"BAGAIMANA, udah ada rencana?" Gerald langsung menyuguhkan Alizter dengan pertanyaan.
"Aku yakin ini ulah Aksa, ayo kita pergi ke rumahnya," ucap Alizter mantap. Ivan hanya bisa mendengarkan mereka berbicara. Morin masih diselimuti rasa sedih, air matanya tidak kunjung habis mengguyur pipinya.
Alizter dan Gerald langsung menuju mobil diikuti Ivan dari belakang. Morin ingin ikut, tetapi Alizter tidak mengizinkannya agar tetap di rumah saja. Morin hanya pasrah menurut kepada suaminya.
Mobil itu melaju keluar dari halaman rumah Alizter yang terbilang cukup luas. Ivan memilih untuk diam, ia tidak bermaksud memasang telinga untuk mendengar pembicaraan dua Laki-laki dihadapannya itu, tetapi Ivan juga penasaran dengan kejadian semua ini.
Ketika Alizter mengucapkan nama seseorang yang menurut Ivan tidak asing ditelingannya lantas cowok itu hanya menyerngitkan dahi. Otaknya berputar menandakan ia sedang berpikir. Mobil kini berhenti, membuat Ivan mendongak menatap ke area sekitar.
Alizter dan Gerald turun dari mobil, Ivan juga ikut keluar. Jujur, ia masih bingung atas apa yang akan Papanya dan Bokap Fio lakukan itu. Hingga pada akhirnya, langkah kaki mereka berpijak pada sebuah rumah besar yang bercat berwarna serba putih. Ini tidak asing menurut Ivan, bahkan ia sangat sering bermain ke tempat itu. Matanya membelalak ketika mengingat siapa pemilik rumah dihadapannya.
"Pa, kenapa kita pergi ke rumah temen aku?" tanya Ivan membuat Alizter dan Gerald lantas menoleh menghadap kearah dirinya.
Alizter mendekat, "kamu temannya anak lelaki yang lagi deket denga Fio?" Ivan membalas dengan anggukan kepala datar.
"Kenapa kesini, Pa? Mau apa, bukannya kita harus segera nyari Fio, kan?"
Tampaknya Gerald tidak peduli dengan pertanyaan anaknya itu, ia malah terus berjalan berusaha menyimbangi langkah Alizter. Ivan hanya menghela napas berat dan lantas sedikit berlari karena ia sudah tertinggal lumayan jauh.
"AKSA, KELUAR LO!" seru Alizter setelah tepat didepan teras rumah Aksa.
Detik berikutnya, Aksa mulai menampakkan batang hidungnya di depan Alizter dan Gerald diikuti Zafi dari arah belakang. Zafi tampak terkejut akan kedatangan mereka. Lain dengan Aksa, laki-laki itu tampak biasa saja.
"Hei, udah lama gue nggak ketemu sama lo, kabar lo gimana?" Aksa mendekat dan memeluk Alizter. Merasa tidak suka akan perlakuan Aksa, Alizter langsung mendorong dada Aksa ke belakang.
Tatapan Aksa yang nanar mengarah ke Alizter. "Nggak usah basa-basi lo! Mana Fio?" Alizter membentak.
Sekitar area alis Aksa berkerut, mimik wajah bingung mensponsori wajah Laki-laki itu.
"Nggak usah sok polos! Buruan bawa anak gue kesini atau lo mau mati ditempat!?" bentak Gerald pada Aksa.
"Lo siapa? Gue nggak kenal sama lo!" Aksa menatap Gerald karena dia barusan berkata seenaknya kepadanya. Aksa tidak terima hal itu.
"Gue nggak ada waktu lagi, lo mau gue laporin ke polisi, hah!?" Emosi Alizter semakin tersulut.
"Maksud lo apaan? Gue nggak ngerti apa yang lo omongin dari tadi!" ucap Aksa memelankan suaranya.
Zafi hanya bisa memandangi pertengkaran dihadapannya. Zafi juga masih kebingungan. Tindakan Alizter barusan membuat emosi Zafi turut memuncak. Melihat Aksa diperlakukan seperti itu dia juga tidak bisa terima.
Emosi Alizter sudah tidak bisa dikendalikan lagi, darahnya berdesir dengan cepat. Alizter mulai maju dan memukul telak Aksa dengan kuat. Pertahanan Aksa goyah, laki-laki itu tersungkur ke lantai. Hanya satu kali pukulan, sudur bibir Aksa susah sobek. Cairan berwarna merah segar keluar dari sana. Aksa meringis menahan sakit, sedangkan Alizter masih belum puas menghajarnya.
Aksa tidak tahu sama sekali maksud Alizter itu apa, dan mau dia apa. Aksa berusaha bangkit.
"Lemah banget lo! Baru satu pukulan udah kalah, bagaimana kalau gue tambah lagi?!" sengit Alizter.
Aksa meringis, "gue nggak takut! Sekalipun lo nggak percaya sama gue. Asal lo tahu, gue sama sekali nggak ngerti maksud lo apa, Alizter," ucap Aksa terdengar sumbang dan parau, sesekali ia memegangi bagian pipinya yang masih berdenyut.
Ivan menatap Zafi yang masih diam dan bergeming ditempat, cowok itu lantas mendekat dan menarik lengannya menjauh dari pertengkaran orangtua mereka.
"Ini ada apa? Kenapa bokap Fio sama bokap lo tiba-tiba nyerang bokap gue, ha?!" Setelah agak jauh, Zafi langsung bertanya. Sejak tadi ia ingin menyatakan itu.
"Bukannya itu yang harus gue tanyain ke elo?" Ivan tersenyum licik.
"Udah dua hari Fio hilang, dan lo..." Ivan menjeda ucapannya. Jari telunjuknya refleks mengarah tepat ke wajah Zafi. "Lo sebagai pacarnya nggak tahu dia dimana? Dan satu lagi yang buat gue merasa jijik, lo kenapa nggak cari dia? Seakan cewek lo itu sedang dalam baik-baik saja, lo bahkan bersikap bodoh amat layaknya orang yang tidak ada beban hidup. Lo mikir nggak!" pekik Ivan terus menggebu.
Zafi terdiam beberapa saat, mencerna baik-baik ucapan Ivan. "Gue bukannya nggak mau nyari dia. Lo tau sikap dia ke gue kayak apa akhir-akhir ini? Fio udah menjauh dari gue Van! Sekali gue deketin, Fio langsung menghindar. Itu yang membuat gue mikir, gue bahkan nggak tahu alasan Fio melakukan hal itu ke gue. Percuma kalau gue nyari dia, Fio udah nggak mau ketemu sama gue lagi. Lagian, gue sama dia udah PUTUS!"
Setelah mengucapkan kata seperti itu, Zafi langsung pergi dari hadapan Ivan. Pupil mata Ivan masih menatap kepergian Zafi, cowok itu terus berjalan entah mau kemana. Namun, langkah kakinya tidak mengarah ke tempat semula. Ivan masih diam diri dan bergeming.
"Buruan bawa anak gue kesini atau gue hubungi polisi!?" sengit Alizter yang kemarahannya sudah membara.
"Percuma, lo nggak ada bukti. Mau bagaimanapun, polisi nggak akan nangkep gue gitu aja kalau sepenggal bukti aja lo nggak pegang." Aksa membela dirinya. Alizter tersenyum miring. Dia lantas merogoh saku celananya dan mengambil ponsel dari sana. Jari tangannya dengan cekatan menekan aplikasi pesan. Alizter menyodorkan ponselnya kepada Aksa.
"Kenapa lo nuduh gue kalau pesan ini gue yang kirim?" tanya Aksa seraya menyodorkan benda pipih itu kepada sang pemilik.
"Kalau bukan elo siapa lagi?"
"Jujur, ini bukan Alizter yang gue kenal dulu," gumam Aksa singkat.
Setelah itu keadaan hening beberapa detik. Alizter menyerapi kata-kata Aksa barusan. Hingga satu notifikasi pesan muncul dari layak ponselnya. Lagi.
+628******15
TEMUI GUE SEKARANG, KALAU LO MAU NYAWA ANAK LO INI MAU SELAMAT. GUE RASA LO TAU DIMANA LETAK GUDANG BEKAS PABRIK GULA DEKAT SINI***
KAMU SEDANG MEMBACA
Zafio (END)
Teen FictionFIOLETTA REYLISA "Sebagai gantinya, lo sekarang resmi jadi cowok gue!" ZAFI RAFJAKA "Perlu lo tau, lo adalah cewek paling aneh yang pernah gue temui!"