BAGIAN 28

5.8K 238 3
                                    

SETELAH Zafi sudah tidak menampakkan diri didepan kelas Fio, lantas cewek itu masuk kedalam kelasnya lagi. Arah pandangan matanya yang sayu masih fokus ke benda yang sekarang berada digenggaman tangannya.

"Eh Rett, kata Fio lo tadi cerita seru banget. Apaan si? Gue juga mau denger tau," pekik Karin antusias.

Friska menyela, "biasa, dia diganggu Rani lagi," ucapnya sedikit cekikikan.

"Diganggu apa emangnya?"

"Lo jangan lanjutin cerita, gue muak pas denger dia ketawa," sela Retta. Sorot matanya menatap sinis ke arah Karin.

"Alarm jam bekernya dipercepat satu jam kedepan ama si Rani," raung Fio yang tiba-tiba datang dari arah depan.

Retta mendengus kesal apalagi kini dia melihat Karin yang sudah tertawa terbahak-bahak. Kedua telingannya disumpal dengan telapak tangan. Karin merupakan salah satu diantara keempat cewek ini yang selalu bikin mood siapa saja menjadi buruk. Namun, tidak selamanya begitu. Karin juga kadang humoris dan bisa bikin semua geli tertawa karenanya.

Friska melirik sebuah benda yang dipegang Fio. "Itu cokelat dan surat?"

Mendengar hal itu, Fio sedikit tersentak dan salah tingkah. Fio langsung mengerjap dan memandangi cokelat dan surat pemberian Zafi. Cewek itu mengangguk datar tanpa eksperesi yang keluar dari sudut bibirnya.

"Dari kak Zafi?" Retta lantas langsung berdiri dan mendekati Fio.

"Lo pake mantra apa emangnya? Nggak ada hujan dan kemarau kenapa tiba-tiba dia baik ke elo?" Karin terheran sendiri.

Fio hanya bisa mengendikkan bahu. Dia sama sekali tidak berucap, cokelat dan selembar amplop yang berada ditangannya seperti tidak begitu nyata. Apalagi kini sikap Zafi yang sedikit berubah. Fio tidak bisa mencerna itu sekaligus.

"Gila sumpah! Kak Zafi kayaknya udah mulai tertarik nih sama sahabat gue," ucap Retta sambil menyenggol lengan Fio. Bibirnya membentuk seringai jahil kepada Fio.

"Apaan sih, gue nggak nyaman lo ngomong kayak gitu," ketus Fio seraya mengibarkan tangan tepat dimukanya.

Karin mengedipkan mata, dia langsung berdiri menyusul Retta dan Fio. Merasa dirinya yang masih duduk dibangku, Friska juga langsung mengangkat tubuhnya. Kini mereka berempat saling tatap dengan postur tubuh yang sudah berdiri tegap.

Karin mendekat kearah Fio, "kenapa yang lo omongin tadi mirip sama kak Zafi yang omongin ke gue?" cewek itu menunjuk ke arah dirinya.

"Mana gue tahu!"

"Lo tapi beneran suka, kan sama kak Zafi?" tanya Retta dengan suara hampir memadai guru killer yang meminta tugas semua murid untuk dikumpulkan.

"Omongan lo jaga bego! Lo ketular virus Karin sejak kapan?" cibir Fio lantaran kesal. Nasib masih berpihak kepada Fio, semua penghuni kelas tidak menghiraukan keempat cewek itu. Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing.

"Kak Zafi kasih lo kayak gitu pasti ada niatan, kan?" Friska mengedipkan matanya beberapa kali.

"Niatan apaan sih?" pekik Fio seraya kembali duduk dibangkunya.

"PDKT lah, sok-sokan bego nih anak." Karin menyoyor kepala Fio hingga kepala cewek itu sedikit terhuyung ke samping.

"Buka dong amplopnya, pasti isinya surat cinta deh. Bueehhh ... jarang banget lho cowok nembak cewek pake surat cinta begituan. Lo beruntung tau!" celetuk Karin lagi.

Retta menyela dengan cepat , "Mana ada orang nembak pake surat. Yang ada nembak pake senjata pistol. Dasar perkedel jagung!"

"Nembak yang gue maksud pernyataan cinta, tolol!"  protes Karin.

Cukup sudah, Fio tambah stress mendengar ketiga sahabatnya terus mengoceh membicarakan hal yang tentu saja membuang tenaganya hilang secara cuma-cuma. Terlebih lagi Karin, cewek itu seperti mempunyai seribu mulut yang terus mengoceh layaknya anak buruk yang belum dikasih makan oleh induknya.

"Eh Fi, kemarin Riko juga ngasih gue cokelat," ucap Retta, mengadu.

"Nggak usah pamer. Mentang-mentang di sini lo yang udah punya pacar, terus lo seenak jidat ngomong begitu, ya?" sela Karin, menatap Serta sambil tersenyum sinis.

Retta menggerutu, "kenapa lo marah-marah gitu sama gue? Lo syirik apa gimana? Lagian gue juga belum selesai ngomong."

Karin memutar bola matanya ke samping, malas mendengar penjelasan Retta.

"Terus?"

"Itu bukan buat gue, tapi buat Fio," jelasnya lemah.

Mata Fio terbelalak menatap Retta tidak percaya sekaligus sangat mustahil.

Helaan napas berat keluar dari mulut Retta, ketiga cewek lainnya sangat menunggu mengangkat suaranya lagi.

"Itu titipan dari kak Ivan, katanya buat lo Fi. Tapi sorry, cokelat lo udah dicolong sama Rani. Nanti gue ganti deh, bukan gue sih, tapi Rani yang udah ngabisin cokelat lo itu. Lo tenang aja, nanti gue bujuk dia, kalau Rani nggak mau, gue bakal paksa sampai dia mau," jelas Retta panjang lebar.

Fio membuka mulutnya lebar. Ia tidak percaya akan semua hal yang hari ini terjadi. Ada dua cowok sekaligus yang memberinya hadiah berupa barang yang sama. Sungguh sulit diutarakan bagi Fio. Pikirannya menerka nerka tidak jelas. Apa mungkin Ivan juga menyukainya?

"Gue iri sama lo Fi, gimana bisa dua cogan kasih lo hadiah kek begituan," gerutu Friska. Benar-benar iri berat.

"Lo diam aja dari tadi, bingung kan lo mau milih siapa? Kalau gue jadi elo si gue embat dua-duanya aja. Gue kuras noh dompetnya biar kurus," celetuk Karin.

Fio menggelengkan kepalanya, dia tidak begitu. Tipe cewek matre tidak menempel diraganya. Namun, belum tentu juga Ivan dan Zafi menyukai dirinya. Ah, Fio semakin dihuni rasa bingung yang hampir menyebabkan kepalanya pecah.

Sekejap keadaan menjadi hening. Mereka larut kedalam pikirannya masing-masing. Karin yang semula berkicau layaknya butung juga sudah senyap begitu saja. Fio masih dilanda bingung. Apa sebenarnya tujuan Zafi dan Ivan memberinya cokelat itu? Fio harus langsung tanya sama orangnya langsung. Penjelasan dari mereka sangat dibutuhkan sekarang, dia tidak mau lebih lama menahan rasa penasaran seperti ini.

"Lo mau kemana Fi?" Fio langsung membalikkan badan ketika mendengar teriakan dari Retta.

"Gue mau cari kak Ivan, lo bertiga tunggu gue di kantin. Nanti gue nyusul," ucap Fio dengan lantang. Cewek itu sudah menenggelamkan seluruh badannya dibalik pintu.

***

Salah satu cara supaya bisa keluar dari jeratan guru killer adalah melakukan suatu trik yang mungkin guru itu tidak mengetahuinya. Ivan sudah tidak tahan lagi, otaknya sudah mengepul sampai keluar asap. Percuma saja, walapun ia mendengarkan Pak Santoso menerangkan materi pelajaran, Ivan tidak bisa mencerna itu semua.

Ivan bersorak kencang dilorong kelasnya, suaranya menggelegar memenuhi koridor ini. Kaki panjangnya melompat ke udara. Dia tahu pasti rencana ini akan berhasil dilakukan. Sekarang Ivan bebas berkeliaran diluar kelas. Zafi yang melihat perilaku Ivan itu juga turut menganga, mustahil baginya membodohi Pak Santoso. Guru itu tidak pernah mengijinkan muridnya untuk keluar walaupun hendak pergi ke kamar mandi sekalipun.

***

Zafio (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang