BAGIAN 15

8.4K 382 0
                                    

Zafi turun dari motor tukang ojek itu dan memberinya selembar uang. Deritan suara terdengar ketika Zafi membuka gerbang utama. Cowok itu melangkahkan kakinya masuk, ia menghela napas gusar. Zafi mengganti pakaiannya dengan baju berwarna putih polos dan celana pendek.

Menyesal, satu kata yang kini diumpatnya. Baju itu terlalu bagus untuk melakukan pertemuan tadi. Jika Zafi tahu tentang hal ini sebelumnya, mungkin dia sudah bersikukuh tidak ikut dengan Aksa.

Zafi melangkahkan kakinya kearah jendela dan membukanya, sayup-sayup suara angin terdengar masuk ke dalam ruangan kamarnya karena keadaan terlalu hening. Malam yang kosong, bulan dan bintang entah kenapa tidak menghiasi malam yang begitu tenang ini.

Semua pohon bergoyang dan satu persatu daun mulai terlepas dari rantingnya lalu berterbangan terbawa angin kencang. Arah pandangan Zafi mengarah kearah balkon ruman Ela. Sepertinya dia belum tidur, karena lampu kamarnya belum dimatikan dibalik gorden itu.

Cowok itu mulai berjalan menghampiri balkon rumah Ela, raga ini seolah mendorongnya untuk kesana dan menceritakan semuanya kepada cewek itu. Memang dari dulu Ela selalu menjadi pendengar yang baik bagi Zafi. Didekat Ela, Zafi merasa kenyamanan yang utuh. Cewek itu selalu memberi dorongan agar Zafi terus semangat. Karena itulah setiap Zafi merasa gagal dalam sesuatu hal, ia pasti mengingat ucapan Ela.

"Semangat Zafi, cuma hati lo dan hati gue yang terhubung dan selalu memberi dukungan."

Memang, balkon rumah Ela dan balkon rumah Zafi saling terhubung, itu semua karena permintaan mereka sendiri agar ayah keduanya membuatkan jalan supaya Zafi maupun Ela dengan mudah bermain disana. Zafi merasakan sedikit flashback pada masa kecilnya.

***

Flashback

"Aku sama Ela mau ngomong sama kalian semua, boleh nggak?" ucap Zafi kecil kepada Aksa yang sedang bercengkrama bersama orang tua Ela.

"Kamu mau ngomong apa sayang?" Novi memegangi pipi Zafi dengan lembut.

"Aku sama Zafi mau dibuatin jalan di kamar kami agar aku kalau mau pergi ke kamar Zafi biar mudah, nggak usah lewat bawah," Ela kecil memotong.

Orang tua mereka saling pandang dan tertawa kecil akan tingkah anak-anak mereka. Zafi dan Ela berjingkrak senang dan melompat dengan tinggi setelah orang tua mereka mau membuatkan apa yang diinginkan Ela dan Zafi.

"Papa janji ya sama Zafi," Zafi kecil menyodorkan jari kelingkingnya kearah Aksa. Laki-laki itu menurut kemauan anaknya.

"Nanti aku gampang deh kalau mau main ke kamar kamu," pekik Ela kepada Zafi yang masih mengembangkan senyum yang terlihat hangat.

***

Disinilah Zafi sekarang berdiri, kakinya berpijak pada rangkaian kayu yang dibuat oleh Papa mereka dulu waktu Zafi dan Ela masih berumur sekitar enam tahun. Entah punya kekuatan apa, kayu ini tidak pernah roboh atau sekadar rusak. Mungkin jalan penghubung yang terbuat dari kayu ini mempunyai kualitas yang baik.

Warna kayu yang dicat berwarna cokelat tua kini sudah memudar karena sering terkena air hujan dan sinar matahari. Pikiran Zafi kembali mengarah ke masa dimana ia masih kecil, dirinya dan Ela menghabiskan waktu bermain disini, berlarian pergi ke kamar satu ke kamar yang lain.

Zafio (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang