HANYA karena ada suatu hal yang penting dan menurut Zafi sendiri tidak boleh kelewat waktu sedikitpun, dia mengeluarkan motornya dari parkiran lebih cepat. Tidak seperti biasanya yang menunggu hingga parkiran sudah sepi.
Zafi menghentikkan kendaraannya di gerbang depan. Oke, dia hanya punya waktu tiga menit untuk menunggu Fio. Dia bertekad akan meninggalkan jika cewek itu belum kunjung datang dalam waktu yang sudah disepakati tadi siang.
Ya, kini dua menit sudah berlalu, hanya tersisa satu menit. Zafi sudah menyalakan mesin motornya lagi dan helm dipasang kembali ke kepalanya. Cowok itu melihat cewek dari arah belakang yang tengah berlari terbirit-birit. Ia melihat dari spion motornya, lantas Zafi langsung memalingkan wajah ke belakang.
Fio terengah-engah ketika sudah sampai di motor Zafi. Dia sedikit terbatuk, napasnya berderu kencang dan cewek itu berusaha menetralkan kembali.
Keringat yang mulai turun dari pelipisnya kemudian ia lap dengan telapak tangan. Fio langsung mengambil duduk tanpa ucapan sedikitpun, mungkin karena dia terlalu lelah untuk angkat bicara.
"Lo kenapa lama banget, gue nggak nyaman berada disini lama-lama," tukas Zafi.
Fio menghela napas gusar, "sori, gue tadi piket kelas dulu soalnya. Lo nggak betah disini?" tanya Fio kemudian.
"Gue nggak nyaman aja," ketus cowok itu yang suaranya samar-samar karena kaca helmnya tidak ia buka.
"Kalau gitu kenapa lo sekolah kalau nggak nyaman disini?" pekik cewek itu lagi.
"Bukan gitu maksud gue cewek aneh! Gue nggak nyaman di gerbang sekolah lama-lama. Bukan nggak nyaman sekolah disini. Kayak gitu aja lo nggak nangkap maksud gue, apalagi guru yang njelasin lo materi," dercak Zafi. Penyakitnya mulai kumat-- menggerutu.
Fio kembali memutar bola matanya malas, "bodoh ah, buruan jalan." Fio menepuk pundak Zafi.
Berdebat seperti ini mungkin tidak akan habisnya, apalagi dengan dua orang yang tidak saling mengalah terlebih dahulu. Zafi menurut perintah Fio, lagian dirinya juga harus cepat sampai disana.
***
Wajahnya menatap benda berbentuk pipih berwarna hitam dan membuka kontak untuk menghubungi seseorang. Retta duduk termenung disalah satu bangku yang jaraknya lumayan dekat dengan parkiran.
Riko belum kunjung mengeluarkan kendaraan beroda dua miliknya dari area parkir. Retta dapat melihat motor Riko dari arah tempat duduknya sekarang. Namun, pacarnya itu belum kunjung datang.
Panggilan yang Retta lakukan sudah lebih dari tiga kali untuk menghubungi Riko, namun cowok itu tidak mengangkat sambungan telepon tersebut.
Retta memutuskan untuk bangkit dari tempat duduk dan beralih menuju motor Riko. Mungkin menunggu disana akan lebih sempit kemungkinan jika Riko akan meninggalkannya lagi.
"Kamu nunggu lama disini?" Suara berat menusuk ke telinga Retta. Suara yang sudah sangat familier ditelingannya. Ya, dia Riko.
"Bangeeeet!" ucap Retta panjang. "Kamu dari mana aja si, aku capek tau duduk nungguin disini sendirian," gumam Retta sedikit merajuk.
"Maaf, soalnya tadi aku dihukum sama pak Riko," ucapnya sedikit malu.
"Dihukum kenapa emangnya?"
"Baju aku nggak dimasukin," pekiknya lugas.
"Lagian kamu nakal, nggak malu apa sama pak Riko. Nama kamu sama guru itu memang sama, namun sifatnya sangat beda jauh," pungkas Retta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zafio (END)
Teen FictionFIOLETTA REYLISA "Sebagai gantinya, lo sekarang resmi jadi cowok gue!" ZAFI RAFJAKA "Perlu lo tau, lo adalah cewek paling aneh yang pernah gue temui!"