan diberanda instagramnya.

Fio tersentak, ternyata dirinya juga di tag oleh cowok itu. Banyak sekali hujatan dikolom komentar, namun bukan berarti pujian tidak berada disana. Ada juga siswa yang turut mendoakan mereka agar terus langgeng.

Puluhan pesan juga memenuhi di akun instagram Fio. Dia berdecak malas, pasti tidak sedikit yang memberi ucapan pedas kepadanya. Fio sekarang jadi takut. Takut jika hubungan dengan Zafi menjadi awal mula bencana yang akan menimpanya.

"Kakak kelas pada ngehujat lo sumpah. Ini benar-benar bencana besar!" Karin sedari tadi hanya bisa heboh. Dia merupakan salah satu dari keempat cewek ini yang sangat mudah terobsesi akan suatu hal yang menurutnya serius.

"Ini masalah Fio, kenapa lo yang jadi heboh si," pekik Friska sambil menatap Karin dengan malas.

"Tahu nih anak, gue biasa aja selagi gue nggak salah. Bener kan?"

Mulut memang gampang mengucapkan sesuatu, namun hati Fio malah bersifat sebaliknya. Dia juga merasa gugup dan takut. Terlebih lagi tadi pagi juga dia sudah mendapatkan tatapan tidak enak dari mereka. Ya, walaupun mereka juga masih sepantaran dirinya--kelas XI.

Bel istirahat sudah berbunyi, seperti biasa, tujuan utama mereka setelah suara itu keluar dan menggelegar memenuhi koridor sekolah yaitu pergi ke kantin.

"Fi, buruan! Lo nggak ikut?" Retta membalik badannya dan mendapati Fio yang masih terpaku ditempat duduknya. Sedangkan dua sejoli lainnya sudah menghilang dibalik pintu kelas.

"Nggak ah, gue masih kenyang," ucap Fio memegang perutnya.

Terpaksa berbohong dengan Retta hanya alasan receh yang sudah Fio buat. Fio tidak mau mendapatkan tatapan sinis dari siswi lain. Ucapan yang keluar dari mulutnya supaya tidak takut kepada siapun selagi dirinya tidak salah merupakan kata-kata yang sungguh mustahil terjadi. Nyatanya, Fio sama sekali tidak berani keluar walaupun hanya satu langkah dari pintu.

Fio lebih baik berdiam diri ditempat. Itu akan membuatnya lebih baik.

"Gue cabut dulu kalau gitu." Cewek itu sudah melangkah kakinya keluar dari kelas.

Disilah Fio sekarang, berada didalam sebuah kelas yang sangat sepi. Sepi karena semua penghuni kelas sudah berbondong-bondong mengisi perutnya ke kantin. Fio sangat jijik pada dirinya sendiri, ini merupakan karena ulahnya yang telah menerima Zafi sebagai pacarnya. Tetapi, Fio takut sendiri akan hal itu.

Perasaan memang tidak bisa dipaksakan. Ya, memang benar keberadaan kata seperti itu. Fio berani bertaruh jika ada yang mau, karena Fio sendiri tengah merasakan hal itu--tepatnya sekarang dan detik ini juga. Jujur, Fio sebenarnya tidak suka dengan Zafi. Yang disukai hanya mengusik cowok itu saja. Baginya, mengoceh dihadapan cowok dengan mulut sarkatis dan pedas sangatlah menantang. Lambat laun, seiring berjalannya waktu, Fio semakin nyaman berada didekatnya.

***

"Nggak adil lo Zaf, udah jadian sama adek kelas, nggak traktir kita lo? Jahat banget," dengus Alka menatap lekat kearah Zafi dengan muka yang berdecak sebal.

"Buruan, PJ mana PJ?" Riko ikut nimbrung yang semula fokus kepada ponselnya--bermain mobile legends dengan Ivan.

"Lo dulu juga belum traktir kita waktu jadian sama Retta, dasar!" Zafi tidak mau kalah jika dirinya yang terus dibicarakan.

"Siapa bilang kalau gue nggak traktir, tanya noh sama Alka." Riko menunjuk ke Alka.

"Bener tuh, dia udah traktir kita. Lo nggak berangkat sekolah waktu itu," gumam Alka yang masih menatap nanar kearah benda berbentuk pipih.

Zafi tidak mau berdebat lagi. Telinganya sudah sakit mendengar ocehan mereka. Arah pandangan Zafi kemudian terarah kepada Ivan yang hanya diam sambil menatap kearah jendela. Cowok itu seperti malas bergabung dengan pembicaraan seperti ini. Zafi tahu jika sekarang jalan pikiran Ivan sangat buruk. Pasti cowok itu sedang memikirkan Fio karena berani menolak cintanya. Ivan tahu, jika hati Fio sudah terpaut dengan Zafi.

Posisi Ivan sekarang tidak boleh menyalahkan siapapun. Dia terus larut melihat lalu lalang siswa yang berjalan ditengah lapangan basket.

"Van, lo kenapa? Nggak bergairah banget hidup lo kayaknya. Biasanya kalau soal traktiran gini lo sampe ngemis-ngemis ke kita." Riko membuyar lamuan Ivan.

Merasa mendapati ucapan itu dari mulut sahabatnya, Ivan sedikit tersentak.

"Ehh... nggak pa-pa. Gue sedikit ada pikiran," umpatnya sambil tersenyum kecil.

Jika posiai Ivan sedang merasakan hal seperti itu. Lain dengan Zafi, dia merasa tidak enak dengan Ivan. Tetapi, mau bagaimana lagi sekarang. Fio sudah menjadi miliknya, dan rasa benci yang dulunya keluar menghantam cewek itu kini sudah berubah menjadi rasa cinta dan sayang yang amat sangat dalam.

"Eh Zaf lo mau kemana?" Alka yang menyadari Zafi sudah mulai keluar dari dalam kelas kemudian angkat bicara.

Zafi menoleh kearah tiga cowok yang masih duduk dibangku. "Lo lupa? Tadi lo pada mau minta apa dari gue? Buruan sebelum gue berubah pikiran." Zafi kembali berjalan.

"Serius lo? Duh, moga langgeng deh hubungan lo sama Fio, gue doain," celetuk Alka lagi.

"Lo ngomong begitu karena dapat traktiran, kan?" Riko menyoyor kepala Alka. Mendapat itu, bukannya marah dan membalas perbuatan Riko, Alka malah terkekeh tanda memang itu kenyataannya.

***

Zafio (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang