BAGIAN 55 (END)

11.9K 274 76
                                    

SEMINGGU setelah kejadian pahit yang menimpa dirinya, sekarang Fio menjadi lebih pendiam, menutup dirinya rapat-rapat. Ia akan bicara seperlunya saja. Itupun jika orang lain yang memulainya lebih dulu.

Rasa bersalah kini menyerang raganya, beton berukuran besar seperti menimpa hatinya begitu saja, rasanya sangat sakit.

Apakah Zafi masih marah kepada dirinya?

Itulah sederet kata yang sedari tadi Fio pikirkan, meninggalkan Zafi tanpa sebab seperti itu memang bukanlah cara yang tepat.

Sudahlah, ini hanyalah sebuah penyesalan. Entah kenapa, ketika merasa menyesal, kita menjadi gundah seperti ini. Lagipula, Fio sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan Zafi.

Zafi memutuskan hubungan dengan Fio memang bukan karena kesalahan cowok itu, ini semua memang real salah Fio sendiri. Menggantungkan Zafi begitu saja, tidak salah jika Zafi merasa tidak nyaman dan memilih pergi dari hadapannya. Itu mungkin membuatnya lebih baik daripada menahan sakit setiap hati.

"Hei!" Seseorang menepuk pundak Fio, cewek itu sadar dari lamuannya.

"Bengong aja, nih minum!" Ivan menyodorkan sebotol air minuman dingin. Cowok itu duduk dihadapan Fio.

"Kenapa, mukannya kok ditekuk gitu, lagi ngambek sama aku, ya?" Ivan tersenyum kecil.

Fio menghembuskan napas gusar, wajahnya kini ditempelkan diatas meja. Dia sama sekali tidak ada mood untuk bicara saat ini.

Hubungan Fio dan Ivan kini sudah berstatus pacaran. Ya, tiga hari yang lalu Ivan menyatakan cintanya kepada Fio. Fio pun akhirnya mengiyakan. Mungkin hal itu ia lakukan akan menutup luka yang sedang dideritanya. Ia pikir, setelah menjalani ini semua dengan memilih Ivan sebagai kekasihnya akan melupakan kesalahan besar yang dilakukannya terhadap Zafi. Namun, nyatanya tidak sama sekali.

Kini Fio sadar, bahwa jalan yang ia ambil memang salah. Seharusnya Fio menjelaskan masalah ini dengan Zafi. Fio juga merasa biasa saja setelah berpacaran dengan Ivan. Rasanya hambar. Ya, walaupun Ivan mempelakukan dirinya dengan seorang layaknya pacar. Ivan selalu memberinya cokelat, bunga, bahkan boneka teddy bear berukuran lebih besar dari badannya. Tapi, itu semua tampak flat, tidak ada secuil rasa senang sedikitpun yang Fio dapatkan. Fio akan berpura-pura mengubah ekspresi menjadi gembira ketika dihadapan Ivan, Fio juga tidak enak hati kepadanya.

"Aku pergi ke kelas dulu, kayaknya kamu butuh waktu sendiri," ucap Ivan mengacak kepala Fio dan tersenyum kecil kearahnya.

Pribadi yang peka seperti diri Ivan memang dapat membuat siapa saja merasa nyaman. Dia mampu mengontrol dirinya apabila pasangannya sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja.

Fio berjalan keluar dari kelas, sebelumnya ia sudah dicegat oleh Retta jika saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk pergi dari kelas karena lima menit lagi bu Anita akan segera datang. Tetapi, Fio tidak peduli dan tetap ingin pergi. Retta tidak bisa memaksa sahabatnya itu.

Koridor kelas dua belas, pijakan kaki Fio berada disini. Tidak aneh jika seluruh pasang mata tersorot kearah dirinya. Memang jarang kelas sebelas maupun kelas sepuluh di lorong ini. Apalagi ruangan kelas dua belas terletak di lantai tiga.

Tujuan Fio kesini hanya satu, yakni berusaha menjelaskan semuanya dengan Zafi. Ingin meluruskan perihal diantara mereka berdua. Memang, hal ini sudah lama terjadi, Fio tidak mau terjadi kesalahpaham lagi--rasanya sakit terus memikirkan itu semuanya.

Fio ingin hubungannya dengan Zafi pulih seperti dulu. Mengingat jika cowok itu terus mendumel membuat Fio sedikit flashback dan tersenyum geli sendiri. Fio kangen semua itu, kangen akan kenangan pahit dan manisnya hubungan saat dengan Zafi.

Lengkung bibirnya pupus, sekarang senyuman itu hilang dan melebur entah kemana. Fio mematung ditempat, mulutnya sedikit terbuka melihat Zafi duduk didepan kelasnya dengan seorang cewek lain. Itu Jenny, Fio tahu sedikit seluk beluk tentang gadis itu. Dia masih kelas sepuluh, memang wajahnya terlihat sangat manis dan cantik. Zafi terlihat tertawa bahagia bersama Jenny. Lontaran senyum saling bertubrukan diantara mereka.

Fio pun belum pernah mendapatkan senyum lebar seperti itu dari Zafi. Fio merasa melihat Zafi dengan cewek lain rasanya sakit dan tidak rela untuk melepaskan dia. Ingin sekali menegur, namun apa daya. Dia tidak berhak mengatur Zafi. Terlebih lagi status Fio sudah menjadi mantan cowok itu.

Tatapan Fio masih mengarah kepada mereka, dada Fio terasa sakit seperti tertimpa sebuah palu berukuran jumbo. Mata Fio sudah berkaca-kaca, ia berusaha untuk menyekanya agar tidak keluar. Lagi-lagi Fio harus menengadah kepalanya menatap keatas agar cairan bening itu tidak bisa menerobos keluar.

Pijakan kaki Fio mulai melangkah mundur, setelah itu menghilang dari tempat itu. Fio tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Kini semuanya sudah  terlambat, mungkin Zafi lebih nyaman dengan cewek lain.

Semesta sepertinya memberi hukuman kepada Fio untuk saat ini. Kenapa disaat dia akan memperbaiki kesalahan seakan alam tidak mengijinkannya.

Disinilah Fio sekarang, dibawah pohon besar yang terdapat di taman sekolah. Ia tidak peduli jika nantinya bu Anita akan memarahi dirinya karena bolos pada jam pelajaran.

Fio bisa meluapkan seluruh getaran dalam hatinya dengan menangis. Ia tidak bisa menahan perihnya hati ini lagi, menangis akan membuatnya lebih baik.

Isakan pilu menjadi saksi bisu bahwa sekarang keadaan Fio sangat tidak stabil. Harapan kembali dengan Zafi seketika pupus bak kata pepatah nasi sudah menjadi bubur.

Fio harus rela, rela akan meninggalkan Zafi dengan cewek lain yang mungkin lebih baik daripada dirinya. Fio akan berusaha tegar, melewati semua goncangan yang sekarang sedang menimpanya. Mungkin inilah yang disebut takdir, bahwa memang Fio tidak cocok dengan Zafi.

Fio harus bisa melupakan masa lalu. Biarlah hal itu menjadi memori yang membekas diingatan. Fio tidak sendiri, sekarang ia masih memiliki Ivan yang setia menemaninya. Fio juga akan mencoba membuka hatinya kepada cowok itu, Fio harus jalani dulu. Cinta bisa datang kapan saja, tidak mengenal waktu dan tempat. Cinta bisa tumbuh dimana saja seiring berjalannya waktu. Ya, walau nyatanya tidak semudah ucapan yang keluar.

Zafi tetaplah Zafi. Kakak kelas yang pernah Fio recoki. Fio harus menerima kenyataan bahwa dirinya dan Zafi kini hanya sebatas hubungan antara kakak kelas dan adik kelas.

TAMAT

Zafio (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang